Enrique Maluku dan Rempah Nusantara

Sebagian kecil rempah Indonesia
Sebagian kecil rempah Indonesia

Dunia mengenal nama-nama seperti Vasco Da Gama, Ferdinand Magellan atau Christopher Colombus sebagai para pengelana dan penakluk lautan.

Nama-nama itu bahkan dianggap sebagai orang-orang pertama yang menjelajahi bumi, jauh sebelum teknologi berkembang pesat. Tapi, kalau menyebut nama Enrique Maluku, berapa banyak orang yang mengenalnya?

Nama Enrique atau Henrique atau Henry memang kalah mentereng dengan nama-nama yang tersebut di atas, padahal menurut catatan Antonio Pigafetta seorang penulis asal Italia yang ikut pada pelayaran Ferdinand Magellan, Enrique banyak mengambil bagian dalam menentukan keberhasilan pelayaran Magellan mencari jalur menuju surga rempah di Nusantara sebelum akhirnya berhenti di Cepu, Filipina.

Catatan ini juga sekaligus mengisyaratkan kalau Enrique setara dengan nama-nama penjelajah besar seperti Vasco da Gama, Magellan dan Colombus.

Latar belakang Enrique memang masih gelap, nyaris tidak ada catatan pasti tentang siapa dia sebenarnya. Bahkan, asalnyapun sampai sekarang masih diperdebatkan. Orang Malaka mengklaim kalau Enrique berasal dari Malaka, bahkan kisah kehebatannya terkenal sampai ke Filipina. Orang Malaka menjulukinya Enrique Malaka atau Datuk Laut Hitam.

Tapi kalau menilik cerita Antonio Pigafetta, bisa jadi Enrique berasal dari Maluku. Dikatakan kalau Enriqe berkulit gelap dengan rambut yang kerinting sehingga kadang dia juga disebut dengan nama Enrique de Negro atau Henry the black. Ciri fisik itulah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menyebutnya sebagai Enrique Maluku.

Penelusuran sejarah memperkirakan Enrique meninggalkan Maluku di usia sekisar 10 tahun di tahun 1503. Enrique bisa saja meninggalkan Maluku untuk ikut pelayaran pala dari Banda Neira dan cengkeh dari Amboina ke Malaka atau beberapa tempat lainnya. Rempah yang membuat Enrique keluar dari Maluku dan rempah juga yang akhirnya membawa dia kembali ke Maluku.

Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis di tahun 1511, Enrique direkrut oleh Magellan dan diperkejakan di kapalnya. Sejak saat itu Enrique menjadi salah seorang anak buah kesayangan Magellan. Ketika Magellan membelot ke Raja Spanyol pada tahun 1517, Enrique juga ikut serta.

Kala itu Magellan mengajukan proposal kepada Raja Charles I dalam usahanya untuk menemukan pusat rempah di Asia Tenggara. Magellan dengan bantuan Enrique yang paham betul jalur ke Maluku mengajukan jalur baru untuk menguasai rempah di luar jalur yang sudah dibuat oleh Vasco Da Gama yang berputar melalui Tanjung Harapan.

Rute perdagangan rempah di abad pertengahan  (sumber: iro.montreal.ca)
Rute perdagangan rempah di abad pertengahan
(sumber: iro.montreal.ca)

Enrique yang aslinya memang dari Maluku sangat paham adat istiadat dan bahasa negara-negara di Asia Tenggara, faktor inilah yang jadi keuntungan Magellan dalam mencari rute baru mengasai rempah Nusantara. Sayang karena akhirnya penjelajahan mereka berakhir di Filipina ketika mereka harus perang dengan warga setempat. Dari seluruh awak kapal hanya 18 yang tercatat selamat, dan kisah Enrique tidak pernah ditemukan lagi setelahnya.

***

Kisah Enrique Maluku dengan segala misteri di belakangnya hanya satu dari sekian banyak kisah di balik rempah Nusantara. Enrique Maluku meninggalkan kepulauan Maluku karena rempah, kemudian menjadi bagian dari pelayaran Magellan menuju Asia Tenggara juga karena rempah.

