Hijab di Indonesia, Dulu Sampai Sekarang

Sebuah catatan singkat tentang perjalanan hijab di Indonesia, khususnya di lingkaran saya yang saya ingat.

Saya masih ingat zaman SMP, khususnya di akhir-akhir masa SMP di tahun 1992. Ada satu orang kawan yang terlihat sangat berbeda dari kebanyakan kawan yang lain. Dia – seingat saya – satu-satunya siswi di SMP kami yang mengenakan kerudung. Zaman sekarang mungkin lebih akrab dengan istilah berhijab. Tapi jangan bayangkan kerudung atau hijab yang dipakainya sama seperti hijab anak-anak zaman now yang trendi. Tidak, dia hanya mengenakan hijab sederhana berbentuk segitiga yang saat ini kerap disebut sebagai hijab anak pesantren.

Di tahun-tahun seperti itu rasanya memang belum banyak perempuan yang menutup kepala mereka dengan hijab atau kerudung, utamanya di sekolah umum. Mereka yang berhijab atau berkerudung itu kebanyakan hanya ada di sekolah khusus seperti Madrasah Ibtidaiyah, atau pesantren. Sekolah khusus buat pelajar muslim.

Larangan Orde Baru

Di dekade 1980-an, hijab dan identitas Islam lainnya memang belum terlalu nyaman untuk diekspos, utamanya di ruang publik. Pemerintah Orde Baru kala itu memang masih mengetatkan aturan tentang ekspresi yang berhubungan dengan identitas muslim. Pemerintah Orde Baru di bawah daripada Soeharto melarang penggunaan hijab di sekolah umum dengan alasan bahwa hijab adalah identitas atau simbol politik yang berasal dari Mesir dan Iran yang tidak sesuai dengan situasi budaya Indonesia. Pemerintah Orde Baru saat itu kuatir kalau hijab akan digunakan sebagai identitas politik yang bisa mengganggu stabilitas pemerintahan.

Larangan ini membuat pemakaian hijab menjadi sangat terbatas. Hanya bisa ditemukan di tempat khusus seperti acara keagamaan atau di tempat ibadah. Menemukan perempuan muslim berhijab di tempat umum bukan hal yang mudah saat itu.

Variasi lain dari hijab yang sangat umum di Indonesia saat itu adalah kudung atau kerudung. Sebuah kain berbentuk segi empat yang ditutupkan di kepala pemakainya. Penggunaan kerudung ini tidak menutup kepala secara keseluruhan, rambut penggunanya masih tetap terlihat. Tidak seperti hijab yang menutup keseluruhan rambut penggunanya.

Sebelum hijab menjadi sangat umum, kerudung memang sudah lebih dulu muncul dan umum digunakan perempuan muslim di Indonesia. Khususnya ibu-ibu, atau mereka yang sudah menikah dengan lingkup yang masih terbatas. Semata-mata di acara khusus seperti pengajian, atau acara bernuansa keagamaan. Sebagian juga ada yang memakainya ke acara pernikahan misalnya, tapi jumlahnya tidak banyak. Kerudung biasanya dipadukan dengan kebaya.

Ketika saya menilik foto-foto lama dari almarhumah Ibu, di situ kelihatan kalau sewaktu muda ibu juga kerap menggunakan kerudung ketika hadir di acara-acara. Mungkin itu karena sewaktu muda ibu aktif di organisasi Aisyiyiah, organisasi perempuan di bawah Muhammadiyah.

Muhammadiyah memang termasuk salah satu organisasi pertama yang mempopulerkan penggunaan kerudung bagi muslimah. Di majalah Soeara Aisjijah – majalah terbitan Aisyiyah – tahun 1938 muncul sebuah gambar panduan menggunakan kerudung bagi muslimah.

Petunjuk penggunaan kerudung di majalah Aisyiyah

Kalau ditilik lebih jauh ke belakang, pemakaian kerudung di Indonesia bisa dilacak sampai Abad ke-17. Di Sulawesi Selatan menurut C. Pelras, Arung Matoa (penguasa) Wajo, yang di panggil La Memmang To Appamadeng, yang berkuasa dari 1821-1825 sudah memberlakukan syariat Islam. Selain pemberlakuan hukum pidana Islam, ia juga mewajibkan kerudung bagi masyarakat Wajo. Sementara itu di Minangkabau, gerakan Paderi di abad-19 menimbulkan revolusi yang mengubah banyak kebiasaan masyarakat Minangkabau. Salah satunya adalah memunculkan keharusan menggunakan hijab bagi muslimah.

