Mencicipi Alam di Bantimurung
Sulawesi Selatan punya banyak potensi wisata. Salah satunya adalah deretan karst atau gunung kapur dengan gua-gua alaminya serta tentu saja air terjun yang terletak di Taman Nasional Bantimurung. Daerah yang dulu juga dikenal sebagai Kingdom Of Butterfly
Minggu sore yang berawan, agak berbeda dengan hari-hari lain di bulan Januari yang biasanya dirundung hujan deras. Saya kembali menjejakkan kaki di Bantimurung, sekitar 50 Km sebelah utara kota Makassar. Sore itu saya berniat bertemu dengan teman-teman Blogger Maros, memenuhi undangan mereka untuk sekadar berkumpul dan berbagi.
Bantimurung tidak terlalu ramai meski hari itu hari minggu. Musim hujan yang sedang lucu-lucunya memang membuat orang agak enggan meluangkan waktunya menikmati liburan di alam bebas. Ketika saya datang, beberapa orang nampak mulai beranjak pulang. Beberapa baruga ( rumah serupa pendopo ) juga nampak kosong melompong, mungkin sudah ditinggal para pengunjung.
Air sungai nampak agak deras meski tidak terlalu tinggi. Saya ingat bertahun-tahun yang lalu pernah datang ke Bantimurung tepat ketika musim hujan mencapai puncaknya, ketika itu air mengalir sangat deras dan sangat tidak mungkin untuk dinikmati. Beberapa orang nampak menikmati aliran air yang tidak terlalu deras itu, pun dengan air terjun yang masih bersahabat. Jumlahnya tak sebanyak biasanya ketika sungai selebar kira-kira 20 meter itu terasa sesak oleh pengunjung.
Bantimurung, setiap mendengar namanya yang terbayang di kepala saya adalah air terjun dan kupu-kupu. Saya lupa kapan tepatnya pertama kali mengunjungi tempat wisata terkenal itu. Mungkin sekitar 19 tahun lalu. Jaman kecil dulu, ketika hiburan masih sangat kurang, Bantimurung adalah tujuan favorit untuk berwisata. Saingannya tak banyak, paling-paling hanya pantai Barombong, Pulau Khayangan dan Pulau Lae-Lae.
Tahun berganti tahun, beragam hiburan pilihan mulai menggantikan kehadiran Bantimurung. Mall dan hiburan modern masuk dan tumbuh di kota Makassar. Perlahan-lahan Bantimurung tidak menjadi favorit lagi. Ada rentang yang lama bagi saya sebelum kembali mengunjunginya.
Meski bukan tujuan utama lagi, Bantimurung ternyata tetap memukau. Deretan pohon tinggi yang rapat dan mungkin berusia ratusan tahun bersanding dengan semilir angin yang sejuk, gemericik air di sungai dan tentu saja air terjunnya yang kadang deras tapi masih bersahabat. Perubahan tetap terasa memang, setidaknya saat ini sudah lebih susah mendapati kupu-kupu liar beterbangan. Lebih gampang menemukan kupu-kupu yang diawetkan dan ditaruh di dalam bingkai kaca di dekat gerbang masuk.
Bantimurung adalah Kingdom Of Butterfly, sebuah kerajaan bagi spesies kupu-kupu. Sebagian di antaranya tidak ditemukan di tempat lain. Perlahan kerajaan itu seperti mulai memudar kejayaannya. Memang ada penangkaran khusus buat mereka yang ingin mengabadikannya dalam bentuk kering dan berbingkai, tapi di alam liar sendiri kupu-kupu itu semakin susah dilihat dengan mata telanjang.
Bantimurung bukan cuma air terjun, sungai dan kupu-kupu. Luangkan waktu anda sejenak untuk sekadar menikmati gua alami yang bertebaran di sekitar taman nasional itu. Masuklah ke dalamnya dan nikmati hasil karya sang pencipta yang tergores pada stalagmit dan stalagtit yang memukau. Setidaknya ada dua gua yang bisa dijadikan tempat rekreasi di sekitar permandian alam Bantimurung.
Akses ke Bantimurung memang agak jauh meski tidak bisa dibilang susah. Berkendaraan pribadi atau sewaan hanya memakan waktu sekitar 45 menit dari pusat kota Makassar. Jalanannya lumayan mulus meski memang tidak terlalu lebar. Dengan berkendaraan umum memang agak lama. Dari kota Makassar bisa mengambil kendaraan umum ke kota Maros, dan dari ibukota kabupaten itu menumpang kendaraan umum lagi yang akan membawa anda ke Bantimurung. Harga karcis masuknyapun tidak mahal, cukup dengan Rp. 10.000,- bagi orang dewasa.
Tahun berganti tahun, Bantimurung masih tetap menarik. Pemda Maros sepertinya berusaha menarik pengunjung dengan berbagai inovasi. Ada tempat untuk outbound, ada permainan bola air dan ada flying fox. Patut diacungin jempol. Bantimurung memang terlalu indah untuk dilewatkan. Merasakan segarnya aliran air sungai selepas jatuh di air terjunnya memang sungguh menggoda. Merasakan sejuknya udara yang bersih terasa seperti memberi ruang baru di paru-paru kita warga kota yang terbiasa dengan udara berpolusi.
Tahun berganti tahun, Bantimurung masih menjadi sebuah tempat untuk mencicipi alam dengan segala kesegarannya. Semoga untuk waktu yang lama, atau bahkan selamanya. Ayo, datang dan nikmati Bantimurung.
kangen ke bantimurung lagi..
Fadel blm pernah ke sana, pasti senang skali main air 🙂
asal jangan ke sananya pas musim hujan..
percuma, hihihi
wah keren, emang kenapa kalau musim hujan? gak bisa main di air terjun ya?
bisa sih, tapi kadang2 airnya terlalu deras..berbahaya
saya pernah ke sana pas musim hujan, airnya warna coklat, deras dan tetap banyak orang yang mandi =))
deh..kalau saya ndak mi deh..
tunggu musim kemarau saja 😀
tempatnya memang keren daeng … bagus .. tapi jauh juga ya 50Km dari Makassar 🙂
ya lumayan sih..
tapi perjalanan ke sana juga mengasyikkan, bisa lihat pemandangan yg indah 🙂
Waaaah, saya penasaran, seperti apa kupu-kupu yang hanya ada di sana… 🙂 Yah, meskipun saya bukan peminat serangga sih. 😉
Tapi… kalau di sana banyak kupu2, apakah itu artinya…. banyak bunga di sana? 😀