Lelucon Terbesar Tahun Ini

beni-budiTahun 2009 sudah makin mendekati akhir, ada banyak kejadian yang terjadi di tahun ini. Banyak suka dan duka yang jadi kenangan. Bagi kita para pecinta sepakbola tanah air, ada satu kenangan yang bisa dibilang kenangan terburuk sekaligus jadi lelucon terbesar di tahun 2009 ini. Tahun ini, timnas kita yang berlaga di SEA GAMES Laos untuk pertama kalinya tidak lolos dari penyisihan grup sejak tahun 1977 dan, ini yang paling menggelikan, untuk pertama kalinya kalah dari Laos dengan skor 0-2.

Mengerikan..negara yang lima tahun lalu masih jadi lumbung gol kita, negara yang masih menata diri saat kita sudah mengirimkan anak-anak muda untuk belajar sepakbola ke Italia, negara yang sepuluh tahun lalu baru belajar menggunakan sepatu bola, sekarang sudah bisa mengalahkan kita..!! dengan 2 gol tanpa balas pula. Ada yang lebih mengerikan dari itu ?

Kekalahan kita 0-2 dari Laos dan 1-3 dari Myanmar jadi terasa makin lucu kalau kita hubungkan dengan ambisi PSSI untuk menjadikan Indonesia tuan rumah piala dunia 2022. Helloo…!! jadi tuan rumah piala dunia..? Come on man..!! wake up..!!

Ada perbedaan besar antara orang optimis dan pemimpi. Orang optimis akan memelihara mimpinya dengan sebuah proses yang jelas tanpa pernah menyerah, sementara para pemimpi hanya terus bermimpi dari atas ranjangnya tanpa pernah mau berusaha mewujudkannya dan tidak peduli mimpinya bisa jadi kenyataan atau tidak. Nah, para petinggi PSSI itu kira-kira orang optimis atau para pemimpi..?

Tahun depan Afrika Selatan akan jadi tuan rumah piala dunia, ini pertama kalinya negara Afrika mendapat kehormatan jadi tuan rumah. Belasan tahun lalu saya hanya tahu kalau Afrika Selatan adalah negara paling selatan di benua hitam Afrika dan negara terbelakang seperti kebanyakan negara Afrika lainnya. Saya sedikit kaget saat tahu kalau FIFA memberi mereka kepercayaan menggelar turnamen terbesar di muka bumi ini meski saya tahu saya tidak kaget sendirian karena banyak juga orang lain, bahkan negara besar yang lain yang kaget dan sedikit tidak percaya. Belakangan saya tahu kalau mereka memang sudah siap dan setidaknya pantas untuk jadi tuan rumah.

Afsel memulai setidaknya 11 tahun lalu. Tim nasional mereka lolos ke putaran piala dunia di Perancis. Pertumbuhan ekonomi mereka juga semakin sehat pasca jatuhnya rejim apartheid. Mereka juga mulai membangun infrastuktur termasuk jalan, transportasi dan akomodasi. Jadi sebelum mereka resmi menjadi tuan rumah 2010, mereka sudah mulai berbenah sejak-setidaknya-1998. Bagaimana dengan kita ?

PSSI mengajukan diri untuk jadi tuan rumah piala dunia 2022, berarti sekitar 13 tahun atau anggaplah 12 tahun lagi karena 2009 sudah mau habis. Tapi, apakah sekarang kita sudah terlihat siap ? Mari kita mulai dari tim nasional dulu. Memang tidak ada aturan kalau negara yang mau maju jadi tuan rumah haruslah negara yang sudah pernah tampil di putaran final piala dunia, tapi jujur saja, kelihatannya pasti lucu kalau anda tak pernah kelihatan aktif di sebuah kegiatan kemudian tiba-tiba mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah kegiatan tersebut. Setidaknya peserta lainnya yang sudah jadi langganan kegiatan tersebut akan bertanya-tanya, siapa elo ? koq tiba-tiba mau jadi tuan rumah tapi belum pernah ikut main sama kita-kita ? benar kan ?.

