Merayakan Kesendirian Bersama Solitary
Saya tidak selalu memutakhirkan pengetahuan saya tentang musik. Pun koleksi musik dalam ingatan saya tak seberapa banyak, kadang berhenti pada bebunyian yang itu-itu saja.
Ketika ada satu-dua musik baru yang tinggal lama, maka itu mungkin karena saya benar-benar suka. Salah satunya adalah musik-musik yang dihasilkan oleh band bernama Tabasco. Band asli Makassar yang beberapa personilnya saya akrabi.
Nama Tabasco pertama saya dengar sekira dua tahun lalu. Mereka yang lebih dulu kenal dengan beberapa kawan diundang untuk tampil dalam perhelatan sederhana ulang tahun komunitas kami. Saya tidak kenal sama sekali lagu mereka, tapi saya tahu kalau aliran mereka adalah Brit Pop, aliran musik pop yang berhulu pada tanah Britania Raya.
Irisan pertemanan membuat saya makin mengenal beberapa personil band ini, utamanya Ilman sang bassist dan Artha sang vocalis. Beberapa kali pula saya menyaksikan penampilan mereka, baik dengan alat lengkap maupun secara akustik. Makin lama saya makin keranjingan mendengar lagu-lagu mereka.
I’ve got romance, weather is rain. But, raindrops keeps falling on everyone.
Your feeling said you’re wrong. But you still, comparing it with something that you think it’s so real.
So open up you eyes. Made your faces.
Lirik di atas adalah potongan lirik dari lagu Sunday Romance, salah satu lagu mereka yang paling saya suka. Dengan irama sedang, lagu ini seperti obat bius bagi saya. Masuk ke kuping, mengalir ke otak dan mulai meracuni. Syairnyapun tak langsung bisa dimaknai begitu saja.
Soal syair, band yang baru saja melepas album pertama mereka ini memang sepenuhnya membangun lirik berbahasa Inggris. Bukan untuk gagah-gagahan, tapi Artha Kantata sang vocalis sekaligus penulis semua lirik dalam album ini punya alasan sendiri.
“Saya tidak pede menulis lirik dalam bahasa Indonesia.” Katanya. Artha menurut saya adalah seorang sosok yang agak sulit untuk dimengerti. Dia punya banyak isi kepala di bawah rambut ikalnya yang mencari cara untuk keluar. Memilih bahasa Indonesia sepertinya belum cukup untuk menjadi ruang bagi isi kepala itu untuk keluar. “Saya merasa bahasa Inggris lebih mampu membuat saya menceritakan sesuatu.” Sambungnya.
Dan lalu muncullah 13 lagu yang semuanya berbahasa Inggris dalam album perdana mereka; Solitary.
*****
Tabasco didirikan Artha bersama teman-teman kuliahnya di kisaran tahun 2009. Bersama Indra (bass), Hamka (gitar) dan Randi (drum) mereka sempat merilis mini album yang berisi 4 lagu di tahun 2011. Selepas mini album ini, dua personil Tabasco mengundurkan diri. Indra memilih berkarir sebagai abdi negara sedangkan Randi memilih fokus ke dunia lukis.
Ilman dan Rendi kemudian masuk mengisi dua posisi kosong yang ditinggalkan oleh Indra dan Randi. Personil inilah yang kemudian bertahan sampai sekarang.
Sejak 2013, Tabasco memutuskan untuk serius menggarap album perdana mereka. prosesnya memang tidak gampang karena para personil punya kesibukan masing-masing. Sebagian besar proses penciptaan lagu dikerjakan oleh Artha, termasuk membuat lirik dan lagu. Pria yang mengaku menggemari Radiohead dan memilih Muse sebagai inspirator ini total meluangkan waktunya untuk menggarap album perdana Tabasco. Dalam dua tahun, Artha tidak berusaha mencari pekerjaan sesuai latar belakang pendidikannya.
Pengorbanan yang tak sia-sia. Dua tahun kemudian Tabasco resmi merilis album perdana mereka. Album yang diakui Artha dan teman-temannya sebagai album keroyokan, album yang bisa lahir karena bantuan banyak pihak.
“Album ini sebenarnya tidak ideal, baik dari isinya maupun prosesnya.” Kata Artha. Tidak ideal yang dimaksudnya adalah tentang pemilihan lagu dan proses mulai dari rekaman sampai mixing dan mastering yang disebutnya tidak sesuai dengan pakem album musik seperti umumnya.
Artha sendiri mengaku sampai harus melakukan banyak revisi untuk beberapa lagu. “Radio itu bahkan saya revisi mungkin sampai 10 kali.” Ujarnya. Dia mungkin termasuk perfeksionis yang tak akan tenang sebelum karyanya dia anggap sempurna.
Buat saya tidak masalah bagaimana prosesnya, karena toh album ini masih bisa dinikmati oleh kuping saya yang bebal dan sulit menerima musik-musik baru. Dari 13 lagu di album ini, sebagian besarnya memang mengingatkan saya pada musisi-musisi beraliran Brit Pop seperti Oasis, Blur, Radiohead atau bahkan Muse. Tidak, Tabasco tidak meniru mereka 100% tapi jelas sekali kalau musisi-musisi itu punya pengaruh buat Tabasco.
Solitary yang bermakna kesendirian memang tepat sebagai judul album. Ketigabelas lagu dalam album ini sangat pas untuk menemani kesendirian. Alunan musiknya bisa membawa pendengarnya melayang kesana-kemari, sedang liriknya bisa mengundang banyak interpretasi yang mungkin bisa diseret pada kenangan atau kejadian sendiri.
Solitary adalah teman yang baik untuk merayakan kesunyian. Entah merayakannya sendirian atau merayakan kesunyian dalam keramaian. [dG]
Sunday Romance di acara sayembara logo Makassar, 30 November 2014