Cerita Sedih Dari Pilwali Makassar

Menuju Makassar 01
Menuju Makassar 01

Apa yang lebih menyedihkan dari para calon pemimpin yang justru lebih cakap menyindir dan mencari kelemahan lawan daripada menonjolkan program dan kelebihannya?

Pilwali Makassar sisa menghitung hari. Kurang dari 2 minggu lagi pemilihan walikota akan digelar, ada 10 pasangan calon yang siap maju bertarung merebut kursi Makassar 01. Kampanye resmi juga sudah dimulai, ditandai dengan jalanan yang akan macet parah di seputar lapangan tempat kampanye digelar. Kampanye tidak resmi sudah jauh lebih dulu digelar, ditandai dengan pohon di sekujur kota yang penuh dengan wajah para calon pemimpin itu.

Dalam masa kampanye terbuka ini ada beberapa kampanye yang buat saya terasa sangat menyedihkan sekaligus memalukan. Entah apa kampanye itu bisa digolongkan black campaign atau bukan tapi yang jelas isinya jauh dari berbobot. Kreatif mungkin iya, tapi buat saya kreatifnya di jalur yang tidak benar yang justru membuat isinya hanya bikin eneg alih-alih membuat simpati.

Koran lokal sepertinya dibanjiri oleh iklan-iklan serupa itu. Saya bilang sepertinya karena terus terang saya memang sudah lama tidak membaca koran lokal. Foto-foto tentang kampanye dan pesan menyedihkan itu hanya saya dapati dari media sosial, diunggah oleh teman-teman dan beberapa pengguna Facebook.

Pilwali Makassar
Iklan 1 (sumber: Grup Facebook Pilwali Makassar)

Mari kita lihat beberapa iklan tersebut. Iklan pertama yang menarik perhatian saya adalah sebuah iklan yang bergambar karikatur (sebagian besar memang bergambar karikatur) dengan gambar seorang anak kecil yang memainkan gitar. Sang anak menyanyikan lagu Pak Tua milik El Pamas yang kondang dari masa sejak saya masih berseragam putih biru.

Lirik lagu itu berbunyi “Pak tua sudahlah, kami mampu untuk bekerja. Pak tua sudahlah, engkau udah terlihat lelah oh ya.” Waktu kami masih SMP dulu lagu ini diasumsikan sebagai sindiran kepada Sudhomo yang meski sudah beruban di seluruh kepala tapi masih juga tidak mau turun dari pemerintahan. Plus si bapak tua itu juga masih rajin meminang wanita muda cantik sebagai istrinya. Di masa pemilihan walikota Makassar, lagu ini seperti ditujukan kepada salah seorang kandidat yang memang sudah bisa dibilang tua. Bahkan beredar rumor kalau si bapak sudah sakit-sakitan, meski tidak ada rumor yang mengatakan kalau beliau punya istri muda yang cantik.

Pilwali Makassar
Iklan 2 (sumber: Grup Facebook Pilwali Makassar)

Beberapa hari sebelumnya muncul iklan bernada politik dengan tema yang berbeda. Kali ini ada gambar jungkat-jungkit di atas tanah yang retak. Ada angka 9 di salah satu sudut jungkat-jungkit itu, sementara di sudut lainnya ada hewan sapi dan gajah. Mungkin hanya saya yang sok tahu, tapi iklan ini seperti menyindir kandidat lain yang diusung partai PKS yang kita tahu belakangan dikaitkan dengan kasus sapi impor. Setidaknya bukan hanya saya yang merasa karena ternyata beberapa pendukung sang calon juga bereaksi sama di media sosial.

Antara Politik Dinasti dan Calon Impor

Sekarang kita pindah ke iklan lain. Kali ini gambarnya juga karikatur, menghadirkan sosok yang jelas menunjukkan gambaran salah seorang calon walikota beserta calon wakil walikota. Karikatur ini menunjukkan bagaimana sang cawali menutup mulut sang cawawali. Gambar ini jelas terinspirasi dari kejadian ketika penyampaian visi misi beberapa waktu lalu. Saat itu sang cawali memang tidak memberi kesempatan kepada calon wakilnya untuk berbicara dan menyampaikan visi misi. Ini jadi bahan olok-olokan pendukung calon lain meski menurut pendukung sang cawali ini adalah strategi.

Iklan 3 (sumber: Facebook Kamaruddin Azis)
Iklan 3 (sumber: Facebook Kamaruddin Azis)

Bukan cuma adegan menutup mulut itu yang ada ditampilkan gambar karikatur yang dimaksud, karena ada juga beberapa tulisan yang membawa kata “KAKAK”, “MOKO” dan “POLIGAMI”. Tiga kata yang selalu dijadikan senjata untuk menyerang sang calon walikota yang memang adalah adik Gubernur SulSel (makanya dituding sebagai usaha melanggengkan politik dinasti) dan sedang terlibat kasus mandeknya proyek mobil Moko. Kata POLIGAMI sendiri ditembakkan ke calon wakil yang katanya memang hobi berpoligami.

Satu lagi iklan yang buat saya cukup menyedihkan. Kali ini bukan karikatur, tapi gabungan dari beberapa foto yang diolah secara digital. Gambarnya berlatar bandara dengan seorang pria berbaju oranye menggeret tas seperti layaknya orang yang hendak bepergian. Di belakangnya ada dua orang pria yang seolah sedang bercakap-cakap. Percakapannya tidak jauh dari nama kota Makassar dan Gorontalo. Iklan ini jelas menyerang salah satu calon walikota yang memang berasal dari Gorontalo dan dianggap sebagai calon impor karena tidak murni berdarah Bugis-Makassar.

Pilwali Makassar
Iklan 4 (sumber: Grup Facebook Pilwali Makassar)

Mungkin masih ada lagi iklan lain yang isinya sindiran dan serangan seperti 3 iklan di atas, apalagi belakangan ini muncul selebaran yang isinya cukup meresahkan warga. Iklan dan selebaran yang meresahkan itu mungkin memang sengaja dibuat untuk mempekeruh suasana, atau bisa jadi mungkin dibuat untuk menjadikan salah satu calon seolah-olah jadi korban hingga bisa mengundang simpati.

Menyedihkan karena calon yang ada bukannya bertarung dengan program dan rencana tapi malah bertarung sindiran dan serangan. Memang ada calon yang rajin menyebar program dan janji plus memamerkan prestasi tapi masih sebatas wacana. Program dan janji yang ditawarkan juga rasanya masih di awang-awang dan sulit untuk dikatakan realistis. Prestasi yang dibanggakan juga semata prestasi fisik yang sebenarnya bisa diraih siapa saja kalau memang punya kesempatan dan kedekatan yang sama dengan pemerintah kota. Lagipula, perkembangan kota tidak selamanya hanya dilihat dari perkembangan fisik bukan?

Menjelang hari pemilihan walikota Makassar saya malah melihat sebagian calon yang bertarung hanya sibuk menunjukkan rupa buruk mereka. Alih-alih mencari celah untuk memancarkan sinar cemerlang mereka, yang ada malah cara-cara yang semakin menampakkan carut marut wajah mereka. Menyedihkan sekali kalau sampai kota Makassar dipimpim oleh orang-orang seperti itu. [dG]