Manusia akan melakukan apa saja untuk memperoleh kebebasannya, bahkan sesuatu hal yang nampaknya mustahil
Gulag adalah sebuah kamp konsentrasi yang paling menakutkan di dunia. Terletak di Siberia yang dingin, kamp ini adalah sebuah neraka yang hampir selalu diselimuti salju. Di tempat itu pula seorang tahanan Uni Sovyet bernama Janusz ditempatkan. Kondisi kamp yang sungguh tidak manusiawi membuatnya berontak dan merencanakan pelarian. Bersama beberapa orang tawanan lainnya termasuk seorang warga Amerika Serikat bernama Mr. Smith, Janusz merencanakan pelarian.
Keluar dari penjara Gulag bukan hal yang terlalu sulit. Pelarian setelahnya yang menjadi masalah. Para buronan pencari kebebasan itu harus berhadapan dengan ganasnya alam Siberia serta para tentara merah yang mengejar mereka.
Berbekal kenekatan yang luar biasa Janusz dan 7 temannya yang lain akhirnya menembus segala rintangan termasuk badai salju dan suhu di bawah nol derajat celcius. Tujuan mereka adalah Selatan, menuju Mongolia.? Bukan persoalan gampang tentu saja, apalagi bersama mereka ikut seorang kriminal ( Valka ; diperankan oleh Collin Farrel ) yang sama-sama melarikan diri. Konflik internal mewarnai pelarian itu, bersanding dengan usaha mereka menaklukkan alam yang ganas dan kejaran tentara merah Uni Sovyet.
Di tengah jalan mereka bertemu dengan seorang wanita pelarian dari Polandia bernama Irene yang kemudian bergabung dengan mereka. Perjalanan ke Selatan kemudian dilanjutkan, termasuk beragam rintangan yang tak pernah berhenti. Mereka harus berdamai dengan suhu menggigit, persediaan makanan yang menipis dan air yang sulit. Belum termasuk kaki yang membengkak karena kelamaan berjalan kaki.
Puncak dari perjuangan itu adalah ketika harus melewati gurun Gobi yang gersang di Mongolia. Satu persatu dari mereka menyerah pada alam, tak kuat lagi melanjutkan pelarian mencari kebebasan. Semangat yang membara untuk mencari negeri yang bebas dari pengaruh komunisme Uni Sovyet perlahan pudar berganti keputusasaan. Alam yang berat, persediaan makanan yang hampir habis, air yang susah dicari dan kondisi fisik yang kelelahan adalah tantangan terberat untuk menyelesaikan misi mencari kebebasan. Sungguh bukan hal yang mudah.
Terinsipirasi oleh kisah nyata.
Film produksi tahun 2010 ini terinspirasi oleh sebuah buku berjudul “ A Long Walk “ karangan Slamowir Rawicz yang berisi cerita perjalanannya melarikan diri dari Siberia menuju India di tahun 1942. Buku itu sendiri mengundang kontroversi karena beberapa fakta terungkap bahwa Slamowir bukan melarikan diri karena sudah terlebih dahulu dilepaskan oleh tentara Uni Sovyet. Buku itu juga diprotes oleh Witold Glinski, salah seorang veteran perang dunia II asal Polandia yang mengatakan kalau cerita dalam buku itu adalah cerita tentang dirinya.
Apapun kontroversi dalam buku itu, sutradara Peter Weir berkeras mengangkat kisah ini ke layar kaca dan menambahkan kalimat : terinspirasi dari kisah nyata. Way Back memang menggambarkan kisah panjang para pelarian itu menempuh jarak 4000 mil dari Siberia menuju tanah kebebasan di India, melintasi gurun Gobi dan pegunungan Himalaya. Secara visual, film ini berhasil menampilkan gambar-gambar yang memukau.
