Takabonerate Bag.1 ; Jalan Panjang Menuju Surga
Kata orang, jalan ke surga itu panjang dan berliku.
Sebuah berita menyenangkan menghampiri kami. Komunitas blogger Makassar mendapat undangan untuk mengunjungi Taman Nasional Takabonerate yang terletak di Kabupaten Kepulauan Selayar bertepatan dengan penyelenggaraan acara Takabonerate Island Expedition (TIE) yang ketiga. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, saya dan 8 orang rekan lainnya langsung mempersiapkan diri menuju sebuah kawasan wisata laut yang sebenarnya memang sudah lama membuat saya penasaran.
Perjalanan dimulai dari terminal bis Mallengkeri, Makassar sekitar jam 9 pagi. Terminal bis yang berada di selatan kota Makassar ini memang menghubungkan Makassar dengan kabupaten lainnya yang berada di sebelah selatan kota, termasuk Selayar tentu saja. Sebuah bis besar mengantar kami di cuaca pagi yang sedikit berawan itu.
Meski termasuk besar dan sekelas dengan bis patas AC di pulau Jawa, tapi bis Aneka yang kami tumpangi ternyata tidak cepat dan tidak terbatas. Laju bis ?tidak terlalu cepat, bahkan beberapa kali mampir untuk mengambil penumpang meski kursi reguler sudah terisi penuh. Akhirnya ?penumpangpun sesak dan bahkan ada yang duduk di lorong antara deretan kursi.
Sekitar pukul 4 sore atau 7 jam kemudian kami tiba di terminal penyeberangan Tanah Beru, Bulukumba. Selayar adalah sebuah pulau besar di Selatan pulau Sulawesi, dan untuk menyeberang ke sana kami harus menggunakan jasa kapal feri yang berlayar dua kali sehari menghubungkan pulau Selayar dengan pulau Sulawesi.
Kapal feri agak terlambat dari jadwal, kami baru berangkat sekitar satu jam kemudian dan selama kurang lebih 2,5 jam kemudian kami habiskan di atas kapal feri. Ini pengalaman pertama saya menumpang kapal feri, dan hampir tidak ada bedanya dengan kapal penyeberangan lainnya selain karena kapal feri memang lebih banyak memberi ruang untuk kendaraan bermotor.
Setelah perjalanan sekitar 2,5 jam melintasi lautan dan sempat menikmati sunset dari atas feri, kami akhirnya menginjakkan kaki di tanah Selayar. Tapi perjalanan belum selesai karena kami masih harus menuju kota Benteng, ibukota kabupaten kepulauan Selayar. Jarak dari dermaga penyeberangan ke kota Benteng ternyata lumayan jauh, total sekitar 1,5 jam kami habiskan sebelum sampai di terminal kota Benteng.
Perjalanan jauh dengan waktu tempuh sampai 12 jam lebih itu akhirnya pungkas juga ketika kami tiba di pusat kota Benteng. Setelah mengisi perut dan mengunjungi Tinabo Dive Center, kami beranjak menuju rumah Kadis Pariwisata kabupaten kepulauan Selayar. Di sana kami berbincang sejenak sekaligus berdiskusi soal kondisi taman nasional Takabonerate, tentang sebuah kawasan dengan atol terbesar ketiga di dunia tapi sampai saat ini masih belum dikelola dan dipromosikan secara optimal.
Malam sudah cukup larut ketika kami pamit dari rumah bapak kepala dinas dan menuju penginapan yang sudah disiapkan beliau. Hanya sejenak menaruh barang bawaan dan membasuh muka, kami sudah langsung menuju caf? Tempat Biasa (TB). Sebuah kafe yang berdiri atas inisiatif beberapa pecinta laut, sekaligus jadi tempat berkumpulnya para diver dalam naungan Sileya Dive Center. Di sana kami banyak berbincang tentang Takabonerate, sekaligus menggali banyak informasi tentang sebuah kawasan yang begitu indah namun seperti terlupakan itu.
