Bara Di Daratan Eropa

latihan Timnas Italia

Malam ini (8/6) tendangan pertama dalam Euro 2012 akan dilakukan

Orang Inggris terkenal sebagai orang yang selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Mereka juga dikenal punya pemikiran yang jauh. Berbeda dengan orang Amerika yang kadang serampangan dan berani mengambil resiko.

Jenderal Bernard Montgomery atau yang akrab disapa Monty, pemimpin pasukan darat sekutu pada penyerangan di Normandia sudah mewanti-wanti Dwight Eisienhour tentang kemungkinan penyebaran paham komunisme bila Rusia dibiarkan merajalela di daratan Eropa. Monty yang orang Inggris melihat jauh ke depan, bila Rusia dibiarkan masuk ke Berlin lewat jalur Utara dan Timur maka negara-negara yang dilewatinya akan disuntik dengan paham komunisme. Dwight Eisienhower yang orang Amerika bergeming. Kekhawatiran Monty tidak diindahkannya, apalagi sekutu memang butuh bantuan Rusia untuk melemahkan Jerman dari sisi Utara dan Timur.

Cerita bergulir. Jerman akhirnya kalah akibat serangan dari Barat, Utara dan Timur. Rusia bahkan masuk ke kota Berlin lebih dulu daripada tentara sekutu. Kekhawatiran Monty terbukti. Negara-negara yang dilewati tentara Rusia semua dirangkul dalam kekuasaan komunisme. Sebagian dimasukkan dalam sebuah negara federasi besar bernama Uni Sovyet.

Dari negara-negara itu ada Polandia dan Ukraina. Polandia berdiri sendiri, tapi selama puluhan tahun negara kecil itu dikuasai rejim beraliran komunis. Nyaris tak ada kebebasan di sana, semua mengacu pada keteraturan seperti yang dijalankan di induknya, Uni Sovyet.

Ukraina, orang nyaris tidak pernah mendengar namanya selain sebagai salah satu negara bagian dalam kekuasaan besar Uni Sovyet. Pandangan orang pernah tertuju ke sana ketika sebuah reaktor nuklir bernama Chernobyl membawa malapetaka besar-besaran. Selebihnya, dia hanya propinsi kecil dalam peta besar bernama Uni Sovyet.

Aneksasi Uni Sovyet ke berbagai negara di Eropa Timur ibarat bara yang terpendam. Panas tapi tidak tampak di permukaan. Era 60-an hingga 80an, perang dingin antara blok barat dan timur menjadi sebuah pertikaian yang berkepanjangan. Ada benteng besar bernama Uni Sovyet dengan komunisme sebagai pondasinya. Benteng yang terus berusaha ditembus oleh mesin bernama demokrasi yang dibawa Amerika dan sahabat-sahabatnya.

Tapi tembok besar itu runtuh juga. Komunisme rapuh dan rubuh perlahan-lahan. Satu persatu negara-negara yang dulu akrab dengan paham itu membebaskan diri menjadi negara yang lebih liberal. Cekoslovakia, Yugoslavia, Rumania, Bulgaria dan tentu saja Polandia pindah haluan. Cekoslovakia dan Yugoslavia malah pecah menjadi beberapa negara kecil. Uni Sovyet tak kalah rapuhnya. Glasnost dan perestroika membuat negara besar itu pecah dalam belasan keping-keping kecil. Ukraina salah satunya.

Sekitar 68 tahun kemudian bara itu kembali menghangat. Tepat di dua negara yang dulu pernah dikuasi komunisme, Ukraina dan Polandia.

Tapi bara ini berbeda. Bukan lagi pertikaian antara komunisme dan demokrasi atau apalah namanya. Bara ini adalah pertikaian sportif antara 22 lelaki di atas lapangan hijau. Sebenarnya bukan hanya para lelaki itu yang akan memanaskan bara persaingan, tapi juga ribuan atau bahkan jutaan penggemar di luar lapangan yang selama kurang lebih sebulan ini akan saling memanaskan udara di atas benua Eropa.

Malam ini (8/6) tendangan pertama dalam Euro 2012 akan dilakukan. Selanjutnya bola nasib akan terus bergulir hingga tanggal 1 Juli nanti tersisa 2 tim yang bertarung di puncak memperebutkan tropi Henry Delunay. Jalan terjal penuh drama siap digelar, 16 tim terbaik benua biru siap mengorbankan apa saja demi titel raja Eropa.

Ukraina dan Polandia, dua negara bekas penganut paham komunisme bahu membahu menjadi tuan rumah untuk 386 pemain yang setengahnya berharga puluhan juta euro. Mereka adalah miliarder, entertainer dan di atas segalanya mereka adalah olahragawan yang selau dituntut tampil penuh sportifitas.

Malam ini bola pertama akan bergulir, mungkin gol pertama juga akan tercipta atau bisa jadi tangisan pertama juga akan pecah. Itu hanya pembuka untuk drama panjang sampai 1 Juli nanti. Kita yang jauh dari Ukraina dan Polandia tetap bisa ikut larut di dalamnya, karena sepakbola memang tidak punya batasan. Tak mengenal penganut agama, penganut paham, atau warna kulit. Sepakbola adalah pesta untuk semua.

Bara itu akan memanas malam ini, mari menikmatinya.

[dG]