Kalah dari klub lain adalah hal yang wajar, tapi kalah dari tetangga adalah sebuah aib. Pameo inilah yang dibawa banyak kesebelasan ke atas lapangan hijau, membuat mereka siap mati demi membela kehormatan dari cercaan tetangga mereka.
23 Oktober 2011 adalah hari yang tidak akan dilupakan oleh para fans Manchester United. Hari itu memang kelam, hari di mana mereka harus mengakui kehebatan tetangga mereka Manchester City. Di Old Trafford, pasukan Sir Alex Ferguson harus menyerah 1-6. Di Old Trafford, di Theatre of Dreams, di depan hidung mereka sendiri!
Partai itu akan dikenang sebagai salah satu partai paling kelam dalam sejarah perjalanan Manchester United, bukan hanya karena skornya saja atau karena kejadiannya di kandang sendiri tapi yang lebih penting adalah karena mereka kalah dari tetangga sendiri. Kalah dari sebuah partai derby.
Sejak sepakbola mulai menjadi sebuah tontonan paling dinantikan di muka bumi ini, derby selalu menjadi sebuah pertandingan yang akan menyedot perhatian lebih. Pertemuan antar dua saudara sekota selalu muncul sebagai sebuah perang yang sesaat seakan membelah kota menjadi dua bagian. Sisi magis sebuah derby hanya kalah oleh beberapa pertandingan yang sarat muatan politis atau sejarah.
Di Italia, derby terpanas ada dua. Derby della madonina yang mempertemukan dua kubu dari kota mode Milan antara Inter Milan dan AC Milan. Derby lainnya adalah derby della capitale antara dua penghuni ibukota Italia, AS Roma dan Lazio. Keempat tim punya rataan kemampuan yanghampir sama, meski AC Milan bisa dianggap lebih baik dari keempatnya. Ketika dua derby itu digelar, Milan dan Roma seakan terbelah dua. Perang urat saraf di dalam dan luar lapangan akan berlangsung seru.
Satu lagi derby yang sebenarnya cukup panas, yaitu derby di kota Turin antara Torino dan Juventus. Sayangnya karena dalam hampir dua dekade belakangan ini Torino selalu berada di lapisan bawah Serie A dan bahkan turun ke Serie B sehingga derby ini mulai kehilangan kesakralannya. Penyebabnya tentu saja karena faktor kekuatan yang berbeda jauh, meski dalam setiap derby Torino selalu tampil menggila menghadapi tetangganya yang lebih mentereng, Juventus.
Di tanah Spanyol, derby tidak selalu panas. Pertemuan antara Real Madrid dan Atletico Madrid dari ibukota dan pertemuan Barcelona dengan Espanyol dari tanah Catalan selalu kalah mentereng dari El Classico yang mempertemukan Real Madrid dengan Barcelona.
Atletico dan Espanyol hanya pengganggu dominasi duo klub raksasa itu. Madrid dan Barca adalah penguasa La Liga, setiap tahun perebutan tahta juara nyaris hanya sebagai sebuah perlombaan antara dua klub itu. Klub lain hanya berburu posisi di zona champion Eropa.
Pertarungan antara Madrid dan Barcelona juga sudah terlanjur penuh dengan muatan politis antara Spanyol dan Catalan yang selalu menuntut pembebasan. Benih kebencian ini sudah dipupuk sejak jaman Jenderal Franco dan terus dibiarkan berkembang hingga kini. Tak heran kalau pertemuan keduanya selalu berlangsung panas dan sarat emosi. Kartu kuning dan bahkan kartu merah seakan jadi sebuah keharusan dalam pertemuan keduanya, secara perlahan itu kemudian menutupi sakralnya sebuah derby.
Di tanah Inggris, derby masih selalu panas. Derby ibukota di Premiere League mempertemukan beberapa klub. Ada Chelsea, Arsenal, Tottenham Hotspur dan Fulham yang sama-sama bermarkas di kota London. Pertemuan terpanas tentu saja antara Chelsea, Arsenal dan Tottenham yang sama-sama punya kekuatan seimbang.
Di kota pelabuhan Liverpool ada derby antara Liverpool dan Everton. Meski prestasi Everton kalah mentereng dari Liverpool, tapi klub berseragam biru itu tidak pernah mau menyerah begitu saja dari tetangganya yang berseragam merah. Derby selalu berlangsung panas, penuh benturan fisik dan kadang berakhir dengan kartu merah.
Di utara Inggris, Manchester United selama bertahun-tahun menjadi sangat dominan. Jauh mengungguli tetangga mereka si biru Manchester City. Belakangan, dengan dana tak terbatas City kemudian melejit ke papan atas dan kembali menghangatkan persaingan dengan tetangganya itu. Si biru kembali menjadikan derby Manchester jadi lebih panas, tidak seperti beberapa tahun sebelumnya saat City lebih banyak berkutat di papan bawah atau paling tinggi papan tengah.
Oktober 2011, Manchester City mempermalukan si setan merah. Waktu kemudian membuktikan kalau si Setan Merah bukan klub medioker. Mereka bisa bangkit dari kekalahan memalukan itu dan perlahan menduduki puncak klasemen, menggeser sang tetangga yang mereka sebut sebagai “noisy neighbor”
Tapi waktu juga yang membuktikan kalau Manchester United bisa terpeleset. Rentang jarak 8 poin terpangkas menjadi sisa 3 poin. Sebagian karena kesalahan mereka sendiri, utamanya di pertandingan terakhir melawan Everton. Persaingan menjadi hangat kembali. United harus memenangi laga derby Senin 30 April ini jika mau mimpinya merebut gelar ke 20 menjadi kenyataan. Bila kalah, City dengan poin yang sama akan menggeser mereka, sekaligus mempersulit jalan menuju rekor baru itu .
Derby selalu menarik untuk disimak. Tidak ada klub yang mau menyerah begitu saja dari klub tetangganya. Kalah dari klub lain adalah hal yang wajar, tapi kalah dari tetangga adalah sebuah aib. Pameo inilah yang dibawa banyak kesebelasan ke atas lapangan hijau, membuat mereka siap mati demi membela kehormatan dari cercaan tetangga mereka.
Senin malam atau Selasa dinihari nanti, derby Manchester akan menentukan arah ke mana kisah akhir Premiere League musim ini akan berlabuh. Siapapun yang memenangi derby malam ini jelas punya peluang besar untuk mengangkat trophy. Manchester biru atau Manchester merah? Semua tergantung kesiapan para pemain dan tentu saja kecerdasan pelatih.
Mari menunggu pertandingan sarat emosi ini, tentu dengan harapan dan prediksi kita masing-masing. Malam nanti, saya tentu saja berada di barisan penggemar Manchester United, berharap bisa meredam sang tentangga yang ribut itu.
[dG]
bagi ManCit maka ManUt adalah tetangga yang ribut juga
buat kami, ManUt dan ManCit sama2 berisik hahaha
Peaceeeeeeeeee……..!!!
Siapapun yang menang, yang penting fans nya gak bakar2an yak, klo bakar jagung inget saya tapi hiihihih
emang tetanggaan?
yg satu di utara, yg satu di selatan 😛
united vs city menguras emosi, sama menguras emosinya dengan el clasico atau derby milan 😀
Derby Manchester ini sebenarnya tidak terlalu panas, sampai ketika City menjadi pesaing gelar juara.
Dulu derby Manchester hanya sebatas gengsi. Harga hak siarnya juga biasa saja. Tapi begitu City seperti sekarang, langsung lebih beraroma.