Ibu Rumah Tangga ; Sebuah Renungan
Setelah menikah dan punya anak, seorang wanita akan dihadapkan pada pilihan. Menjadi ibu rumah tangga atau mengejar karier ? Semua dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tapi benarkah menjadi wanita karier lebih membanggakan dari sekadar ibu rumah tangga biasa ?
Tulisan ini terus terang terinsipirasi dari cerita seorang ibu blogger, ibu tiga orang anak yang menjadi ibu rumah tangga secara full time. Dia padahal lulusan teknik elektro dari sebuah universitas negeri terbesar di Indonesia Timur. Dia memang pernah bekerja selepas menikah, tapi tidak ada yang bertahan lama sampai akhirnya kemudian memutuskan untuk membaktikan seluruh waktunya merawat anak dan suami.
Terus, ?apa yang salah ? Tak ada yang salah tentu tentu saja. Si teman hanya bercerita tentang bagaimana orang tuanya tak pernah memancarkan binar kebanggaan di matanya ketika menyebut profesi anak perempuannya. Ibu rumah tangga biasa, begitu kata orang tuanya dengan nada datar. Tak seperti ketika menyebut profesi anak lelakinya, profesi yang selalu berhasil menghadirkan binar bangga di mata ketika menyebutnya.
Cerita di atas bukan cerita aneh bukan ? Bukan cuma satu-dua orang tua di negeri ini yang tak bangga ketika anak perempuannya memilih untuk “hanya” jadi ibu rumah tangga. Apalagi setelah mereka melewati deretan tahun yang berat untuk membiayai anak perempuan mereka hingga ke perguruan tinggi, melewati ribuan malam menemani anak perempuan mereka belajar dan mengerjakan tugas, melafalkan ribuan doa semoga anak perempuan mereka tetap bisa sekolah dan kuliah dengan baik. Semua orang tua pasti mengharapkan yang terbaik untuk anak mereka, meski tak selalu sama gambaran yang terbaik itu di kepala mereka dan kepala sang anak.
Ketika sang anak yang telah melewati prosesi bertoga hitam dan berfoto dengan gulungan seolah-olah ijazah namun kemudian memilih untuk tetap berada di rumah dan menjadi ibu rumah tangga maka terkadang sebagian dari mereka mengecap rasa kecewa.
Harapan sang anak perempuan akan bekerja di sebuah perusahaan besar atau bekerja dengan seragam khaki khas abdi negara yang mungkin saja sudah dipupuk sejak sang anak perempuan masih orok akan hancur, perlahan atau dengan cepat. Sebagian orang tua tak pernah menghayalkan anak perempuannya akan memilih menjadi ibu rumah tangga setelah ribuan hari yang dilewatinya dengan seragam sekolah dan diktat kuliah.
Tapi benarkah wanita karier itu lebih membanggakan daripada sekadar jadi ibu rumah tangga ? Jawabannya pasti beragam. Perdebatan tentang itu akan selalu ada di mana saja dan sampai kapan saja. Semua punya lasan untuk membenarkan jawabannya, di manapun itu.
Bagaimana dengan saya ?
Dulu mungkin saya menganggap wanita yang keluar rumah di pagi hari dengan seragam rapih, sepatu mengkilap dan badan yang wangi jauh lebih keren daripada wanita yang pagi harinya dihabiskan dengan menyapu halaman, menjemur pakaian atau menyetop tukang sayur yang lewat depan kompleks. Itu dulu.
Perjalanan hidup kemudian mengajarkan saya kalau menjadi ibu rumah tangga bukan hal yang mudah. Pendidikan terbaik untuk anak-anak, untuk generasi masa depan semua dimulai dari rumah. Siapa yang jadi ratu di rumah ? Siapa yang memegang kendali ketika sang suami lebih banyak menghabiskan waktu di luar sana untuk mencari nafkah ?
