Serba Pertama di Trip Lombok

Salah satu masjid besar di Lombok
Salah satu masjid besar di Lombok

Selalu ada yang pertama dan berkesan dalam setiap perjalanan. Termasuk pertama kali ke Lombok.

Surat tugas itu akhirnya datang. Saya harus ke Lombok memenuhi tugas selama 4 hari mulai 11 Nopember sampai 14 Nopember 2015. Ini jadi pertama kalinya saya mengunjungi Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari dua pulau besar; Lombok dan Sumbawa itu. Sayangnya bandara Lombok Praya masih tertutup karena aktivitas gunung Baru Jari sehingga saya harus mencapai Lombok melalui bandara Ngurah Rai-Bali.

Tak apalah, karena perjalanan panjang ini ternyata membawa banyak pengalaman pertama buat saya.

Pertama Kalinya ke Lombok.

Iya, seperti yang saya bilang di atas ini adalah kesempatan pertama saya menginjakkan kaki di pulau Lombok. Sudah lama saya ingin ke sini, tapi baru menjelang akhir tahun 2015 saya berhasil. Karena judul utama perjalanan ini bukanlah jalan-jalan maka tentu saja tujuan wisata tidak jadi pilihan utama, hanya jadi selingan kalau masih ada waktu.

Tak apalah, saya memang tak nyaman berwisata sendirian tanpa pasangan.

Lombok ternyata tidak terlalu berkontur seperti beberapa kota di Papua yang pernah saya datangi. Lombok relatif datar, hanya ada beberapa bagian yang berbukit-bukit tapi tidak seekstrem Papua. Kebetulan selama di Lombok saya menginap di Selong, Lombok Timur yang ditempuh sekira 1.5 jam perjalanan dari Mataram, Lombok Barat.

Pemandangan paling menyenangkan sepanjang jalan Mataram-Selong adalah gunung Rinjai yang lebih sering tertutup kabut dan awan. Beberapa kali saya bisa melihatnya dengan mata kepala sendiri. Rinjai berdiri kokoh dengan keanggunannya yang memikat saya meski saya sebenarnya bukan anak gunung.

Rinjani yang lebih sering tertutup awan dan kabut
Satu sisi kota Mataram

Lombok dihuni mayoritas orang suku Sasak yang memeluk agama Islam. Nuansa religius cukup terasa di sekujur Lombok. Bangunan masjid besar sangat mudah ditemui di sepanjang jalan. Setiap waktu sholat tiba, alunan azan bersahutan memenuhi langit Lombok.

Di hari terakhir saya sempat diajak mengunjungi daerah Senggigi yang sudah jadi kawasan wisata. Sekejap saya merasa sedang berada di Bali. Puluhan tempat makan, bar, toko dan penginapan sepanjang jalan membuat kawasan Senggigi benar-benar seperti kawasan wisata di Bali. Saya tidak berlama-lama di sana, hanya mampir sejenak sambil mengabadikan beberapa gambar pantai Senggigi.

Satu sisi pantai Senggigi yang hanya saya lihat sebentar

Pertama Kalinya Ke Lombok lewat Padang Bai

Karena bandara Lombok Raya masih tertutup maka alternatif lain mencapai Lombok adalah lewat Bali, tepatnya turun di Ngurah Rai dan kemudian menyeberang via Padang Bai yang berada di sebelah timur laut Denpasar. Ini kali pertama saya menyeberang dari Bali ke Lombok.

Dari bandara Ngurah Rai perjalanan ke Padang Bai ditempuh dengan lama sekira 1.5 jam, itupun sudah lewat tol yang melintas di atas laut. Padang Bai ternyata cukup jauh, pantas saja ongkosnya lumayan mahal; Rp400.000,-! Yah walaupun menurut saya tetap kemahalan, untung saja biaya tersebut ditanggung kantor.

Beberapa ratus meter sebelum tiba di pelabuhan Padang Bai seorang pria bermotor tanpa helm memepet mobil kami dan terus mengikuti. Awalnya saya tidak paham apa maunya, hanya mengira dia orang yang punya maksud yang sama, mau ke Padang Bai juga. Saya baru paham siapa dia ketika menjelang masuk Padang Bai si pria itu menghentikan mobil kami dengan suara yang agak tinggi.

“Mau ke Lombok? Berhenti di sini!” Ujarnya.

Ternyata dia calo penumpang. Ketika supir akhirnya menghentikan mobil dia segera membuka pintu penumpang dan meminta saya turun. Nadanya agak kasar dan dengan cepat membuat adrenalin dalam tubuh saya bergolak. Beragam pikiran buruk muncul di kepala saya sekaligus meningkatkan kewaspadaan, jangan-jangan dia orang berniat jahat.

Masih dengan setengah memaksa dia menawarkan kapal cepat ke Lombok. Biayanya Rp.450.000,- dan segera saya tolak karena terlalu mahal. Dia terus memaksa sambil menurunkan harganya sampai Rp350.000,-. Saya juga tetap bergeming, tak mau. Saya memilih naik kapal feri biasa yang harga tiketnya menurut dia Rp.50.000,-.

Di atas feri menuju Lembar, Lombok Barat

‘Tapi lama, bisa sampai enam jam.” Katanya. Saya menebak itu akal-akalan dia saja supaya saya memilih kapal cepat yang katanya hanya memakan jarak tempuh 1.5 jam ke Lombok. Tapi saya sudah menetapkan hati, biarlah agak lama asal tidak tertipu calo.

Sampai akhirnya dia menyerah dan menyeret saya ke pelabuhan feri. Sikapnya sama sekali tidak simpatik dan malah cenderung menjengkelkan. Parahnya lagi, petugas resmi penyeberangan seperti bersekongkol dengan mereka. Si calo berbincang dengan petugas dalam bahasa daerah dengan suara yang pelan sambil melirik ke saya. Entah apa yang mereka bincangkan.

Saya bersyukur ketika sudah tiba di atas feri meski harus membayar lebih mahal dari angka yang tertera di tiket. Calo yang intimidatif di pelabuhan Padang Bai itu benar-benar membuat tidak nyaman. Awal yang buruk untuk memulai perjalanan empat jam ke depan sampai tiba di Lembar, Lombok Barat. Untunglah semau jadi menyenangkan ketika akhirnya tiba di Lombok.

Perjalanan kali ini memang berkesan karena pertama kalinya bisa menjejakkan kaki di Lombok. Berkesan juga karena pengalaman tak mengenakkan dengan calo di Padang Bai itu. Sayang saya belum bisa cerita banyak tentang Lombok karena pengalaman pertama ini lebih banyak diisi dengan kerja. Mungkin di lain waktu saya bisa kembali ke sana dan bercerita lebih banyak tentang Lombok.

Mudah-mudahan [dG]

 

Baca juga pengalaman kedua kalinya ke Lombok di sini.