Setelah 15 Tahun

into the light

Senin ini saya tiba-tiba sadar. Inilah senin pertama dalam 15 tahun di mana saya secara resmi tidak lagi menjadi seorang karyawan. Pertama kalinya dalam 15 tahun saya terbebas secara resmi dari kewajiban absensi dan datang ke kantor.

Waktu itu saya baru saja lulus dari sebuah SMK. Bapak meminta saya untuk kuliah, beliau masih sanggup membiayai katanya. Tapi saya menolak, saya merasa bekal dari SMK sudah cukup bagi saya untuk mencari kerja dan kemudian membiayai kuliah saya sendiri.

Dan kemudian terdamparlah saya di sebuah perusahaan properti yang masa itu sedang merintis jalan menjadi perusahaan properti terbesar di Makassar. Perlahan tapi pasti saya belajar banyak hal di sini, bertemu dengan orang-orang hebat yang dengan rendah hati mengajarkan banyak hal dan membuat saya mengetahui banyak hal.

Selama 15 tahun saya sungguh belajar banyak hal. Bukan cuma ilmu tentang perumahan dan properti, tapi juga tentang ilmu kehidupan. Saya bisa melihat bagaimana orang menghargai orang lain, bagaimana orang bisa menusuk orang lain dari belakang, bagaimana orang bisa melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya atau tentang bagaimana orang bisa begitu bersabar menghadapi kehidupan.

15 tahun saya bertemu banyak macam orang, perusahaan itu seperti sebuah universitas bagi saya. Sayangnya saya menjadi sangat nyaman dan mulai takut untuk melangkah keluar dari zona nyaman itu.

Sebuah kejadian di akhir bulan September 2011 kemudian membuat segalanya berubah. Saya mulai merasa kalau saya harus melakukan sesuatu, saya tidak bisa berlama-lama di zona nyaman yang rasanya makin tidak nyaman itu. Saya mulai kehilangan passion untuk datang tiap pagi, absen dan kemudian lebih banyak berpura-pura kerja karena sesungguhnya saya mulai tidak mencintai pekerjaan saya.

Saya butuh waktu 3 bulan untuk memikirkan semuanya. Berkali-kali saya ditawari tempat yang baru di perusahaan yang sama, tapi saya tetap butuh waktu untuk berpikir. Saya bisa saja mengatakan iya dan memilih salah satu dari beberapa posisi yang ditawarkan kemudian saya datang berkantor setiap hari. Tapi kalau saya tidak melakukannya dengan perasaan cinta, apakah hasilnya akan bagus ? Apa itu malah berarti saya tidak adil ? Hanya ingin gajinya dan tidak bekerja sepenuh hati ?

Akhirnya saya memutuskan untuk menolak tawaran tersebut, tentu saja dengan segala kerendahan hati. Bukan dengan kesombongan. Dengan hati-hati saya mengutarakan alasan saya, berharap saya tidak dianggap sombong karena menolak pekerjaan. Saya utarakan kalau saya tidak bermaksud merugikan siapapun, saya hanya tidak ingin bekerja karena terpaksa atau malah memanipulasi absen demi gaji. Saya sudah kehilangan passion, dan saya tidak bisa menikmati suasana yang sama lagi.

Saya tidak ingin seperti Kurt Cobain yang begitu depresi karena tidak bisa lagi menikmati setiap konsernya dan kemudian memilih untuk menembak kepalanya sendiri. Tapi setidaknya saya memilih kalimatnya, lebih baik padam daripada pudar.

Dan Jumat 27 Januari kemarin secara resmi saya mengajukan pengunduran diri dari sebuah tempat yang selama 15 tahun ini menjadi tempat belajar bagi saya. Rasa haru menjalar ke dalam hati. Masa 15 tahun bukan masa yang singkat untuk merajut banyak kenangan, bagaimanapun saya punya banyak hal menyenangkan di sana.

Satu persatu kawan yang ada saya salami, satu persatu permohonan maaf saya ajukan. Berharap mereka mau memaafkan kekhilafan saya selama menjadi teman mereka. Saya terharu ketika ada dari mereka yang begitu sedih dan menyesali kepergian saya. Saya anggap semua sebagai penghargaan.

Inilah saya hari ini. Berdiri sendiri, belum tahu besok akan kerja apa. Dalam hati saya senang, saya sudah berani melangkah keluar, berani mendengarkan kata nurani sendiri. Soal rejeki saya yakin akan ada jalannya, meski tentu tak akan mudah.

Setelah 15 tahun akhirnya saya berani mengambil keputusan itu.