Tawuran Mahasiswa Makassar, 2 Luka Parah 3 Gedung Terbakar
Bad news it’s a good news. Pameo itu seperti lekat pada dunia jurnalistik, utamanya pada media massa mainstream. Berita tentang kriminal, kerusuhan, tawuran, kecurangan, skandal artis, lebih nyaman untuk dijual daripada cerita tentang sebuah gerakan penyadaran warga. Salah satu buktinya sedang terjadi sekarang di Makassar.
Anda pasti sering membaca judul tulisan di atas bukan ? Entah di media massa cetak ataupun di media massa online. Berita kerusuhan di Makassar, entah itu melibatkan mahasiswa atau warga sipil lainnya sepertinya memang menarik. Kerusuhan skala kecil bisa mengundang reaksi besar, dan media biasanya ada di barisan depan sebagai pemancing reaksi lewat blow up pemberitaan yang kadang overdosis.
Sebagai orang Makassar yang sering bergaul dengan orang di luar Makassar, khususnya dari pulau Jawa, saya sudah hapal dengan pertanyaan seputar kondisi keamanan Makassar. Bukan hal baru lagi ketika banyak yang mengajukan pertanyaan dengan nada setengah meledek.
” Makassar sering rusuh ya ? ”
” Makassar koq sering banget masuk tivi, kayaknya gak aman banget ya di sana ? “
Dan deretan pertanyaan lainnya. ?Kadang sampai jengah juga harus mengulang jawaban yang sama. Sampai bosan harus mengutarakan alasan yang sama.
Saya mencoba menebak bayangan apa yang ada dalam kepala mereka ketika mendengar kata Makassar. Mungkin sama dengan bayangan saya ketika menyebut Kabul atau Afghanistan. Sebuah kota yang menyuburkan rasa takut, memelihara rasa was-was dan mengingatkan kita untuk selalu waspada. Sebuah kota yang setiap saat bisa jadi kuburan kita, kota yang di mana kita berjalan-jalan selalu bergandengan tangan dengan malaikat pencabut nyawa. Kota yang di mana-mana selalu ada alasan untuk rusuh, ribut dan kemudian mati.
Ketika media massa melaporkan sebuah kerusuhan, lengkap dengan berlembar-lembar foto dan bermenit-menit rekaman, ketika itu juga sambutan khalayak mendadak ramai. Seketika itu juga citra Makassar akan semakin kuat sebagai kota yang tak aman, kota di mana mahasiswanya lebih senang tawuran daripada belajar dan berbuat sesuatu yang positif.
Tanggal 13 hingga 17 Juni, Makassar jadi tuan rumah Makassar International Writer Festival. Makassar kedatangan banyak penulis dan penyair luar biasa, dari dalam maupun luar negeri. Bahkan seorang Sapardi Djoko Damono, Trinity dan Riri Rizapun hadir di sana.
Makassar jadi tuan rumah untuk sederet acara luar biasa, acara yang jadi oase menyejukkan untuk para penikmat sastra dan literasi di kota pesisir selat Makassar ini. Orang-orang hebat itu berbagi banyak tentang banyak hal. Orang-orang hebat itu menggeliatkan sesuatu yang sudah lama hilang dari kehidupan warga, kesadaran untuk mencari kesenangan lewat sastra dan literasi.
Semalam, lini masa saya ramai oleh pertanyaan para kawan yang sepertinya heran karena ajang ini tidak mendapatkan ekspos dari media massa, lokal apalagi nasional. Ajang penuh kesejukan itu hilang di tengah hingar bingar berita kebobrokan pejabat, tingkah lucu wakil rakyat dan bahkan gosip murahan para selebritis.
Makassar International Writer Festival kurang seksi. MIWF bukan ajang yang pas untuk menarik atensi, pembaca masih lebih senang kalau berita yang diangkat adalah berita tentang kerusuhan, berita tentang tawuran atau berita tentang pejabat.
Saya membayangkan para pencari berita itu seperti elang yang mengintai mangsa, dan mangsa yang paling empuk adalah tikus yang gendut. Ketika yang berseliweran hanya seekor anak ayam yang lucu dan imut mereka cuek. Mereka menunggu tikus yang lebih gendut, lebih hitam dan dagingnya lebih banyak.
