Fantastic..!!
Fantastic !!, itu kata yang paling tepat menggambarkan hasil pertarungan perempat final Euro’08 antara Turki dan Kroasia. Sebuah pertarungan yang beberapa hari sebelumnya disebut Ruslee-seorang sahabat blogger Makassar-sebagai final bayangan.
Kedua negara sama-sama berstatus Kuda Hitam dalam pagelaran kali ini. Kedua negara juga punya catatan perjalanan yang tidak stabil di beberapa ajang besar. Setelah mengkilap di World Cup 98-Perancis, Kroasia nyaris tak pernah meletup lagi. Dalam beberapa ajang besar sesudahnya Kroasia hanya tinggal “kenangan”, sekedar tim yang pernah mengejutkan.
Turki juga hampir sama. Setelah meledak di WC’2002-bahkan finish di urutan ketiga-Turki kembali tenggelam dalam riuh rendah sepakbola Eropa dan dunia.
Tahun ini, Kroasia memulai kejutannya dengan menghalangi Inggris ke Swiss-Austria lewat kemenangan 3-2 di Wembley. Di ajang sesungguhnya, Kroasi kembali membuat kejutan dengan menenggelamkan Jerman 2-1. Jerman yang datang ke Swiss-Austria dengan status unggulan dipaksa menyerah padahal sebelumnya tampil garang dengan melibas Polandia 2-0. Hasil ini membuat kenangan akan kehebatan Kroasia di WC’98 kembali terngiang.
Di sisi berbeda, Turki memulai langkahnya dengan tidak nyaman. Dipukul Portugal-unggulan lainnya-dengan skor 2-0, Turki bisa menembus babak perempat final setelah sukses di dua langkah berikutnya.
Akhirnya, babak perempat final kedua mempertemukan kedua negara spesial kejutan ini.
Pertandingannya sendiri cenderung berawal dengan membosankan. Kedua tim bermain hati-hati dan sama-sama menumpuk banyak pemain di lapangan tengah. Hasilnya, bola lebih banyak bermain di tengah lapangan dan nyaris hanya menyisakan sedikit peluang untuk membuat peluang-peluang berbahaya.
Tensi pertandingan meningkat sedikit-demi sedikit ketika pertandingan makin mendekat menit ke-90. Namun sampai peluit panjang ditiup, hasil 0-0 tanpa gol memaksa kedua tim menapaki babak perpanjangan waktu. Di babak inilah, drama besar terjadi.
Dua menit menjelang masa perpanjangan waktu diselesaikan, Ivan Klasnic mengubah persepsi para supporter. Rustu Recber membuat sebuah kesalahan fatal yang menyebabkan mantan kiper Barcelona ini memungut bola dari dalam gawangnya. Jutaan orang Krosia pasti mulai berpesta waktu itu. Dua menit sisa pertandingan, rasanya sangat sulit bagi orang-orang Turki untuk merubahnya.
Tapi, Fatih Semih merubah segalanya. Masa injury time di perpanjangan waktu dimanfaatkannya dengan baik. Bola dari Recber hanya memantul sekali di tanah sebelum diselesaikannya menjadi sebuah gol penyeimbang. Hampir tak ada orang yang menyangkanya, kecuali mungkin segelintir orang Turki yang paham betul makna “tak pernah menyerah”. Kenyataan pahit memaksa pemain-pemain Kroasia untuk memasuki ajang adu penalti. Mental anak asuhan Slaven Bilic jelas sudah hancur. Jutaan orang Turki hanya menunggu saat yang tepat untuk mulai berpesta.
Dan benar saja, 3 dari empat penendang Kroasia gagal menanggung beban mental yang sungguh berat itu. Berbanding terbalik dengan Turki yang sukses dengan 3 penendangnya. Dan, orang-orang Turki pasti percaya kalau malam itu Tuhan bekerja dengan cara yang aneh. Tuhan memberi kesempatan kepada orang-orang Kroasia untuk berpesta, paling tidak selama 3 menit sebelum menghempaskan mimpi mereka di depan hidung orang-orang Turki. Malam itu Tuhan lebih mencintai orang-orang Turki.
Turki melanjutkan come back sempurnanya seperti yang mereka lakukan kala menghadang langkah Rep. Ceko di pertandingan terakhir grup B. Turki memperlihatkan semangat juang yang sungguh luar biasa, semangat yang tak bisa dipadamkan oleh detak waktu yang makin mendekati akhir. Filosofi yang dulu sangat lekat dengan tim Jerman Barat, jangan berhenti sebelum peluit panjang dibunyikan.
Dan di Semifinal nanti, Turki akan bertemu dengan Jerman, penerus tradisi tak kenal menyerah dari Jerman Barat.
Tugas berat tentunya, apalagi Jerman adalah tim spesialis turnamen yang baru saja menyingkirkan bakat-bakat luar biasa dari tepi laut tengah-Portugal. Jerman punya kelebihan dari segi fisik, mental dan tentu saja catatan sejarah. Jerman adalah pelanggan tetap ajang sekelas Euro atau piala dunia. Sementara Turki baru sekedar tim pembuat kejutan.
Letupan Turki bisa saja terus berlanjut, meski di semifinal nanti Turki harus kehilangan 3 pemain intinya akibat akumulasi kartu. Namun, Turki juga bisa saja terhenti di semifinal. Pertarungan melawan Kroasia bisa jadi adalah klimaks dari penampilan mereka. Seluruh energi telah dikuras habis di pertandingan tersebut, sehingga mungkin tak akan ada lagi yang tersisa.
Apapun hasil semifinal nanti, yang pasti Turki telah mengajarkan sesuatu kepada kita bahwasanya dalam sebuah pertarungan tak boleh ada kata menyerah. Sebelum peluit panjang dibunyikan, semua bisa saja terjadi. [DG]