Pasca Orde Baru.

Masuk ke dekade 90-an, pemerintah Orde Baru mulai melonggarkan kekangan mereka kepada kelompok muslim. Bahkan Soeharto atas usulan beberapa penasihatnya mulai mendekati kelompok Islam. Mulai dari penghapusan larangan berhijab di sekolah umum, mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), hingga melakukan ibadah haji di tahun 1991.

Semua kebijakan Soeharto ini berdampak kepada semakin banyaknya muslimah yang menggunakan hijab, bukan lagi sekadar kerudung. Saya ingat di akhir masa SMA di tahun 1995-1996 beberapa teman perempuan saya di sekolah sudah mulai menggunakan hijab ke sekolah. Pemandangan siswi yang berhijab sepertinya sudah jadi umum di masa itu meski belum terlalu marak.

Ketika akhirnya rezim Soeharto tumbang di 1998, penggunaan hijab pun menjadi semakin populer. Bukan lagi didominasi oleh kalangan pesantren atau sekolah Islam. Saya ingat ketika masih di Jakarta di tahun 2000, ibu menelepon saya meminta saya membelikannya hijab.

“Saya sudah pakai jilbab sekarang,” kata beliau. Dan beberapa lembar jilbab pun menjadi salah satu oleh-oleh dari saya ketika kembali ke Makassar.

Memasuki milenium baru, hijab menjadi semakin populer. Bahkan sudah masuk ke ranah industri. Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia tentu sangat menggoda untuk para pebisnis. Salah satunya lewat hijab. Di masa itulah mulai bermunculan produsen hijab berskala besar yang perlahan juga mendorong munculnya tren fesyen baru untuk para muslimah.

Kalau sebelumnya model hijab selalu begitu-begitu saja, dengan model segitiga yang kerap disebut jilbab pesantren, maka sejak milenium baru mode hijab yang lebih trendi mulai bermunculan. Dari hijab yang dililitkan di leher hingga warna dan corak yang semakin menarik.

Sekolah guru putri, sekitar tahun 1950an

Di tahun 2015 dan 2016, dua institusi negara di bidang keamanan yaitu polisi dan TNI juga mulai mengeluarkan aturan membolehkan polwan dan perempuan tentara untuk menggunakan jilbab dengan beberapa aturan tertentu. Ini dianggap sebuah terobosan besar setelah berpuluh-puluh tahun kedua institusi itu belum mau mengakomodir muslimah di lingkup kerjanya untuk berhijab.

Hijab pun mulai memasuki ranah politik. Banyak politisi perempuan yang memoles penampilannya dengan menggunakan hijab, utamanya di musim-musim politik. Tujuannya tentu saja untuk menampilkan citra yang lebih solehah yang dipercaya bisa menarik hati banyak calon pemilih.

Bila sebelumnya hijab benar-benar diidentikkan dengan kesolehan seseorang, maka sejak akhir tahun 2000an hijab lebih kepada ekspresi fesyen dan mode. Orang mulai bisa memisahkan antara kualitas kesolehan dengan hijab. Mereka yang berhijab mulai dianggap tidak selamanya solehah, berbeda dengan periode sebelumnya ketika hijab masih dianggap standar kesolehan penggunanya.

*****

Perpaduan jilbab dan pakaian daerah

Sekarang hijab bukan lagi jadi barang yang aneh, bahkan sudah jadi sangat umum. Saya pernah iseng membuat survey di lingkaran saya dan menemukan fakta bahwa 8 dari 10 teman perempuan muslim saya sudah berhijab. Baik yang syar’i maupun yang hanya mengikuti tren fesyen. Di kota seperti Makassar, rasanya mulai sulit menemukan muslimah yang tidak berhijab meski hanya untuk kebutuhan fesyen.  Di sebagian perempuan di lingkaran saya pun mulai merasa tidak ikut tren bila tidak berhijab. Mereka yang muslimah tapi tidak atau belum berhijab justru menjadi minoritas atau melawan arus, seperti mereka yang berhijab di dekade 80-an atau awal 90-an.

Memang menarik melihat bagaimana hijab ini berkembang di Indonesia, melewati beragam zaman dan tantangan. Dari yang tidak lazim, hingga justru menjadi mainstream. [dG]

Referensi:
https://theconversation.com/hijab-di-indonesia-sejarah-dan-kontroversinya-112029
https://hijab.id/blog/mengenal-perkembangan-gaya-hijab-indonesia-dari-dulu-hingga-sekarang-a369c63e69.php
https://id.wikipedia.org/wiki/Jilbab_di_Indonesia