Kerusuhan, tawuran dan saudara-saudaranya itu adalah tikus besar berdaging empuk. MIWF, gerakan sosial warga, gerakan positif komunitas, itu hanya seekor anak ayam yang lucu yang dagingnya tidak seberapa. Tak cukup untuk mengganjal perut sekalipun. Jadi, kenapa harus susah-susah ? Adalah lebih baik menunggu tikus-tikus itu keluar dari sarangnya. Dagingnya lebih empuk.
Dan, begitulah. Makassar akan selalu dicitrakan sebagai kota yang ramai oleh tawuran, kerusuhan, kriminalitas, ketidakteraturan. Makassar akan selalu sepi oleh riak positif dari gerakan sastra, seni, komunitas atau apapun itu. Media punya andil di sini, ketika sebuah kerusuhan kecil diblow-up berlebihan, ketika itu juga citra rusuh itu makin kuat.
Makassar tidak seburuk itu kawan. Datanglah sesekali ke kota ini, rasakan semangat warga yang sama sekali berbeda dengan apa yang kalian baca, lihat dan dengar dari media massa itu.
Jangan melihat Makassar hanya dengan sebesar televisi dan selebar halaman koran/internet 😀
tapi lihatlah Makassar dari yang pake kaos Makassar Tidak Kasar
😀
berhubung saya ndak terlalu peduli dng berita,, saya tetep pengen maen ke Makasar.. entah kapan..
ditunggu lho Mas..:D
bikin judul heboh sih gpp, tapi masa isi berita sama sekali beda dgn judul? hehehe.
baiklah, Makassar masuk wish list traveling
gyakakakaka..maap kakak..
eh, tapi ada lho hubungannya..dan, kita tunggu yaa di Makassar
@Piwing: termasuk saya om
@Opa: Ini mungkin penerapan salah satu ilmu ngeblog yang lagi ditekunin dengan serius oleh penulis.
Apapun judulnya, tulisan ini sangat mewakili kegelisahan dan kegusaran saya setiap ditanya oleh teman dan tetangga selama tinggal di Jogja. Saya juga suka gayanya dalam menyindir media.
*Boleh dikenalin sama kakak-kakak yang pakai kaos di atas?
mau dikenalkan ?
kopdar saja kakak…:D
Banyak yang tertipu dengan judulnya (lmao)
Sengaja..:D
judul seperti ini biasanya lebih mengundang pembaca kan..? **ketawa licik**
iyah MAKASSAR TIDAK KASAR…
liat aja wajah? modelnya yang cantik? dan keren itu
*dikeplak*
hemm…saya meragukan pernyataanmu yg terakhir..
semoga aja makin terbukti kalau Makasar nggak kasar 🙂 (Pernah ke sana sekali tapi pas musim hujan…ampun deh…. harus ke sana lagi pas bulan baik nih….hehehe…)
ke sini aja sekarang..mumpung lagi musim panas..:D
Merasa tertipu dgn judulnya..
tp ternyata isinya……. sangat setuju…
jgn memandang Makassar “sebelah mata”..
Makassar bisa tonji melakukan hal2 positif..
*Modelnya sdh menyaingi artis2 tawwa.. ^^
hahaha, maaf kakak..bukan maksud hati untuk menipu
gak kok bandara nya aja lux bgt hehehe 😀
saya pgn kesana lagi hehehe
hahaha..ayo lah..mampir ya ?
semoga makin keliatan kalau Makasar nggak kasar 🙂 Btw, acaranya apa aja kemarin? ada International Writer yang datang nggak?
acaranya banyak ragammnya..
ada pembacaan puisi, workshop penulisan dll..
ada beberapa penulis dr Mesir dan Ethiopia yang datang
Aduuuuuuuhhhhhhhhhhh Gawat kecewa pengunjungggggggggggg
iye, daeng.. Memang bgi2 lah media massa. Tp stidaknya mari kita buktikan bahwa mkassar tidak seperti i2 melalui karya2 kita.
Saya yakin #Makassar tidak kasar..
Ceweknya lembut-lembut malah, ihihiiii
Kenapa makassar selalu begini ya ?
kalian belum liat makassar yang sesungguhnya,tawuran atau apapun itu bukan cuman dimakassar yang sering terjadi didaerah lainpun sering,namun tidak di ekspos berlebihan,lain halnya dengan di makassar terlalu didramatisir.kenapa tidak media meliput bagaimana mahasiswa makassar berupaya mempertahankan kebudayaan lokal yang ada di makassar.