Di abad 15 rempah adalah barang mewah, sekarung pala dengan beragam khasiatnya berharga sangat mahal, begitu juga dengan cengkeh. Pala dan cengkeh adalah dua rempah endemik Maluku yang membuat orang-orang kulit putih dari Eropa menyeberang jauh, mempertaruhkan nyawa untuk datang ke Asia Tenggara.

Kedatangan orang-orang Eropa itu adalah sumbu dari lahirnya kolonialisme. Rempah yang menggoda itu adalah alasan mereka untuk memonopoli jalur perdagangan, kemudian memonopoli perkebunan dan bahkan akhirnya ingin menguasai semua daerah di Nusantara. Berawal dari rempah, danberlanjut di kolonialisme.

Berabad-abad kemudian kolonialisme orang kulit putih itu tidak lagi karena rempah, rempah mulai bisa ditanam di daerah lain dan akhirnya harga rempah mulai turun. Kolonialisme yang sudah bertahan ratusan tahun itu akhirnya terdesak oleh pergerakan di Nusantara yang kelak memperkenalkan konsep negara kesatuan Indonesia.

Berawal dari rempah dan berakhir di proklamasi. Kalau tak ada rempah, mungkin Indonesia tidak akan pernah ada.

Beratus-ratus tahun setelah kedatangan orang Eropa yang memicu kolonialisme di Nusantara itu, lahirlah Indonesia. Negara yang hingga saat ini masih saja tenggelam dalam karut-marut politik dan ekonomi. Orang Indonesia mulai lupa kalau rempahlah yang dulu menyatukan mereka, rempahlah yang membuat orang kulit putih itu datang ke Nusantara dan berujung pada kolonialisme dan gerakan kemerdekaan.

Mungkin akan elok rasanya kalau negeri ini benar-benar mampu menciptakan satu museum rempah yang menyimpan seluruh cerita panjang rempah Nusantara yang dulu begitu dicari dan dipuja orang kulit putih. Rempah adalah satu bagian penting perjalanan bangsa ini, maka eloklah menyimpan satu catatan sejarah panjang itu dalam satu museum.

Museum Rempah Nusantara (desain: iPul G)
Museum Rempah Nusantara (desain: iPul G)
foto: dari berbagai sumber |desain: iPul Gassing
foto: dari berbagai sumber |desain: iPul Gassing

Tak berhenti sampai di situ, rempah juga harus bisa dijadikan sebagai salah satu bagian industri wisata Nusantara. Negeri-negeri yang terkenal sebagai penghasil rempah harusnya bisa menggali potensi mereka, menyatukan cerita sejarah rempah dan kisah romantisme panjang rempah Nusantara. Rempah bisa dipaketkan dalam satu paket wisata alam, mendatangi langsung perkebunan rempah, melihat proses pemetikan, proses perdagangan sampai proses pengolahan rempah hingga tiba di tangan konsumen terakhir.

Catatan tentang Enrique Maluku memang senyap. Kisah lelaki berkulit gelap yang diyakini berasal dari Maluku itu memang tak segemerlap kisah ?Vasco Da Gama, Ferdinand Magellan atau Christopher Colombus, tapi setidaknya dunia mencatat kisahnya sebagai salah satu pelaut tangguh Nusantara yang berlayar karena rempah.

Rempah yang dulu membawa Enrique pergi dari Nusantara dan membawanya ingin kembali ke Nusantara jangan sampai ikut senyap seperti nasib Enrique. Indonesia sebagai penghasil rempah harus menghormati rempah sebagaimana harusnya. Miris melihat fakta dari FAO bahwa ekspor rempah Indonesia bahkan tidak masuk dalam 10 besar dunia.

Museum rempah, wisata rempah dan kemasan rempah harusnya bisa jadi satu cara untuk membuat rempah Nusantara kembali ke tempat yang seharusnya. Dunia harus kembali melihat Indonesia sebagai surga rempah, seperti dulu di abad 15. Dunia harus menyadari Gemah Rempah Mahakarya Indonesia, agar nasib rempah tidak sesenyap nasib Enrique Maluku. [dG]