Taka Bonerate Bag.3 ; Potensi Yang Terpinggirkan
Indonesia kaya akan potensi alam, tapi masalahnya selalu sama. Selalu saja potensi itu terpinggirkan.
Namanya Nadzrun Jamil, tapi lebih akrab disapa pak Jamil atau Aa Jamil. Lelaki kelahiran Padang-Sumatera Barat ini sekarang menjabat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate Wilayah I. ??Perjalanan hidupnya agak unik, sebelum menjejakkan kaki di tanah Selayar dia lebih dulu mengabdi di Taman Nasional Meru Wediri kabupaten Jember. Selayar dan Taka Bonerate adalah persentuhan pertamanya dengan laut. Tak pernah terpikir sebelumnya dia akan jatuh cinta pada laut.
Jalan hidup manusia memang tidak dapat ditebak. Ketika tiba di Selayar tahun 2007, dia mulai jatuh cinta pada laut dan tentu saja pada Taman Nasional Taka Bonerate. Rasa cinta itu juga yang membuatnya belajar menyelam dan mengambil sertifikasi PADI. Tak heran bila dalam waktu singkat dia sudah syah menjadi instruktur. Lebih cepat dari teman-teman seangkatannya.
Lelaki gempal itu sangat ramah ketika pertama kali kami bertemu dengannya di Tinabo Dive Center di kota Benteng, Selayar. TDC adalah sebuah usaha yang dirintis beberapa orang dan diserahkan kepada pak Jamil untuk dikelola. Malam itu pak Jamil antusias menunjukkan kepada kami foto-foto dan rekaman video bawah laut. Selain senang menyelam, beliau juga hobi mendokumentasikan keindahan alam bawah laut dengan kamera Canon 7D lengkap dengan segala perangkatnya. Katanya, total investasinya mencapai harga 65 juta rupiah.
” 65 juta cuma buat dicebur-ceburin”, katanya sambil tertawa renyah.
Ketika menjejakkan kaki di pulau Tinabo, beliau juga menyambut kami dengan ramah. Saat itu beliau sedang bersiap-siap untuk mengantar beberapa tamu dari BRI Selayar untuk melakukan intro dive. Beliau juga menawari kami untuk ikut intro dive, sayangnya karena kami tidak mempersiapkan dana sehingga hanya Syamnsoe seorang yang menangkap tawaran itu. Untuk sekali dive intro dengan durasi sekitar 1 jam biaya yang harus dibayarkan sekitar Rp. 400.000.
Selepas berenang dan snorkling, di bawah sebuah bangunan sederhana kami mulai ngobrol banyak tentang pulau Tinabo dan Takabonerate. Matahari yang cerah serta angin laut yang sejuk menjadi pelengkap obrolan kami siang itu.
Taka Bonerate dan illegal fishing
Taka Bonerate adalah kawasan atoll terbesar ketiga di dunia, ditunjuk menjadi kawasan taman nasional sejak tahun 1998 dan resmi ditetapkan menjadi kawasan taman nasional pada tahun 2001. Taka Bonerate merupakan gugusan pulau berjumlah 21 pulau dengan luas total 530.000 Ha., ?220.000 Ha di antaranya adalah gugusan karang. Dari 21 pulau yang menjadi bagian dari Taka Bonerate, hanya 8 di antaranya yang berpenghuni. Selebihnya adalah pulau tak berpenghuni .
Kenapa sampai Taka Bonerate ditetapkan jadi taman nasional ? Tentu karena ada sesuatu yang spesial di sana. Menurut penuturan pak Jamil, selain sebagai atoll terbesar ketiga di dunia, Taka Bonerate juga punya banyak spot diving yang unik. Salah satunya adalah kawasan Tinanja yang mempunyai kawasan soft coral yang flat dan berwarna-warni. Karakteristiknya yang unik itulah yang menjadikan kawasan Taka Bonerate ditetapkan sebagai taman nasional.