Gusung dan Perjalanan Panjang Ke Jinato
Seperti umumnya orang liburan, tidur selalu jadi pilihan akhir. Saya yang sekamar dengan Lelakibugis dan Cikal masih sempat ngobrol sampai menjelang subuh sebelum akhirnya memejamkan mata. Pagi itu kami menjadwalkan akan mengunjungi sebuah pulau di seberang Selayar bernama Gusung. Menurut informasi, di sana ada spot keren untuk snorkling.
Dengan perahu cadik yang memuat sampai 11 orang, kami akhirnya menyeberang. Cuaca sangat mendukung, awan menggantung di atas dan menutupi matahari sehingga kami bisa menikmati perjalanan menyeberang yang memakan waktu hampir 30 menit itu.
Sayang sekali karena pagi itu air laut rupanya surut sangat jauh, sehingga spot yang dimaksud jadi tidak terlihat. Akhirnya kami cuma jalan-jalan mengitari pulau yang meski sangat luas namun hanya dihuni sekitar 200an KK itu. Hal yang cukup menghibur adalah banyaknya lukisan alam yang bisa saya abadikan dengan kamera.
Menjelang jumatan, kami akhirnya kembali ke Selayar. Bersiap-siap untuk perjalanan selanjutnya yang merupakan inti dari perjalanan panjang ini.
Selepas jumatan dan mengisi perut, kami bergegas ke dermaga Rauf Rahman yang berada dalam kota Benteng. Di sana sudah ada sebuah kapal kayu besar yang bisa memuat 200an penumpang. Kapal inilah yang akan kami gunakan untuk menyeberang ke pulau Jinato, salah satu dari 21 pulau yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Takabonerate. Kapal sudah sesak dipenuhi oleh para undangan dari berbagai instansi yang memang diundang untuk menikmati TIE. Di atas kapal juga ikut rombongan ibu-ibu PKK termasuk ibu bupati.
Menjelang pukul 3 sore kapal akhirnya meninggalkan kota Benteng. Dari informasi yang kami dapat, perjalanan akan ditempuh dalam waktu 7 sampai 8 jam. Perjalanan yang panjang dan melelahkan pastinya. Kami duduk di haluan kapal, beratapkan langit biru karena bagian khusus untuk penumpang tentu saja diutamakan untuk rombongan pejabat dan ibu bupati. ?Lagipula, duduk di haluan rasanya lebih menyenangkan daripada di dalam ruangan yang sumpek.
Suasanya sungguh berkesan, berbaur dengan puluhan penumpang lainnya kami bisa menikmati hamparan lautan luas dan tentu saja matahari terbenam yang tak terlindungi hutan beton. Ketika malam merambat datang, bintang-bintang terlihat begitu indah. Kerlap-kerlip bintang dan hembusan ringan angin laut sungguh membuaikan. Sebuah pengalaman yang sungguh berkesan.
Selama 8 jam kami melintasi selat Flores menuju pulau Jinato. Beruntung karena cuaca sangat mendukung, pun laut sangat tenang sehingga kekuatiran kami akan mabuk laut tidak menjadi kenyataan. Meski begitu, tak urung saya sempat terserang sakit kepala. Mungkin karena keletihan. Berkali-kali saya mencoba berbaring di atas lantai kayu kapal, sempat tertidur meski tidak terlalu nyenyak.
Betul-betul sebuah perjalanan panjang menuju surga.
