Terima Kasih dan Maaf Brasil!
Gelaran pesta sepak bola terbesar dunia itu akhirnya resmi ditutup, orang Jerman sudah bersuka ria. Orang Argentina dan Brasil sudah menyeka air mata mereka. Sekarang saatnya untuk move on, walaupun susah.
Saya mulai intens menyimak piala dunia nyaris tanpa jeda sejak Italia 1990. Sejak itu pula gelaran piala dunia selalu saya nantikan setiap empat tahun sekali, selepas pesta saya selalu menyelipkan doa semoga diberi umur panjang dan bisa bertemu kembali dengan piala dunia.
Dari 7 gelaran piala dunia yang saya nikmati, Brasil 2014 ini kadarnya sama dengan dua piala dunia lainnya yang juga sangat berkesan, Perancis 1998 dan Jerman 2006. Memang ada beberapa partai yang luput saya saksikan karena saya sudah tidak sekuat dulu lagi dan ditambah dengan jagoan saya Italia yang menderita ejakulasi prematur, tapi tetap saja itu tidak mengurangi rasa spesial dari piala dunia ini.
Mungkin catatan bahwa piala dunia kali ini adalah salah satu yang tersubur dari sisi gol yang membuat piala dunia kali ini terasa spesial buat saya. 171 gol yang berarti sama dengan catatan rekor gol di Perancis 1998, jauh lebih banyak dari piala dunia 4 tahun lalu yang memang terasa sangat pelit gol. Menyenangkan sekali melihat banyak tim yang turun dengan niat menyerang, bukan dengan niat bertahan selama mungkin.
Brasil 2014 mungkin termasuk miskin drama, setidaknya tidak ada seorang pemain yang menghadang bola dengan tangannya seolah-olah itu hal yang biasa di negaranya. Tapi pemain yang sama tetap saja membuat drama di piala dunia kali ini. Gigitan gemasnya membuat dia harus menerima hukuman yang terdengar absurd. Drama terbesar buat saya hanya ada di partai semi final ketika tuan rumah dengan sangat meyakinkan mencoreng muka mereka sendiri. Sesuatu yang mereka ulangi beberapa hari kemudian ketika mereka diberi kesempatan untuk memperbaiki harga diri yang sudah runtuh.
Dan seperti biasa, piala dunia selalu memberi ruang bagi tim kecil untuk memberi kejutan. Tim yang setidaknya tidak terlalu diperhitungkan tapi ternyata mampu berbicara banyak. Tahun 1998 Kroasia yang mendapat giliran, empat tahun kemudian Korea Selatan yang mampu menembus semi final. 2006 ada Ukrania, tim debutan yang mampu bertahan sampai perempat final. Empat tahun lalu kejutan dibuat Ghana yang terpaksa menyerah oleh permainan curang seorang Suarez. Tahun ini, tim kejutan bukan cuma satu tapi dua. Aljazair lolos ke perdelapan final untuk pertama kalinya dan merepotkan Jerman. Selanjutnya ada Kosta Rika, si pembawa kejutan terbesar. Mereka memang kalah dari adu penalti melawan Belanda di perempat final, tapi mereka sudah lebih dulu memenangkan hati para pecinta bola.
Satu lagi yang membuat piala dunia ini spesial buat saya, piala dunia ini bertepatan dengan momen pemilihan presiden di Indonesia. Kenapa spesial? Karena untuk kesekian kalinya saya benar-benar merasa bersyukur ada manusia yang menciptakan event empat tahunan ini. Event yang terasa sejuk di tengah perang opini, hujatan dan fitnahan dari para pendukung capres. Selama sebulan penuh piala dunia seakan menetralkan semua aura negatif yang disebarkan para pendukung capres itu. Terpujilah Jules Rimet dan siapapun yang dulu merumuskan event piala dunia!
Satu lagi, selama 30 hari lebih gelaran Brasil 2014 saya menelurkan 20 tulisan (21 tulisan termasuk ini). Jauh lebih banyak 5 tulisan dari tulisan tentang Afsel 2010. Buat saya ini prestasi tersendiri, salah satu bukti kalau saya memang sangat mencintai olahraga satu ini. Sampai-sampai tersirat pikiran kalau blog ini akan saya isi melulu tentang sepak bola saja.
Well, itu tak penting. Sekarang lebih penting untuk berterima kasih pada Brasil sang tuan rumah. Terima kasih karena sudah berhasil menggelar ajang 4 tahunan ini dengan sukses. Terima kasih sudah menjadi tuan rumah yang baik bagi para peserta dan penonton.
Tapi, maaf buat para warga Brasil. Maaf buat mereka yang merasa pemerintahnya terlalu kemaruk mengeluarkan dana buat pesta tapi melupakan hak mereka sebagai warga negara. Maaf karena kami harus bersenang-senang di atas penderitaan kalian. Maaf juga karena tim nasional kalian tidak berhasil menjadi juara dan mengobati rasa sakit itu.
Terima kasih Brasil, maaf kalian belum bisa menikmati juara dunia keenam. Sampai jumpa di Russia 2018. [dG]