Warna-Warni Kaki Di Lapangan Hijau
Sepatu sepakbola sekarang jadi makin beragam bentuk dan warnanya, lupakan warna hitam bergaris putih yang dulu jadi satu-satunya pilihan. Lapangan hijau jadi makin berwarna sekarang!
Final piala dunia 1954 mempertemukan Jerman (Barat) dan Hungaria. Hungaria dianggap bakal bisa menyelesaikan pertandingan dengan gampang, toh mereka sudah menaklukkan Jerman (Barat) di laga penyisihan grup dengan skor yang lumayan, 8-3. Lagipula siapa sih Jerman (Barat)? Yang kalau dibandingkan dengan tim Hungaria sama sekali tidak ada apa-apanya. Hanya anak bawang, begitu kata orang.
Tapi hasil akhir membalikkan semua prediksi orang, Jerman (Barat) malah menang dengan skor tipis 3-2. Iya, Hungaria memang meradang karena satu gol dari Ferenc Puskas dibatalkan karena dianggap offside padahal sebenarnya tidak. Tapi hasil akhir yang dikenal sebagai Das Wunder Von Bern atau keajaiban dari Bern itu tetap disahkan dan diingat orang sepanjang masa.
Di balik semangat pantang menyerah orang-orang Jerman yang bisa membuat mereka jadi juara, ada satu hal yang sebenarnya juga sangat berpengaruh pada permainan itu. Untuk pertama kalinya Adi Dassler dengan pabrikannya yang bernama Adidas menciptakan sepatu dengan pul khusus buat para pemain Jerman. Sepatu dengan pul khusus itu ternyata sangat cocok dengan kondisi lapangan yang basah dan becek sehabis hujan.
Orang-orang Jerman dengan sepatu pul khusus itu bermain lebih stabil dan seimbang dibanding orang-orang Hungaria yang bermain dengan sepatu pul biasa. Kemenangan Jerman adalah kemenangan Adidas juga, sekaligus membuka industri baru yang menyokong sepakbola sejak saat itu.
*****
Ketika olahraga ini pertama kali dimainkan orang mungkin tidak terlalu berpikir jenis sepatu apa yang cocok untuk olahraga menyepak bola ini. Memasuki abad ke 20 bentuk sepatu bola mulai dibuat secara khusus meski masih sangat standar. Adolf dan Rudolf Dassler, dua bersaudara pemilik Dassler Brother Company menciptakan sepatu bola khusus dengan pul yang bisa diganti sekisar tahun 1925. Kelak dua bersaudara ini akan berpisah, Adolf fokus mengembangkan Adidas dan Rudolf mendirikan Puma.
Model sepatu ini terus bertahan hingga sekisar periode 1940an. Selepas perang dunia kedua desain sepatu sepakbola mengalami perubahan yang drastis. Bahan yang digunakan lebih ringan dan nyaman di kaki. Rudolf Dassler yang mendirikan Puma juga mulai mengembangkan produk barunya dan siap bersaing dengan saudaranya Adolf.
Selepas final piala dunia 1954 yang menghebohkan itu sepatu sepakbola kemudian mendapat perhatian lebih, tentu karena dianggap sangat berpengaruh pada penampilan seorang pemain di atas lapangan. Adidas jadi yang terdepan dalam inovasi sepatu, disusul oleh pabrikan lainnya seperti Puma, Mitre, Joma dan Asics. Pada periode 1970an itu juga lahirlah Adidas Copa, salah satu jenis sepatu bola keluaran Adidas yang paling terkenal dan melegenda.
Memasuki periode 1990an perang antar pabrikan sepatu sepakbola makin sengit, salah satunya karena hadirnya pesaing baru bernama Nike. Di awal 1990an, Nike yang sebelumnya fokus di alat tennis dan bola basket akhirnya memutuskan untuk masuk pasar sepakbola. Kehadiran Nike seperti tiba-tiba menyeruak di persaingan dua merek besar, Adidas dan Puma.