Masalah utama yang dihadapi taman nasional Taka Bonerate adalah soal illegal fishing, atau banyaknya nelayan tradisional yang menangkap ikan dengan cara-cara yang haram seperti melakukan pengeboman atau bius. Cara-cara ini jelas merusak ekosistem karena membuat karang-karang yang menjadi rumah para ikan-ikan itu menjadi hancur. Secara tidak langsung juga menurunkan hasil produksi laut di sekitar Taka Bonerate.
Untuk menekan jumlah illegal fishing itu, menurut pak Jamil tidak cukup hanya dengan menambah personil. Saat ini jumlah personil yang menjaga kawasan Taka Bonerate memang masih sangat sedikit, total ada 16 orang untuk tiap-tiap wilayah yang terbagi atas 2 wilayah itu. Sementara untuk Jagawana yang dipersenjatai hanya ada 6 orang. Sangat minim bila dibandingkan dengan luas kawasan Taka Bonerate. Karena itulah, menurut pak Jamil hal terpenting yang harus dilakukan adalah penyadaran. Penyadaran kepada masyarakat untuk meninggalkan praktek illegal fishing.
Saat ini pihak taman nasional Taka Bonerate berusaha menggandeng masyarakat sekitar untuk ikut merasa memiliki taman nasional Taka Bonerate. Salah satunya adalah melibatkan mereka dalam segala usaha mengembangkan kawasan wisata Taka Bonerate. Melibatkan masyarakat untuk ikut menyediakan kapal sampai menjadi tenaga penyedia makanan atau melayani turis. Cara-cara ini menurut pak Jamil secara tidak langsung membuat masyarakan merasa dilibatkan dan sedikit demi sedikit rasa memiliki akan tumbuh sehingga diharapkan bisa menekan illegal fishing.
Cara itu memang tidak gampang. Setidaknya butuh waktu panjang sebelum hasilnya benar-benar bisa dirasakan, apalagi sampai saat ini koordinasi dengan pemerintah daerah Selayar masih belum beres sepenuhnya. Pemerintah kabupaten kepulauan Selayar masih terkesan lambat untuk ikut mempromosikan kawasan Taka Bonerate. Infrastruktur masih jadi masalah terbesar bila kita berbicara tentang pariwisata. Sampai saat ini belum ada pelayaran reguler yang menghubungkan antara pulau Selayar dengan pulau-pulau di kawasan Taka Bonerate sehingga tentu saja para calon turis harus merogoh koc ek yang dalam bila memang ingin berkunjung ke sana.
Hasilnya tentu akan berbeda bila pemerintah daerah mau berinvestasi dengan mengadakan jalur pelayaran reguler menuju pulau-pulau di Taka Bonerate, khususnya pulau Tinabo yang jadi pusat pemanfaatan wisata. Setidaknya ini yang menjadi masalah besar, program antara pengelola kawasan Taka Bonerate dengan pemerintah daerah masih belum sepenuhnya bisa berjalan beriringan. Tidak heran bila Taka Bonerate kalah populer bila dibandingkan dengan Wakatobi misalnya, padahal kedua kawasan ini sama-sama ditetapkan sebagai taman nasional dalam waktu yang berdekatan.
Begitulah, negeri kita memang kaya akan potensi tapi tidak semua potensi itu bisa dikembangkan dengan baik terlebih bila bicara tentang potensi wisata.Taka Bonerate adalah bukti miskinnya ide pemerintah daerah dalam mempromosikan kawasan wisatanya. Seandainya mereka serius dan mau mencari ide-ide cemerlang, bukan tidak mungkin kawasan Taka Bonerate akan sangat terkenal mengingat potensi alamnya yang luar biasa. Dan itu jelas akan menjadi sebuah alasan untuk menurunkan jumlah ilegal fishing sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga sekitar. Sederhana tapi saling berkaitan.
