Apa yang salah ?

 foto dari : Republika.co.id


Yah, apa yang salah dengan tim nasional PSSI kita ?. entah untuk keberapa kalinya pertanyaan ini saya lontarkan, meski saya tak pernah tahu pertanyaan ini saya lontarkan kepada siapa.

 

Malam tadi (16/12) timnas kita kembali menunjukkan performa standard melawan tim negeri gajah putih Thailand. Hasilnya, seperti biasa..kalah !!. memang kalahnya “Cuma” 0-1, tapi kalah ya tetap kalah. Indonesia memang masih punya peluang untuk lolos, dengan catatan harus menang dengan selisih gol lebih dari 1. Gampang ?, tentu saja tidak. Pertandingan leg kedua akan digelar di Thailand. Singkatnya begini, main di kandang sendiri aja kalah 0-1, apalagi main di kandang lawan. Maaf, bukan saya tak optimis, tapi saya hanya mencoba realistis.

 

Kalau anda nonton pertandingan semalam, anda pasti setuju kalau tim kita memang tak punya peluang melawan Thailand. Timnas kita kalah segala-galanya dari negeri yang baru saja mengalami kekacauan politik itu. Tak usahlah bicara soal skill, soal organisasi permainan saja yang merupakan hal mendasar dari sebuah pertandingan sepakbola, timnas kita keteteran sangat jauh.

Tak ada pola yang pasti dalam menyerang dan bertahan. Itu penyakit menahun yang diderita timnas kita. Pemain berkostum merah putih itu selalu bingung saat memegang bola dan panik saat diserang. Kalau sudah seperti itu, sebagus apapun strategi yang diterapkan pelatih tetap saja tidak ada gunanya. Dalam himpitan waktu yang sangat sempit, mana mungkin pemain bisa berpikir dan kemudian bertindak sesuai kemauan pelatih mereka kalau belum apa-apa sudah gugup bin panik.

 

Perhatikan pemain kita malam tadi. Kontrol bola salah, passing kalau tidak sampai, terlalu jauh. Tendangan langsung, melencengnya jauh sekali. Pressing pada pemain lawan lemah sekali. Saat lawan menyerang, mereka sibuk memperhatikan bola tanpa peduli pada pergerakan tanpa bola pemain lawan. Saat menyerang mereka juga jarang menempatkan diri pada posisi yang tepat. Walhasil, setiap serangan merah putih selalu ditanggapi dengan santai oleh para pemain Thailand.

 

Kejadian-kejadian itu yang membuat saya kembali bertanya-tanya. Apa yang salah ? apa yang tidak beres ? sehingga hal mendasar dari sebuah pertandingan sepakbola seperti itu saja tidak bisa mereka terapkan di lapangan. Kenapa saat melawan tim yang kelasnya setara atau di bawah kita mereka masih sanggup mengorganisasi permainan dengan lumayan bagus. Kenapa melawan tim yang secara tradisi lebih kuat, mereka tiba-tiba jadi memble dan kelimpungan ?.

Lihatlah Singapura. Bertahun-tahun yang lalu, negeri yang besarnya hanya seupil itu nyaris tak punya catatan mentereng bila melawan Indonesia. Okelah sekarang mereka punya 5 pemain hasil “menculik” dari negara lain, tapi benarkah kehadiran 5 orang itu bisa serta merta membuat 6 orang lainnya jadi betul-betul bisa mengerti tentang organisasi permainan ?. Kalau memang begitu, mungkin sudah saatnya juga kita “menculik” minimal 5 orang pemain dari negara lain.

 

Tapi, kedengarannya koq memalukan sekali ya ?, negeri besar dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa ini sampai harus “menculik” orang dari negeri lain hanya demi mengangkat citra olahraga yang paling digemari orang-orang di muka bumi. Singapura sih tak ada masalah, sumber daya mereka terbatas. Penduduk mereka masih kalah bahkan sama Jakarta sekalipun.

Jadi, pertanyaannya : Apa yang salah dengan tim nasional kita ?.

Salah urus ?. ah, saya sudah capek dengan pertanyaan itu. Toh meski didemo ratusan orang dan diancam otoritas tertinggi sepakbola dunia, organisasi yang mengurus sepakbola kita tetap dinakhodai oleh narapidana (sekarang mantan) plus kaki tangannya yang saya yakin hanya mencari hidup di sepakbola, bukan hidup untuk sepakbola.

 

Atau, mungkinkah kita memang sudah sangat inferiornya menghadapi kekuatan dari luar yang secara tradisi-maupun tidak-memang sangat menyulitkan kita ?. kalau memang begitu, maka naif sekali. Cebol sekali mental kita.

Sebagai catatan saja, sepakbola kita memang jalan di tempat kalau tidak mau dibilang istirahat di tempat. Lihatlah Singapura dengan contoh yang saya gambarkan di atas. Lihatlah Vietnam dan Myanmar, dua negeri yang pernah porak poranda karena perang, sekarang sudah bisa tegak berdiri menantang kita, negeri yang jauh lebih dahulu mengenal sepakbola. Negeri yang dulu kekuatan sepakbola disegani di Asia Tenggara bahkan Asia.

 

Kalau memang jalan (atau istirahat) di tempat, apa yang salah dong ?.

Ah, pertanyaan itu makin membuat saya pusing. Apa yang salah, atau siapa yang salah ?. atau..memang takdir kita begitu ?. ahhh…makin memusingkan saja pertanyaan itu…sudahlah, apapun itu lets cross our finger sambil berharap keajaiban akan datang di leg kedua semifinal AFF. Itupun kalau kita memang boleh berharap pada keajaiban tanpa harus mencari apa dan siapa yang salah…