Komersialisasi Ramadhan

Marhaban Ya Ramadhan
Marhaban Ya Ramadhan

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.

Beruntunglah kita, umat muslim yang masih diberi umur panjang hingga bisa bertemu dengan Ramadhan tahun 1434 H atau tahun 2013 Masehi ini. Semua pasti tahu bagaimana bulan Ramadhan ini jadi bulan suci untuk para pengikut Muhammad SAW, bulan di mana di dalamnya begitu banyak berkah bertebaran.

Setiap Ramadhan, ingatan saya juga selalu beringsut ke masa belasan tahun lalu ketika usia masih sangat muda dan naif. Ramadhan selalu jadi bulan yang dinantikan bagi kami anak-anak yang masih hijau kala itu. Rutinitas tarawih bersama di masjid, bertemu kawan-kawan, bermain, berkomplot dan bahkan sembunyi-sembunyi merokok adalah deretan kenangan yang selalu membekas bila menyebut kata Ramadhan.

Ada pula masa di mana Ramadhan adalah bulan yang membuat gairah cinta remaja hijau bergolak. Masjid selalu penuh dengan para jamaah yang sebagiannya adalah gadis remaja seusia. Lautan warna putih mukena menambah debaran ketika menebak mana wajah yang paling menarik.

Ramadhan jaman itu adalah Ramadhan yang masih polos, naif dan kami nikmati apa adanya. Setiap sahur datang, dengan mata berat dan rasa malas yang masih menggantung kami melewatinya dengan iringan suara dari radio. Kala itu televisi belum semarak sekarang, dan tentu saja radio adalah pilihan.

Selama belasan (atau bahkan mungkin puluhan) tahun sahur kami ditemani lantunan suara KH. Bakri Wahid yang lebih dikenal dengan acara Dialog Pak Kyai dan Dg. Naba. Suara penuh wibawa namun lembut dan tenang itu adalah penyemangat kami selama bertahun-tahun sebelum televisi swasta hadir di ruang tengah rumah-rumah kami.

Dan ketika televisi itu hadir, maka menyusup pula beragam kepentingan yang berbalut nama dakwah. Ramadhan tidak lagi sesederhana dulu. Ramadhan mendadak jadi peluang bisnis bagi siapa saja yang punya bisnis. Iklan-iklan bertema Ramadhan akan hadir bahkan berminggu-minggu sebelum Ramadhan tiba. Ketika iklan sirup mulai marak di televisi maka ketika itu pula kita tahu kalau Ramadhan sudah dekat.

Televisi juga berlomba-lomba untuk membuat program acara bertema Ramadhan, tak peduli kaitannya apa. Sahur kami tak lagi seperti dulu yang sederhana dengan iringan suara dari radio karena sekarang ada banyak pilihan yang siap menemani. Sebagian besarnya adalah mereka yang berusaha melucu dengan memukul lawan main dengan styrofoam, melempari tepung atau ?mendorong hingga terjengkang. Dan kita tertawa geli sambil menyantap hidangan sahur.

Tidak akan pernah ada yang sama lagi. Dunia berputar, semua berganti entah perlahan atau dengan cepat. Masa ketika semua pintu terbuka lebar dan membiarkan semua kepentingan masuk sudah datang, kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghalaunya. Bahkan perlahan kita menikmatinya. Melewatkan Ramadhan yang tak lagi sesederhana dulu.

Ramadhan memang tak lagi sesederhana dulu, ada komersialisasi di dalamnya yang membuat banyak kepentingan bermain. Tapi selalu ada yang sama, selalu ada aura yang entah bagaimana menjelaskannya tapi selalu bisa kita rasakan dalam setiap hari yang kita lewati di bulan Ramadhan.

Marhaban ya Ramadhan, selamat datang. Setiap tahun saya hanya berharap bisa melewati Ramadhan lebih baik dari tahun sebelumnya meski tak pernah berhasil. Selamat datang Ramadhan, tak apalah ada yang mengkomersilkan bulan ini karena toh itu bisa jadi berkah buat mereka. Karena sesungguhnya memang Ramadhan adalah bulan penuh berkah.

Selamat berpuasa, semoga kita juga jadi orang yang mendapatkan berkah di bulan suci ini. [dG]