Hanya saja film ini punya kekurangan dalam penggarapan naskahnya. Ada banyak celah cerita yang rasanya agak tidak masuk akal. Salah satunya adalah dengan bergabungnya Irene di tengah perjalanan. Tidak ada cerita mendalam tentang gadis itu sehingga kemudian kesannya menjadi mubazir dan dipaksakan. Toh tanpa kehadirannyapun cerita pelarian itu tetap akan bisa berjalan. Kehadiran Irene juga tidak menimbulkan konflik berarti bagi para buronan itu.
Tapi secara keseluruhan The Way Back adalah sebuah film yang cukup berkuailtas. Rotten Tomatoes memberinya skor 73% yang artinya cukup menghibur. Menyaksikan film ini ( dengan mengesampingkan beberapa celah logis ) akan membuat kita percaya bahwa dengan semangat maka sebesar apapun rintangan yang ada, niscaya semua bisa terlewati.
The Way Back bisa jadi pilihan melewatkan akhir pekan, utamanya bila anda sedang butuh suntikan semangat untuk melewati rintangan dalam hidup. Kebebasan memang kadang harus diraih dengan perjalanan panjang yang membutuhkan semangat dan tekad sekuat baja.
link donlotnya mana? 🙂
halah..maaf, saya tidak melayani donlot2an mas..
harom..!!
😛
copy bajakannya aja, mau nggak..?
hahaha
wah, sekarang jadi movielog nih Daeng. hehehehe
Saoirse Ronan itu yang main Lovely Bones bukan? cepet dewasa yah dia. saya belum liat gambar2nya sama sekali, tapi membaca review dari Daeng, rasanya saya bisa membayangkan kalau film ini penuh dengan lokasi-lokasi cantik yang sebenernya bagus untuk promosi Siberia, Mongolia, Gobi, Himalaya hingga India. hihihihi, entah deh, jalan ceritanya film ini membuat orang masih bisa berdecak kagum dan mencoba menikmati pemandangan apa nggak ya? hahahaha
movie blog ?
ah nggak juga, hihihi..cuma lagi senang menulis review sehabis nonton aja
oh ya, meski pemandangannya luar biasa sayangnya film ini tidak mengambil lokasi syuting di Himalaya beneran..hihihi
kayak film Majikannya Cincin, syutingnya di NZ sampai akhirnya semua orang berbondong2 datang kesana mau liat lokasinya. Atau yg lokal ya Belitong yang fenomenal itu, karena Laskar Pelangi, semua orang pengen ke Belitong. Mantap! Kekuatan sebuah film. Sayangnya, nasib sama nggak dialami oleh Denias, dan Tanah Air Beta. Arus kunjungan ke Papua atau ke Timor tidak gegap gempita serta merta menanjak. balik lagi soal biaya kali yah?
jadi pengen ke Mongolia. Aihhh
salah satu tempat yang paling menarik dan eksotis saya kira..
perpaduan antara udara dingin menggigit dan padang pasir yang mematikan..
Filmnya sih saya belum tonton. Tapi menurutku peran2 macam Irene tetap perlu. Dia bisa jadi cameo. Cuma klo terlalu banyak bloopers saya sendiri kadang kesal. Antara minta uang kembali atau ganti film. Hehee… Nda mau rugi.
soal Irene, iya memang harus ada. cuma sayangnya karena peran Irene tidak digali lebih dalam sehingga ya itu, kesannya mubazir
padahal bisa saja dia hadir untuk menimbulkan konflik baru..
donlot film harom
copy bajakan, boleh? 😛
resensinya ok neh, ntar mo nyari donlotan dolo ah
daripada beli bajakan, repot 😛
kenapa..? soalnya kalo donlot harus makan bandwith lagi..
kelamaan, mending ke mol cari bajakan..hihihi
ealah … gitu toh critane
yaaa klo disini kan koneksi berlimpah ruah,
wajar dong klo ngedonlot huehuehue
bagi2 dong bandwithnya..:P
datang sini noh, ambil sendiri 😛
Wah saya kurang suka film-film semacam ini, Daeng, tapi soal spiritnya untuk menemukan jalan terang itu yang perlu diambil..
Oh yeah, ini salah satu pilem yang udah saya unduh tapi belum saya tonton. 😀