Malang Yang Belum Sempat Dijelajahi

Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang

Sudah lama saya ingin ke Malang, kota yang katanya dingin di sebelah selatan Surabaya itu. Akhirnya keinginan saya terwujud juga, meski judulnya bukan jalan-jalan.

Jumat jam 15:00 WIB, pesawat Sriwijaya yang saya tumpangi mendarat dengan agak kurang mulus di bandara Abdul Rachman Saleh, Malang. Setelah ditunda selama sejam, akhirnya saya berhasil meninggalkan Cengkareng dan sejam kemudian mendarat di Malang. Langit Malang dirundung awan kelabu, hujan agak deras meski tidak dibarengi angin kencang. Keluar dari pesawat kami disambut beberapa petugas yang menyodorkan payung. Bandara Abdul Rachman Saleh ternyata lebih kecil dari yang saya duga. Tentu berbeda jauh dengan Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya saya meninggalkan bandara. Saya tidak bisa menyembunyikan kekaguman saya pada bandara kecil itu. Ini adalah bandara kecil pertama yang saya datangi setelah selama ini hanya mendatangi bandara semacam Sultan Hasanuddin, Soekarno Hatta, Adi Sucipto dan Juanda.

Perlahan taksi bandara yang saya tumpangi meninggalkan bandara menuju hotel D?Fresh di bilangan Blimbing, tepatnya di Jalan Candi Trowulan. Malang lumayan ramai, itu kesan pertama yang saya tangkap. Udaranya juga sejuk apalagi karena hujan mengguyur kota itu.? Setelah sempat kebingungan, akhirnya sampai juga saya di D?Fresh. Hotel baru yang menggabungkan konsep etnik dan minimalis. Begitu tiba saya langsung tertarik dengan arsitekturnya, apalagi di dinding tangga menuju lantai dua terpasang beberapa foto legenda musik seperti Jimmi Hendrixx, Kurt Cobain, Bob Marley dan lain-lain. Belakangan saya juga melihat poster besar musisi lainnya seperti John Lennon, Freddie Mercury, Marilyn Monroe dan Michael Jackson. Suasana hotelnya nyaman, sepi dan memang cocok untuk beristirahat.

Tak berapa lama saya kemudian bergabung dengan rombongan dari Id Blognetwork. Ada mbak Rika, mas Verry, mas Arief EW dan ki demang Suryaden. Siang itu kami cuma makan di restoran hotel, karena belum makan sedari pagi saya memilih nasi goreng dan segelas kopi french press. Hujan mulai reda, tapi udara sejuk masih memeluk.

Malam mulai tiba ketika kami ke kamar dan bersiap-siap untuk makan malam. Selepas maghrib, teman-teman dari Blogger Ngalam datang menjemput. Saya dan rombongan dari IBN memang datang untuk menghadiri acara Oblong Merah Muda yang digelar teman-teman Blogger Ngalam.

Dari D?Fresh kami bergerak ke Grand Foodcourt Jl. Jenderal Ahmad Yani. Sebuah tempat makan yang merupakan tempat berkumpulnya beberapa warung makan top di kota Malang. Awalnya saya sempat bingung mau memilih apa dan meminta rekomendasi dari Haqqi, ketua komunitas blogger ngalam yang menemani kami malam itu.

” Semuanya enak koq “, Begitu kata Haqqi.

Baiklah, saya mulai menimbang-nimbang. Saya mencoba memilih makanan yang belum pernah saya coba sebelumnya, dan pilihan jatuh pada tahu campur. Saya sudah pernah menikmati tahu campur sebelumnya, tapi mungkin sudah sekitar 10 tahun lalu, itupun di Makassar.

Tahu Campur

Tak perlu menunggu lama sebelum makanan datang. Saya mulai mencicipi. Ah, rasanya ada yang kurang pas. Tahu campur di Malang rasanya agak manis dan gurih, berbeda dengan makanan khas Bugis-Makassar yang asin-asin. Kekurangan lainnya adalah karena tidak ada jeruk nipis, sebagai orang Makassar asli, makan makanan berkuah tanpa jeruk nipis rasanya memang agak aneh. Untung karena mas Verry yang memesan ayam bakar madu dapat jatah jeruk nipis meski kecil. Jeruk nipis punya mas Verrylah yang kemudian saya tebarkan ke tahu campur sebelum saya santap. Lumayan, ada rasa kecut yang saya rindukan.

