Macet..Macet..Macet

Salah satu titik macet di kota Makassar

Dua hari yang lalu saya pulang malam, seperti biasa rutenya selalu lewat jalan Antang Raya kemudian berbelok ke arah Jl. Borong Raya. Seperti biasanya juga, jalur itu kembali padat oleh kendaraan dan ujung-ujungnya terjadi kemacetan luar biasa. Dari arah Tello kemacetan sudah bisa dirasakan mulai dari depan pompa bensin, terus memanjang sampai ke arah Antang. Pusat kemacetan adanya di pertigaan Antang Raya dan Borong Raya di mana kendaraan roda dua, roda tiga maupun roda empat seperti saling bertumpuk.

Beberapa tahun belakangan ini rasaya pusat kemacetan di kota Makassar semakin bertambah saja. Saya pernah bertanya ke seorang teman, ” adakah jalan di kota Makassar yang tidak macet di jam bubaran kantor ?”, jawabannya mungkin “ada”, tapi saya yakin anda pasti perlu waktu untuk berpikir dulu sebelum menjawab.

Kalau dari Antang masuk ke Borong, Toddopuli kemudian ke Hertasning maka saya yakin kita akan dengan mudahnya menemukan titik-titik kemacetan. Jalur yang saya sebut tadi sepertinya sudah mulai terkenal sebagai titik kemacetan mengikuti jalur-jalur lainnya seperti Abdullah Dg.Sirua dan Adhyaksa Baru.

Volume kendaraan yang terus bertambah dengan pesat sangat tidak berbanding lurus dengan volume jalan yang daritahun ke tahun nyaris stagnan. Ini kemudian diperparah oleh perilaku pengguna jalan yang kurang patuh, egois dan tidak sabaran. Kita tidak usah lagi menyalahkan sopir mikrolet yang sejak dulu sudah jadi terdakwa utama penyebab kemacetan. Sekarang ini hampir semua pengguna kendaraan sudah masuk kategori terdakwa penyebab kemacetan.

Motor bisa dengan seenaknya keluar jalur, menyalip ke sana ke mari tapi alih-alih keluar dari kemacetan, tindakan ini malah kadang Cuma memperparah kemacetan. Belum lagi para pengguna jalan yang membawa gerobak besi, mobil bisa mengkilap tapi kelakuan tetap saja supir angkot. Akibatnya, ya macet hanya tinggal tunggu waktu saja.

Sampai sekarang saya belum tahu apa yang ada dalam benak para pengambil keputusan di kota Makassar terkait kemacetan ini. Akar masalahnya masih tetap sama, pemerintah kota gagal menghadirkan angkutan massal yang nyaman, terjangkau dan mudah diakses untuk mengurangi nafsu warga untuk punya kendaraan pribadi. Pemerintah kalah cepat dari pemodal yang berani memberikan banyak kemudahan untuk para warga yang mau punya kendaraan sendiri. Untuk sebuah unit motor saja anda hanya perlu menyiapkan uang 500 ribu, dan ta..da..satu unit motor sudah siap jadi tunggangan anda ke sana ke mari. Persoalan bayar per bulannya bisa ditutupi atau tidak itu urusan belakangan.

Di sisi yang berbeda, pengurusan SIM juga tidak kalah mudahnya. Anda tidak perlu ikut test segala macam untuk membuktikan anda layak menyimpan selembar kertas berlaminating itu di dompet anda, cukuplah membayar beberapa ratus ribu dan silakan nikmati kenyamanan berkendara .

Pemerintah kota harusnya sudah mulai mempersiapkan diri sejak sekarang, mereka harusnya lebih fokus untuk membenahi hal-hal mendasar yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh warga kota. Apalah gunanya menambah mall baru di kota Makassar kalau kebutuhan dasar warga seperti jalanan yang lancar dan tak berlubang serta tak tergenang air di musim hujan tetap tak terpenuhi.

Rencana menghadirkan transportasi massal bagi seluruh warga hanya sebatas wacana yang terus bergulir dari tahun ke tahun tanpa pernah kita tahu progress realisasinya sudah sampai mana. Kalau kondisi ini terus dibiarkan maka saya yakin suatu saat nanti kita akan terbangun dengan sebuah kenyataan kalau kota Makassar sudah sama semrawutnya dengan Jakarta. Suatu hari nanti pemerintah kota akan sadar kalau benang kusut tata kota Makassar sudah benar-benar susah untuk diurai.

Anda mau kota Makassar sama macetnya dengan kota Jakarta..?, terus terang saya tidak mau.