Ketika seorang wanita memilih untuk 100% berada di rumah, mengambil tanggung jawab penuh sebagai guru bagi anak-anaknya, menjadi pelayan bagi seluruh keluarga maka sejak itulah dia menjadi seorang wanita yang luar biasa. Tak gampang menjadi guru, perencana keuangan, pelayan, koki dan ibu dalam waktu bersamaan. Hanya merekalah yang luar biasa yang mampu melakukannya.
Mari kita coba berhitung dengan angka, meski sebenarnya ini tak sopan karena bagaimanapun tugas seorang ibu rumah tangga sangat tak ternilai harganya. Ilustrasi ini hanya sekadar pengingat, betapa tugas dan “harga” seorang ibu rumah tangga tak pernah mudah dan murah.
Seorang ibu rumah tangga mengerjakan semua tugas yang biasanya dikerjakan oleh para profesional. Lihatlah betapa mereka merencanakan keuangan, membereskan rumah, mencuci, menjemur dan menyetrika pakaian, memasak dan menyiapkan makanan, menemani anak-anak belajar, memandikan mereka, mengantar mereka ke sekolah dan masih banyak lagi rentetan pekerjaan lainnya.
Bayangkan kalau tugas itu semua dibebankan kepada para profesional. Bayangkan berapa besar biaya yang anda keluarkan untuk menyewa konsultan keuangan, juru masak, pelayan restoran, guru privat dan lain-lain. Bukan biaya murah tentu saja, apalagi kalau anda memang menginginkan hasil yang maksimal.
Jadi, siapa bilang ibu rumah tangga itu pekerjaan ringan dan murah ?
Jadi ? mana yang lebih keren dan membanggakan ? Ibu rumah tangga atau wanita karier ? Saya menolak menjawabnya. Saya percaya, selama kaum ibu itu melakukan tugasnya dengan ikhlas maka tak perlu mencari jawaban dari pertanyaan di atas. Tak ada yang lebih membanggakan daripada seorang ibu luar biasa yang ikhlas merawat rumah tangganya. Entah sebagai ibu rumah tangga penuh atau menyambi sebagai wanita karier.
Setuju ?
Setuju. Kerja di kantor atau di rumah, adalah pilihan yang keduanya butuh pengorbanan besar dan keikhlasan tingkat tinggi 🙂 Masalah orangtua (pengalaman saya), lama-lama akan mengerti juga kalau anak perempuannya memilih bekerja di rumah. Kerja di rumah malah lebih seru lho, berpacu waktu dengan urusan rumahtangga dan kerjaan 😀
pokoknya saya kagum sama perempuan yang ikhlas jadi ibu rumah tangga..
entah itu yang full jadi ibu rumah tangga atau yang nyambi jadi wanita karier..
betewe, thanks sudah mampir mbak..
Wanita memang luar biasa, apalagi seorang ibu yang mampu membagi waktunya antara kerjaan dengan kondrat sebagai ibu dan istri sekaligus 🙂
wajar juga kiranya ibu2, menghabiskan waktu menonton sinetron, sebagai hiburan mereka dikala menyelesaikan pekerjaan rumah 🙂
sayangnya…banyak pencari uang yang malah bikinnya sinetron sampah dan mengorbankan ibu-ibu..
😀
aq jg pengen jd ibu rumah tangga thok, kan udah melek internet hehehe, mo keluar dari abdi negara, ortu udah melotot ajah hihihi
gyakakaka..
nanti aja mbak, ambil pensiun dini..
Tulisan streak nih. Salut om, produktif sekali. Sampai-sampai saya mikir ente udah jadi Bapak Rumah Tangga. Hehehe.