Malam itu kami tidak banyak ke mana-mana, setelah makan kami mengunjungi persiapan teman-teman panitia Oblong Merah Muda di STIEM Malang dan kemudian mengunjungi barak tempat penginapan para blogger tamu yang berada di sebuah kompleks TNI AD. Malang makin terasa menggigit malam itu, dinginnya mengingatkan saya pada kota Malino, apalagi di beberap tempat pohon pinusnya juga masih banyak.

Malam itu saya tertidur dengan lelap.

Keesokan harinya agenda kami padat. Dari pagi sampai sore saya dan rombongan IBN mengikuti acara Oblong Merah Muda yang diadakan dalam rangkaian ulang tahun komunitas blogger Malang atau Globbers. Saya suka tempat pelaksanaan acaranya, berada dalam lingkungan kampus STIEM yang asri dengan beberapa pohon pinus tinggi dan udara yang sejuk. Tentang acara ini akan saya tulis tersendiri.

Tempat acara Oblong Merah Muda

Acara berlangsung sampai sore hari sebelum akhirnya kami kembali ke hotel. Sebenarnya malam harinya kami berencana menjelajahi kuliner lainnya dari kota Malang, sayang karena hujan kemudian turun dan ternyata bukan perkara mudah mencari taksi di kota Malang. Akhirnya kamu hanya makan di restoran hotel. Di penghujung malam kami akhirnya sempat berkunjung ke barak tempat teman-teman blogger luar kota menginap.

Keesokan harinya, Malang lumayan cerah meski udaranya masih sejuk. Setelah mandi dan bersiap-siap kami yang sudah dijemput teman dari Blogger Malang kemudian bersiap mengikuti rangkaian acara Oblong Merah Muda hari kedua. Tapi sebelumnya kami mampir dulu menikmati salah satu kuliner terkenal dari Malang. Apalagi kalau bukan Bakso Kota Cak Man.

Bakso Kota Cak Man

Baksonya enak, dengan beragam pilihan selain bakso. Sebenarnya di Makassar Bakso Kota Cak Man juga sudah buka cabang meski memang rasanya tentu saja tidak selezat di tanah aslinya.

Dari bakso Cak Man kami bergabung dengan rombongan Oblong Merah Muda yang sedang berada di museum Brawijaya. Saya sudah ketinggalan penjelasan sejarah dari guide museum dan akhirnya berkeliling sendiri di museum itu. Berbagai peninggalan sejarah militer tersimpan rapih di sana meski kelihatan sedikit berdebu. Seperti umumnya museum di Indonesia, museum Brawijaya juga terlihat agak kumuh dan kurang menarik. Ini memang masalah klasik museum di negeri kita.

Selepas dari museum kami beranjak ke restoran Inggil. Sebuah restoran yang konsepnya sangat menarik. Gabungan antara museum dan restoran. Saya yang penggemar sejarah dan barang-barang lama merasa sangat betah melihat koleksi restoran berupa poster tua, mesin jahit tua, radio tua, perangko tua dan banyak lagi.

Salah satu sudut Restoran Inggil

Sayangnya saya tidak bisa lama-lama. Jadwal pesawat jam 21:00 dari Surabaya memaksa saya dan Rara untuk buru-buru meninggalkan acara. Macet di Porong tidak terduga katanya, dan kami tentu saja tidak mau ketinggalan pesawat. Setelah berpamitan dengan panitia dan teman-teman blogger lainnya, kami meluncur ke hotel untuk siap-siap pulang.

Tiga hari dua malam di Malang rasanya tentu belum cukup. Masih banyak hal lain yang harus saya jelajahi di Malang. Kunjungan perdana itu kemudian membuat saya bertekad untuk kembali lagi ke sana, tentunya dengan alasan yang lain, jalan-jalan.

Malang, saya akan kembali..!!