*****
Dekade 1990an Adidas memang masih menguasai pasar sepakbola dengan Adidas Predatornya. Setidaknya ada nama beken seperi David Beckham, Alessandro del Piero dan Zinedine Zidane yang jadi brand ambassador mereka. Nike sendiri yang menyerbu pasar dengan Nike Mercurial menggunakan jasa Eric Cantona, Paolo Maldini, Ronaldo da Lima dan lain-lain sebagai brand ambassador mereka. Pada periode ini Puma dengan Puma King-nya seperti terseok-seok, kalah mentereng dari pertarungan dua jagoan itu.
Peran teknologi dalam menciptakan sepatu khusus buat para bintang itu sudah sangat terasa. Konon Adidas melakukan survey mendalam tentang data pribadi brand ambassadornya, mulai dari berat badan, ukuran kaki, kecepatan lari, gaya yang terjadi saat menendang atau berakselerasi dan sebagainya. Data itu dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan untuk mendesain sepatu yang digunakan para bintang.
Persaingan sengit Adidas dan Nike sepertinya mencapai puncak pada final piala dunia 1998. Saat itu timnas Perancis yang disponsori Adidas bertemu dengan timnas Brasil yang disponsori Nike, serunya lagi karena semua pemain Perancis kala itu menggunakan sepatu Adidas sementara pemain Brasil satu-dua masih menggunakan merek lain selain Nike. Kemenangan Perancis kala itu dimanfaatkan Adidas sebagai kampanye keberhasilan brand mereka atas saingan berat Nike.
Empat tahun kemudian pertarungan brand ini sebenarnya terjadi lagi di final ketika Brasil bersua Jerman. Sayangnya karena kala itu tim nasional Brasil dihuni salah seorang brand ambassador Adidas yaitu Kaka sehingga momentum itu tidak bisa diklaim 100% sebagai keberhasilan Nike.
*****
Masuk ke pertengahan tahun 2000an Puma seperti bangkit kembali. Bukan hanya lewat sepatu saja, tapi juga lewat seragam. Italia yang disponsori Puma berhasil merebut juara di tahun 2006, lawan mereka kala itu adalah Perancis yang masih disponsori Adidas. Ini jadi titik balik kebangkitan merek saudara kandung Adidas itu. Di tahun yang sama negara pengguna seragam bermerek Puma juga sangat banyak, sebagian besar adalah negara Asia dan Afrika serta sedikit Eropa.
Di bagian alas kaki produk Puma juga makin banyak, mereka juga kemudian menggunakan jasa pemain-pemain terkenal sebagai brand ambassadornya, mulai dari Cesc Fabregas, Yaya Toure, Oliver Giroud sampai bintang bengal dari Italia, Mario Balotelli.
Di Brasil 2014 ini Puma hadir dengan satu kejutan manis. Mereka mengawinkan dua tipe sepatu mereka, Puma EvoSpeed dan Puma EvoPower menjadi satu. Kalau hanya mengawinkan mungkin biasa saja, tapi yang luar biasa adalah karena warna sepatu ini berbeda antara kiri dan kanan. Sepatu sebelah kiri berwarna cyan sementara sebelah kanan berwarna magenta, benar-benar sepatu yang eye catching.
Selain Puma, Nike juga hadir dengan sepatu yang mencolok; Nike Mercurial Superfly yang rata-rata berwarna merah muda terang, oranye atau kuning kehijau-hijauan. Hal lain yang menarik dari Nike Mercurial Superfly adalah modelnya yang menutupi mata kaki hingga mirip sepatu boot. Dua pesaing Adidas yang tampil dengan warna ngejreng ini membuat Adidas jadi terlihat sedikit tenggelam, maklum mereka masih setia dengan warna netral yang lembut, perpaduan antara hitam dan putih.
Begitulah, di balik aksi-aksi luar biasa para pesepakbola di lapangan hijau jaman sekarang sesungguhnya ada teknologi yang mendukung mereka. Alas kaki yang ketika awal olahraga ini diperkenalkan mungkin dianggap tidak penting, sekarang menjadi satu elemen yang sangat berpengaruh. Para pemain bintang tak mau masuk lapangan tanpa sepatu yang mereka percaya bisa memunculkan bakat dan kemampuan mereka.
Asyiknya lagi karena warnanya tak lagi melulu hitam atau putih, lapangan hijau sekarang penuh dengan warna-warni yang mentereng. [dG]