( bersambung ke bagian kedua )
Daeng sekalian tulis cerita khusus soal pil andalan itu dan pemuda gondrong yang menjadi pengguna setianya 😀
tenang daeng, itu ada ceritanya sendiri nanti..=))
Wow..perjalanan yg seru dan mengesankan. Jadi pengen ke Takabonerate juga. Ditunggu lanjutan ceritanya Daeng!
siap pak..!!
ini sedang diramu di dapur 😀
lokasinya keren daeng, makasar beruntung ya byk tempat indah disekitarnya 🙂
anuh, ini bukan di sekitar Makassar…:D
jauhh banget..tapi masih satu propinsi sih..
foto Pemandangan indah di pulau Gusung keren daeng
*Mengiri*
ahhayy..mana ole2 dr Toraja ?
huakakaka belumpi jadi job disana insya allah awal bulan desemberpi kembalika lagi dan membawa ole” 😛
oke teman..ditunggu..
saya kangen mau ke Toraja lagi. tapi ndak pernah sempat.
carikan ka info soal penginapan di sana nah..? mauka ke sana sama keluarga 😉
wah seru banget, perjalanan benar2 menuju surga, *pengen juga…:D.
dirimu sibuk belah..jadi ndak bisa ikut 😛
tempatnya kereeeen….
jadi iriii pengen kesana nih om ….
mudah2an kamu bisa ke sana Yud..
pulau keren ini pasti akan terlihat lebih keren bila direkam dengan kameramu 🙂
Mantapnya ini jalan-jalan
Daeng, saya baru tahu ada bus besar menuju Tanaberru. Kenapa nggak naik Kijang saja, Daeng? Waktu tempuh hanya 4-5 jam? Waktu itu saya naik Kijang dengan kapasitas “gila”. Di belakang 4 orang, tengah 4 orang (waktu itu bahkan sampai ber 5!!!) , depan dua orang, saya duduk mepet pintu, kaca tidak ditutup, alhasil, saya makan angin sepanjang perjalanan dari Gowa sampai Bulukumba. Hahaha. Berhenti cuma di Bantaeng buat mengisi perut dengan Sop Konro seharga Rp. 25.000. Kalau sampai 7 jam sich, sadis banget yaaaa….hehehe…padahal jalur Mellengkeri – Bulukumba cukup mulus dan bagus. Nggak ratanya hanya di sekitaran Bantaeng saja rasanya. Persoalan lainnya, lebar jalan terbatas, jadi kalau mau ngebut musti perhatikan ukuran kendaraan. Tapi anehnya, kijang yang saya tumpangi seperti nggak memiliki tuas rem. Adanya cuma gas dan gas doank. Alhasil….ngebut sengebut ngebutnya. Hahahaha
Waktu itu saya diinfokan sih soal Pulau/Kabupaten Selayar yang masih berada di tengah Laut Flores sana (Hmm…laut sich kayaknya, bukan Selat, Daeng…hihihihi…)
Btw, saya nggak kebayang deh, Daeng. berapa jam tuh di atas kendaraan sebelum akhirnya mencapai Kota Banteng…hihihi…dijamin sudah lepek dan lengket deh semuanya. hihihihi. siraman air pasti merupakan suatu karunia banget deh. hehehehe. Saya belum pernah naik kapal sampai 7-8 jam sambil duduk di buritan. hihihi. Kalau naik kapal, saya pengennya minum obat trus tidur aja deh. hihihihi. daripada muntah-muntah sepanjang perjalanan. hehehehe
itu busnya langsung ke Selayar, makanya bus gede..
dan oh ya, kayaknya saya salah tulis..harusnya laut bukan selat 😀
dirimu tidak tahan mabuk laut ya..?
hahaha..susah kalau mau dibawa ke Taka Bonerate..
*pembelaan diri*
waktu dari Bulu, Jepara – Karimunjawa selama 6 jam sih saya mabuk ga berhenti-henti. Kapal yang digunakan adalah kapal ro-ro.
entah apakah kapal yang saya gunakan berikutnya lebih besar dan lautnya lebih tenang, tapi dari Sibolga Nauli – Gunung Sitoli dan sebaliknya, saya nggak mabok sama sekali.
Saya belum mengidentifikasi lebih lanjut dimana akar persoalan ini bisa bermula :p
wah indah banget kk>>>oh iya pernah tdk dapat daerah yg ditakabonerate didaerah itu ada 1 kampung sekeluarga semua gak ada orang lain para-parana ji baku menikah.pernahki kesana kk?