Ibu saya dulu juga ibu rumah tangga lhooo. Cuman sekarang istri saya juga mesti berdaya guna guna memenuhi kebutuhan ngga penting gaya ibukota, termasuk CD-CD musik. :))
ibu saya juga ibu rumah tangga..:D
dan Gina hebatt..jadi wanita karier sekaligus ibu rumah tangga jempolan..
ini memang masalah klasik para ibu: rasa tidak percaya diri dengan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga. Padahal seharusnya kan bangga. 😀
thanks for sharing!
yup..yup..
gak pede padahal jadi ibu rumah tangga thok sama mulianya..
tidak ada yang salah dengan ibu RT karena ibu saya seorang RT
namun alangkah baiknya jgn cuman jadi ibu RT yang kerjaannya cuman kamar, kasur, kakus aja, jadilah ibu RT yang berdedikasi dan handal hahaha
wuihh..kata2 terakhirnya dong…hahaha
ga aci itu, lempar pertanyaan tapi ga berani jawab huuu
takut ditimpukin ibu-ibu sedunia blogger ya 😛
saya yang perempuan ini sih mengakui 2-2-nya sama-sama mulia kok
IRT ya mulia, jika dia benar2 jadi IRT, klo IRT nya cuma jadi mandor, terus anak2 dikasih ke mbak-nya, nyuci ngirim ke laundry (saya ini mah), masak ada yg masakin (klo saya masak sendiri), anak2 dikirim ke tempat les atau dipnggil guru privat semua 😀 eh udah gitu, anaknya tetep aja ga berprestasi, apakah itu IRT dengan tugas mulia?
seorang perempuan berkarir merangkap IRT, semua tugas ada asisten masing2, sama dengan IRT di atas, tapi anaknya maju dalam pelajaran dan aktif berkegiatan, mulia ga tuh tugasnya?
tugas om daeng menilainya hahahaha
itu pilihan. dua2nya keren. sial kalau jadi ibu rumahtangga sekaligus bekerja dan ga bisa ngatur dengan baik. hasilnya semua jadi setengah-setengah *tunjuk diri sendiri*
betuul,, pekerjan ibu rumah tangga memang ga bisa di anggap remeh.. saya calon ibu rumah tangga yang sebentar lagi berenti jdi wanita karir… mohon dukungannya n sharing nya ya… soalnya saya pasti jet lag, biasa ngerjain kerjaan kantor, tapi sekarang ngurus rumah…
tapi karena ga mau diem, akhirnya terjun di bisnis yang bisa dikerjain di rumah sambil ngurus rumah, anak,dll..
Setiap pilihan pasti ada yang dikorbankan.Mungkin dengan melihatnya dari keadaan setiap keluarga barulah kita bisa bijak memahami. Bukan soal profesi yang menjadi masalah tapi apa yang paling dibutuhkan saat itu di keadaan itu.
Misalnya seorang istri harus bekerja karena membantu suaminya mencari nafkah, mungkin akan beda jika seorang istri yang bekerja hanya karena bosan di rumah. Intinya sejauh mana pasangan bisa menerima peran yang dipilih istrinya dengan berdiskusi dan berkompromi.
Tidak ada peran yang lebih rendah dari yang lain, semuanya baik adanya tergantung bagaimana orang menjalani peran itu.
#eh jadi panjang :p
#beli vodka deh **lirik iklan**
komennya bagus..
awalnya bikin saya manggut-manggut setuju, tapi pas sampe pada bagian terakhir jadi langsung ternganga..
😛
Saya merasa kedua profesi itu, baik wanita yg memilih jadi Ibu Rumah Tangga ataupun yang menjadi wanita karier sama baiknya jika sang wanita cukup bertanggungjawab akan kodratnya sebagai Ibu dan Istri. Karena sama saja jadi IRT tapi kalau di rumah kerjaannya cuman nggosip sama tetangga, belanja ngabisin uang suami, males2an nonton sinetron. Lebih baik jadi wanita karier tapi tetap mengurusi kebutuhan rumah tangga ex merawat anak, dll. karena sayang sekali kalau hasil sekolah bertahun2 hanya dihabiskan utk jd IRT yg jobless alias cuman duduk2 di Rumah