Saya hanya berharap suatu hari nanti akses menuju Tinabo di kawasan Taka Bonerate akan lebih mudah daripada sekarang. Saya berharap akan lebih banyak orang yang bisa menikmati sepotong surga di Selatan Sulawesi itu. Karena Tinabo dan Taka Bonerate memang layak untuk dinikmati.
daeng.
aku pengen ke sana 🙁
wajar sih..pulaunya memang indah soalnya..:)
mirip bunaken yah..bunaken sih gag ada illegal fishing tapi dicemari ma sampah T_T hiiiikkzzz…padahal taman lautnya keren sangatttt,,
kesadaran akan potensi yang dimiliki itu emang masih kurang, jika dimanfaatkan sebaik2nya oleh pemerintah setempat tentunya akan menambah PAD, dan bisa memberdayakan masyarakat setempat. Secara umum juga bisa menarik wisatawan mancanegara untuk datang kesini..
iya, keseriusan Pemda memang sangat dinantikan di sini.
Indonesia kaya, tapi tidak bisa mengurus 🙁
Oh…negeriku, ternyata alammu begitu indah, surga telah jatuh di pangkuan ibu pertiwi, semoga kita bisa menjaganya selalu.
O ya, Daeng Ipul juga turut menyeburkan kameranya?, sehingga mendapatkan gambar di bawah itu?, 🙂
ndak, kebetulan dapat kamera pinjaman 😀
Kerennya..
Kapan ya bisa ikutan -ihk…
begini saja..bagaimana kalau bapak yg jadi sponsor utama..kami ikut menemani saja 😀
menyimak dengan seksama seri tulisan ini. kagum dengan alamnya sekaligus miris melihat potensi yang tidak dikelola dengan baik. biayanya mahal sekali sehingga hanya segelintir orang yang mampu ke sana.
soal illegal fishing, saya tertarik dengan usaha penyebaran info ke masyarakat akan pentingnya menjaga laut. cara2 apa yang sudah berjalan di sana?
nah, kalau soal itu kita tanya Daeng Nuntung saja yg lebih paham..:D
seperti yg dibilang pak Jamil di atas, mereka lebih konsern ke penyadaran, bukan perlindungan atau pencegahan secara fisik
Jangan sampai keburu dikelola oleh asing baru deh kita kelabakan dan kebakaran jenggot. Entah bagaimana caranya di Raja Ampat ada resort asing yang justru lebih bisa melayani para wisatawan.
Salut untuk AA Jamil yang tidak henti-hentinya mengajak masyarakat turut serta dan diberdayakan untuk turut membangun serta mengonservasi Taka Bonerate. Memang, cara ini adalah cara yang paling efektif yah untuk membangun masyarakat yang sadar wisata. Soal pemerintah daerah, ya ini memang PR kita bersama sich. Pemerintah daerah belum sepenuhnya berwawasan dan bervisi wisata. proses bangun wisata memang nggak gampang. prosesnya berat, namun hasilnya bisa dinikmati dalam waktu panjang. Beda dengan barang tambang (rasanya banyak pemerintah daerah kita masih berorientasi kesana deh), prosesnya cepat namun hasilnya tidak bisa dinikmati lama, bakan cenderung merusak alam 🙁
ada kemungkinan juga PAD belum mencukupi untuk membuat sebuah transportasi reguler dari Selayar menuju Tinabo (atau transportasi dari Makassar menuju Benteng/Tinabo atau juga bisa dengan membangun bandara di wilayah Sinjai atau Bantaeng atau Bulukumba). Saya jadi inget pemda Sumatera Utara melayani masyarakat dengan kapal kecil berkapasitas 18 orang dari Pinang Sori ke Binaka seminggu sekali. Harga tiketnya pun murah dan cukup terjangkau karena soal subsidi. Walaupun masih seminggu sekali, tapi tampaknya ini bisa dijadikan contoh yang baik untuk dikembangkan dan diterapkan di Taka Bonerate.
mm…punten dan maaf ya Daeng. mungkin maksudnya Meru Betiri. hihihi…bentar lagi daku kena sambit dah, soalnya koreksi terus…:p *kaburrr*
kekurangan terbesar Pemda di Indonesia adalah itu..
bisnis wisata memang butuh investasi besar dan perhatian yg serius, efeknyapun tidak langsung terasa..beda memang dengan industri tambang misalnya..
itu yg selalu jadi masalah..
soal Meru Betiri..kayaknya memang saya yg salah dengar..:))
aahhh… pengennnn kesanaaaa…