Seperti yang saya bilang di atas, 12 tahun sebelum resmi jadi tuan rumah Afsel sudah lebih dulu ikut serta berpartisipasi jadi peserta di putaran final. Pemain-pemain mereka juga sudah malang melintang di klub Eropa, kenal Mark Fish dan Benedict McCarthy ? mereka adalah orang Afsel yang lama bermain di klub-klub liga Inggris. Kalau mengambil contoh dari Afsel maka kita juga harusnya sudah tampil di Afsel 2010 nanti, jadi negara partisipan bukan hanya mengirim wartawan, komentator dan orang-orang yang menang undian. Kalau memang serius, setidaknya sekarang ini ada yah minimal dua oranglah orang Indonesia yang main untuk klub-klub Eropa, sebagai duta kalau kita juga bisa main bola.

Tapi kenyataannya ? Timnas senior kita susah payah untuk lolos ke penyisihan piala Asia, timnas junior babak belur dihajar tim lain, bahkan yang paling lucu ya seperti yang saya cerita di paragrap awal di atas, Laos untuk pertama kalinya menggasak timnas kita. Tak usahlah cerita tentang berapa banyak pemain kita yang bisa main di level kompetisi Eropa, karena pemain yang main di dalam negeri saja makin lama kualitasnya makin tidak ketahuan.

Sekarang bicara soal infrastruktur. Berapa banyak sih stadion di negeri ini yang layak untuk ukuran piala dunia selain stadion GBK ? mungkin hanya satu atau dua saja. Kemudian bagaimana dengan sistem transpostasi mengingat piala dunia bukan berarti hanya menjamu 31 tim nasional peserta tapi juga ribuan bahkan ratusan ribu supporter yang tentunya butuh sebuah sistem transportasi yang rapih. Padahal kita tahu sebagian besar kota di Indonesia masih terus berkutat dengan sistem transportasi yang tak beres, bahkan Jakarta sekalipun. Jadi pada titik mana kita bisa dibilang siap untuk maju mencalonkan diri jadi tuan rumah piala dunia 2022 ?

Saya kira puluhan, ratusan atau mungkin ribuan orang sudah pernah bicara tentang bagaimana seharusnya sepakbola itu dikelola. Saran, masukan dan kritikan pasti sudah mampir ke kantor PSSI lebih daripada tumpukan surat pengumuman lulus yang dijatuhkan burung hantu di rumah paman Harry Potter. Pertanyaannya kemudian adalah apakah para pengurus itu mau menerima semua saran dan kritikan itu ? atau mereka tetap bertahan menjadi orang-orang ambisius yang lebih senang bermimpi daripada melihat kenyataan ?

Come on, sebelum membuat kami bangga dengan menjadi tuan rumah piala dunia lebih baik mulai dulu dengan menjadi peraih medali emas SEA GAMES, menjadi juala piala AFF, meraih emas ASIAN GAMES dan jadi juara Asia. Setelah itu barulah kita melangkah jadi finalis piala dunia sebelum akhirnya berani ikut persaingan jadi tuan rumah. Jepang dan Korea Selatan pernah melalui fase seperti itu. Mereka belajar dari nol, Jepang malah belajar dari kita tentang bagaimana mengelola sebuah kompetisi sepakbola. Tapi mereka serius, mereka punya timeline dan punya konsep yang jelas,memang semuanya berlangsung lama dan nyaris membosankan. Tapi lihat hasilnya sekarang, Jepang dan Korea Selatan masuk jajaran elit sepakbola Asia dan bahkan mulai diperhitungkan juga di level dunia. Jadi, kenapa kita tidak bersabar sedikit dan merevisi target menjadi disegani di Asia dulu ? Kami tidak butuh mimpi yang muluk, kami lebih butuh sebuah prestasi nyata yang bisa kami banggakan.

Tadinya saya mau menyudahi tulisan ini, tapi saya ingat satu hal. Di negeri kita masih banyak orang yang percaya pada keajaiban, apalagi yang berbau mistis. Saya jadi berpikiran jangan-jangan para petinggi PSSI masih sangat percaya pada hal seperti itu hingga tetap berkeras kepala tak mau mundur dari rencana menjadi tuan rumah piala dunia 2022. Kalau memang akhirnya PSSI berhasil jadi tuan rumah piala dunia 2022 maka sepertinya Tuhan bekerja dengan cara yang aneh meski saya masih yakin kalau Tuhan lebih sayang pada orang yang mau bekerja keras. Hmm..kita lihat saja nanti..