Saat Idola Menjadi Penghianat

Kaka, meski pindah namun tetap dihargai Milanisti

Stamford Bridge, 6 Februari 2011. Menit ke 61, Fernando Torres ditarik keluar lapangan dan digantikan oleh Salomon Kalou. Sambil berlari ke luar lapangan, Torres memberikan applaus. Entah maksudnya berterima kasih kepada fans Chelsea atau sekedar salam kepada para fans Liverpool yang datang ke Stamford Bridge malam itu. Beberapa fans Liverpool membalasnya dengan acungan jari tengah. Jelas sekali terlihat kemarahan dan kebencian pada sebagian fans Liverpool, entah yang hadir di Stamford Bridge maupun yang ada di seluruh dunia.

Torres, si ikon baru Liverpool itu dalam sekejap berubah dari seorang idola menjadi enemy of the state karena keputusannya menyeberang ke Liverpool menjelang ditutupnya bursa transfer musim dingin dengan nilai 50 juta poundsterling, atau termahal di tanah Inggris saat ini.

Di dunia sepakbola, Torres adalah orang kesekian yang mengalaminya. Tahun 2000, Luis Figo menyeberang dari Barcelona ke Real Madrid. Ini adalah transfer paling kontroversial dalam satu dekade terakhir mengingat rivalitas Barcelona dan Real Madrid yang begitu berdarah-darah. Setelah Figo memang masih ada pemain lain yang berganti kostum dari biru merah ke putih, tapi statusnya berbeda.

Ronaldo Luiz Nazario pernah berkostum biru merah dan kemudian berkostum putih tapi sebelumnya sempat mampir ke Italia dulu. Sementara itu Saviola juga berganti kostum dari Barca ke Madrid, bedanya Saviola bukan bintang besar seperti Figo sehingga proses perpindahannya tidak terlalu memantik kontroversi.

Figo sedang berada di puncak penampilannya, menjadi tumpuan Barcelona, dicintai fans dan bahkan menjadi deputi kapten. Tidak heran ketika Figo memutuskan menerima pinangan Real Madrid, lelaki asal Portugal tersebut dengan cepat dicap sebagai penghianat.

Figo tidak sendiri mengalami nasib yang sama. Selepas piala dunia 1990 di Italia, Roberto Baggio melesat sebagai bintang baru Italia. Fiorentina sebagai tim yang membesarkan Baggio kemudian melepas pemain tersebut ke Juventus. Dengan segera timbul gelombang protes dari supporter garis keras Fiorentina menentang kepindahan Baggio. Seragam Baggio dibakar massa, persis seperti yang terjadi pada Torres. Bahkan, ancaman pembunuhan menghampiri Baggio dan keluarga.

Seperti yang selalu saya bilang, sepakbola bukan hanya sebuah permainan. Banyak drama yang terjadi di dalam dan luar lapangan. Ada ikatan emosional yang membuat banyak hal absurd tiba-tiba saja bisa jadi kenyataan. Termasuk kecintaan dan kebencian fans yang sungguh luar biasa, atau bahkan kadang di luar nalar. Seorang bintang adalah milik semua orang yang mencintai klub itu. Ketika dia memutuskan akhir dari sebuah proses transfer, apalagi saat klubnya sedang berada dalam kondisi yang sedang tidak nyaman, maka bersiaplah untuk menanggung beban menjadi musuh para pecinta klub tersebut.

Seorang pesepakbola tentu punya alasan sendiri-sendiri untuk pindah dan berganti seragam, entah karena mengejar ?prestasi, jarang dimainkan, eskalasi kemampuan atau bahkan karena alasan guyuran dollar, pound atau euro. Tapi masalahnya adalah, tidak semua fans bisa berbesar hati menerima kepergian ?seorang bintang, apalagi bintang kesayangan di saat klub begitu membutuhkannya.

Kepergian seorang bintang saat tenaganya sangat dibutuhkan sebuah klub kadang menjadi alasan paling tepat untuk melekatkan label penghianat ke dahi sang bintang. Apapun itu alasannya, bahkan terkadang tindakan sudah di luar nalar seperti yang dialami Roberto Baggio, dengan adanya pembakaran kaos dan kemudian ancaman pembunuhan.

Tapi, tidak semua fans menutup mata seperti itu.

Musim 2009-2010 Kaka pindah dari AC Milan ke Real Madrid. Banyak fans menyayangkannya, banyak yang bersedih tapi tidak terlalu banyak yang membencinya karena keputusannya itu. Padahal waktu itu Kaka adalah idola para Milanisti, tumpuan kejayaan Milan selama beberapa tahun belakangan.

Kenapa mayoritas Milanisti bisa seramah itu pada Kaka ? Mereka sadar, keputusan ini bukan karena kemauan si bintang asal Brasil itu. Kaka terpaksa pindah karena managemen yang butuh duit, managemen yang merasa perlu menggali tambang emasnya untuk menutupi masalah keuangan klub. Milanisti tahu kalau Kaka berat meninggalkan San Siro, tapi tak bisa berbuat banyak pada kemauan pemilik klub.

Ketika Real Madrid bertandang ke San Siro dalam laga penyisihan grup Liga Champion Eropa, Kaka tetap disambut dengan hangat oleh para Milanisti. Seluruh San Siro bergemuruh memberi hormat pada bintang yang telah berjasa banyak dalam mengangkat kejayaan AC Milan 5 tahun belakangan.

Kaka beruntung, meski meninggalkan Milan saat dirinya masih dibutuhkan namun dia tetap diterima dengan tangan terbuka. Tapi, mungkin hanya sedikit pemain seperti dia karena sebagian besar pemain bintang yang meninggalkan klubnya saat sedang dibutuhkan lebih banyak menerima perlakuan sebagai seorang penghianat.

Seperti Torres, misalnya.