Reuni Jose Mourinho dan Sir Alex Ferguson
Minggu terakhir di bulan Februari. Dataran Eropa sepertinya akan sedikit menghangat. Perhatian para pecinta sepakbola Eropa akan terpusat pada 8 kota yang akan menggelar 8 pertandingan babak 16 besar liga Champion Eropa. Bukan hanya penduduk Eropa tentu saja, namun juga penduduk bumi yang mencintai olahraga menyepak kulit bundar itu.
Dari 8 pertandingan, ada 1 pertandingan yang sepertinya akan menyedot atensi lebih banyak. Laga antara Inter Milan dan Manchester United di San Siro-Milano hari Selasa 24 Februari nanti disesalkan banyak pihak sebagai final yang prematur. Kedua tim sedang berkibar di liga domestik masing-masing, memimpin klasemen dengan penampilan yang sedang menawan. Singkatnya, kedua tim sangat layak mewakili Italia dan Inggris, dua kutub utama sepakbola Eropa.
Bukan hanya status mentereng kedua klub yang akan menyedot perhatian publik, tapi kehadiran dua lelaki di belakang kedua timlah yang ikut mengundang rasa penasaran. Yah, sosok Mourinho di Inter dan Sir Alex Ferguson di Manchester United. Kedua lelaki berbeda kebangsaan ini akan kembali bertemu setelah setahun lebih berpisah, ibarat reuni maka kedua pelatih ini akan melangsungkan reuni di atas lapangan hijau.
Sebelum hengkang ke Italia, Jose Mourinho adalah duri dalam daging bagi sosok Sir Alex Ferguson. Mourinho yang datang ke Inggris atas undangan Roman Abramovich tiba-tiba menyeruak di tengah persaingan menahun antara Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger-bos Arsenal.
Sebelum Mourinho bermukim di Stamford Bridge, Liga Inggris praktis hanya dipenuhi aroma dendam kesumat antara pelatih Manchester United dan Arsenal yang sudah berlangsung sejak akhir tahun 90-an. Bukan rahasia lagi kalau Fergie dan Wenger memelihara persaingan yang kadang berdarah-darah di balik persaingan sesungguhnya di lapangan hijau.
Kedatangan Mourinho perlahan tapi pasti merubah peta persaingan tersebut. Dengan sikapnya yang over confidence, lelaki portugal itu menyeruak ke permukaan dan mulai memantikkan api permusuhan bukan hanya kepada sir Alex, namun sekaligus juga kepada Arsenge Wenger dan Rafel Benitez pelatih Liverpool.
Mourinho dengan segala ke-PD-annya menyebut dirinya sebagai “the special one”, dan dengan percaya diri yang sama mulai mengangkat kapak perang penanda awal permusuhan pada para manager top di ranah Inggris. Gayung bersambut. Sir Alex tak tinggal diam, begitu juga Wenger dan Benitez. Maka selama kurang lebih 4 musim Mouirnho berada di London, pers Inggris kenyang dengan segala berita tentang permusuhan yang disulutnya. Harus diakui, keberadaan Mourinho memang membuat persaingan liga Inggris makin semarak, bukan hanya di atas lapangan tapi juga di atas tabloid dan surat kabar.
Dan minggu ini, Mourinho kembali berhadapan dengan Sir Alex Ferguson. Tentu saja dengan aroma yang berbeda.
Jose Mourinho datang dengan serombongan pasukan a la prajurit Romawi, meski hampir tak satupun pemain asli Italia yang ada dalam skuadnya. Sementara itu, Sir Alex menanti dengan pasukan bermodal semangat a la Britania, dengan sejumlah pilar lokal di dalamnya.
Performa Inter di tangan Mourinho nyaris tak berbeda jauh dengan performa Inter di tangan Mancini pendahulunya. Tetap mengkilap dan membuat lawan ketar-ketir. Begitu pula dengan Manchester United. Selepas menjuarai liga Champion Eropa musim lalu, MU memang sempat memulai musim dengan start yang lambat meski akhirnya di tengah jalan mulai menemukan konsistensinya yang sebenarnya. Kedua tim adalah raja sementara di liga masing-masing, tentu saja dengan peluang besar menjadi raja hingga akhir musim.
Mourinho memang bisa kalah dalam hal persembahan trophi bila dibandingkan dengan Sir Alex, tapi dalam catatan head to head, Mourinho boleh berbangga. Dari 12 kali pertemuan dengan Sir Alex, Mourinho menang 5 kali, seri 6 kali dan hanya sekali kalah. Ini adalah modal terbesar sang Special One kala menjamu MU selasa ini.
Di lain pihak Sir Alex juga terkenal sebagai pelatih dengan pengalaman yang bergudang-gudang. Torehan prestasinya mentereng dan sanggup bikin iri pelatih mana saja di muka bumi ini. Dua puluh tiga tahun di Old Trafford, Sir Alex mempersembahkan nyaris semua piala yang bisa direbut sebuah tim. Bukan hanya piala, deretan panjang pemain bintangpun sudah dilahirkannya. Sebuah bukti tangan dingin dari seorang kakek penuh kharisma.
Selasa ini (atau Rabu subuh waktu Indonesia), kemampuan sang kakek mendapat tantangan dari pelatih muda yang dulu sering membuat kupingnya merah. Si pelatih muda juga tentu sudah tak tahan untuk kembali bisa punya alasan membusungkan dada di hadapan sang kakek. Jadi ?Siapakah di antara mereka berdua yang akan tersenyum lebar selepas reuni ini ?Tentunya menarik untuk kita tunggu bersama.
Ipul
http://daenggassing.com