Kata Kota Kita
Tanpa kita sadari ada proses penyeragaman kota-kota di seluruh dunia.
Pernah memperhatikan bagaimana kota di Indonesia berkembang? Setidaknya kota yang kita tempati. ?Dari tahun ke tahun hampir seluruh kota di Indonesia menjadi lahan empuk untuk para investor. Satu persatu sisi wajah kota dipermak sedemikian rupa, diberi sentuhan yang lekat dengan istilah modern.
Pernah memperhatikan berapa mall yang dibangun di kota kita? Untuk kota Jakarta, mall rasanya seperti sekumpulan jamur yang tumbuh di musim hujan. Beberapa kota lain di Indonesia juga hampir sama. Mall memang jadi salah satu ikon modern sebuah kota. Tanpa mall besar, sebuah kota pasti dicap ketinggalan jaman dan tidak modern.
Modern memang seperti sudah sangat lekat pada dunia belahan barat sehingga tidak heran kalau untuk penamaanpun bangunan-bangunan modern itu selalu mengacu pada nama-nama di barat. Minimal berbahasa Inggris.
Town house, town square, grand mall, atau bahkan ikon-ikon kota dunia semua dijejalkan pada kota-kota kita di Indonesia. Secara tidak sadar identitas asli kota kita makin kabur dan berangsur akan hilang. Kita akan dibuat bangga pada identitas modern yang mengacu pada kota-kota di belahan barat dunia.
Sebagai warga kita tidak bisa melawan. Ada kekuatan besar yang sepertinya tidak bisa kita lawan ketika kota kita perlahan diubah dan didandani menuruti standar modern yang diamini nyaris di seluruh dunia. Warga hanya diberi jatah untuk menikmati, dijejalkan seluruh kemajuan itu tanpa bisa memberi protes.
Tapi benarkah seperti itu?
Mungkin iya, mungkin juga tidak. Kota kita punya kata. Hanya warga yang hidup dan menghirup udaranya setiap hari yang bisa mengerti kata dari kotanya. Warga yang baik pasti paham kata kotanya, dan warga yang cerdas pasti tak akan membiarkan kata itu mengendap begitu saja.
Warga yang cerdas akan mencatat tiap dinamika perubahan dari kotanya. Menuliskannya, mencatatnya atau bahkan sekadar membincangkannya. Ketika suatu hari nanti semua kota sudah seragam dengan ikon modern yang hampir sama, kita sebagai warga minimal pernah punya catatan tentang kota yang terus berubah.
Kota kita punya kata. Di balik semua usaha untuk menyeragamkan wajah kota dengan kedok modernitas, kota kita punya kata yang diceritakannya sehari-hari. Warga yang cerdas tidak akan membiarkan kata itu terlewat begitu saja.
[dG]