Drama di ranah para matador
Sepuluh orang lelaki berseragam putih-putih meninggalkan lapangan hijau dengan wajah tertunduk lesu, sementara itu di tribun kehormatan seorang lelaki setengah baya bersetelan rapi nampak tidak bisa menyembunyikan kegusaran di wajahnya. Lelaki itu adalah Roman Calderon, sang presiden klub Real Madrid dan kesepuluh lelaki berseragam putih-putih plus seorang lelaki berkaos oranye adalah para pemain Real Madrid.
Itulah gambaran suasana muram di stadion Santiago Bernabeau begitu pertandingan antara Real Madrid vs. Getafe diselesaikan. Di luar dugaan, Real Madrid dipaksa menyerah 0-1 oleh sang tamu sesama klub ibukota. Gol yang tercipta memang bisa dinilai kontroversial, tapi hasil akhir tidak bisa diubah. Sekali lagi, Getafe menjadi duri yang selalu mengganjal kaki raksasa Real Madrid. Hasil akhir ini menjadi gong penanda dimulainya drama persaingan sesungguhnya antara Real Madrid dan musuh bebuyutannya Barcelona dalam mengejar titel La Liga.
Minggu lalu, Real Madrid masih jumawa memimpin klasemen dengan perbedaan 8 poin. Saat itu Madrid betul-betul di atas angin setelah menghempaskan perlawanan Real Valladolid dengan skor mencolok 7-1 seminggu sebelumnya. Namun, selepas pertandingan melawan Real Betis suasana berubah. Madrid kalah 1-2, dan beberapa jam berikutnya Barcelona menangguk poin 3. Selisih poin berkurang menjadi 5.
Hasil buruk Madrid berlanjut ke level eropa. Mereka ditekuk tuan rumah AS Roma 1-2 dalam lanjutan babak 16 besar Liga Champion Eropa. Sementara itu Barcelona sukses membawa pulang 3 angka dari kandang Glasgow Celtic setelah unggul 3-2 lewat aksi brilian Lionel Messi. Tren positif Barcelona dan Messi berlanjut minggu ini. Menjamu Levante, anak-anak asuhan Frank Rijkaard mampu menang dengan skor mencolok, 5-1. Sekali lagi Lionel Messi menunjukkan kilapnya. Mencetak 1 gol dan mengkreasi beberapa gol lainnya.
Sebaliknya, Real Madrid turun ke lapangan dengan beban berat di pundak mereka. Hasil pertandingan Barcelona-Levante yang memangkas jarak hingga hanya tersisa 2 poin jelas membuat awak Madrid jadi tak nyaman. Dan ini terbukti di lapangan hijau. Lupakan soal kreasi gelandang yang biasa jadi menu utama mereka. Kesalahan-kesalahan elementer malah jadi tontonan sepanjang pertandingan. Salah passing, salah umpan, salah tackling, salah antisipasi, semuanya seperti menyempurnakan beban mental klub kesayangan raja Juan Carlos itu. Hasilnya bisa ditebak, Madrid melangkah gontai meninggalkan lapangan.
Musim lalu, Madrid yang masih dilatih Fabio Capello berhasil memanfaatkan momentum perang mental seperti ini untuk menyalip Barcelona di puncak klasemen. Dengan taktik brilian Don Fabio berhasil mengangkat moral timnya dari tim yang tertinggal menjadi tim yang berdaya juang tinggi dalam merebut titel juara. Sebaliknya, Barcelona yang sebelumnya sempat memimpin jauh, malah grogi dan akhirnya tertinggal.
Sekarang, menarik menunggu langkah Bern Schuster dalam menyikapi perang mental seperti ini. Kondisi sekarang Madrid yang berada di puncak klasemen dengan bongkahan besar yang membebani mental mereka, sementara Barcelona berada di belakang dengan bekal mental dan moral yang semakin bagus.
Lupakan isu pencopotan Frank Rijkaard atau isu hilangnya daya magis sang pesulap Ronaldinho. Sekarang Barcelona menaruh harapan besar pada kembalinya Samuel Eto’o dan makin mengkilapnya sang anak muda penuh bakat, Lionel Messi. Sementara itu di kubu Madrid, awan gelap seakan mulai memayungi mereka. Kehilangan Wesley Sneijder dan Robinho di saat-saat seperti ini jelas sebuah kehilangan besar. Hitamnya awan di Santiago Bernabeau semakin kental ketika pada dini hari tadi Guti terpaksa minta diganti karena masalah pada betisnya.
Mari kita tunggu, bagaimana ketatnya persaingan antara dua musuh bebuyutan yang sudah bersaing turun temurun, Real Madrid dan Barcelona.
ah…
kejumawaan itu ada batasnya, senor…
Curiga nih Don Fabio lebih sebagai mentalist dibanding pelatih 🙂