Waktu Indonesia Bagian Karet

Heaven Watch

Entah ini sudah jadi budaya orang Indonesia atau apa, yang jelas jam karet kita sudah sangat parah.

Pukul 9 pagi lewat, dermaga Kayu Bangkoa sudah ramai. Saya tiba di sana sudah hampir selama setengah jam. Anak-anak Anging Mammiri yang berkumpul sudah banyak, tapi yang belum datang juga masih banyak. Di undangan yang disebar via milis disebutkan kalau peserta diharap berkumpul jam 8 pagi, tapi pada kenyataannya satu jam setengah kemudian masih banyak yang belum hadir.

Itu hal biasa. Saya menyebutnya sebagai WIBAM ( Waktu Indonesia Bagian Anging Mammiri ). Janjian jam berapa, jadinya jam berapa. Toleransinya juga tidak main-main, bukan cuma 10-15 menit tapi kadang bisa sampai satu jam sampai satu jam setengah

Kalau saya perhatikan sepertinya ini bukan cuma penyakit anak Anging Mammiri saja. Hampir semua orang Indonesia punya penyakit ngaret yang sama, hanya toleransinya saja yang berbeda. Kata mbak Nique di kolom komentar saya, beberapa komunitas yang dia ikuti gayanya sama, suka ngaret.

Hampir dua bulan lalu kami bikin acara Tudang Sipulung yang pembicaranya adalah warga negara Jepang. Tahu sendiri kan bagaimana ketepatan orang Jepang soal waktu. Pak Nakajima diundang datang jam 7 malam dan benar saja, jam 7 malam beliau sudah nongol di tempat acara. Panitia kaget karena mereka semua masih asik ngerumpi sambil cemal-cemil. Biasanya meski acara memang dipatok jam 7 tapi kenyataannya acara biasanya baru betul-betul digelar 45 menit kemudian.

Mamie yang terbiasa bekerja dengan kolega dari negeri sakura itu cerita kalau biasanya mereka yang mau mengadakan acara dan melibatkan ekspat asal Jepang itu mengkorupsi waktu pelaksanaan acara. Jadi biasanya jam acara ditulis 30 menit lebih lambat dari yang seharusnya. Ini sebagai antisipasi kalau tamu Jepangnya tidak sampai datang kecepatan sebelum tamu atau bahkan tuan rumahnya datang.

Ini juga sekaligus bentuk toleransi atas kebiasaan ngaret orang Indonesia.

Yah, sepertinya rasa tepa selira atau tenggang rasa orang Indonesia jadi salah satu alasan kenapa orang kita banyak yang suka ngaret. Hampir tidak ada hukuman yang berat bagi mereka yang ngaret, semua dianggap wajar jadi tidak heran kalau tradisi ini jadi berkembang subur dan susah untuk dihapus.

Alasan lainnya adalah, biasanya karena yakin kalau orang lain bakal telat kita juga jadi ikut-ikutan mengaretkan diri. Biasanya kita jadi mikir : ah, ndak usah datang cepat-cepat ah, percuma karena toh yang lain juga bakal telat. Kebayang kan kalau semua peserta jadi berpikir begitu, akhirnya ngaretnya jadi berjamaan.

Tapi apa semua orang Indonesia seperti itu ? Tidak juga

Saya kenal beberapa teman yang lumayan disiplin dalam waktu. Janjian jam segitu datangnya jam segitu, atau kalaupun telat masih sangat bisa ditolerir. Paling hanya 5-10 menit. Tapi..tapi mereka-mereka ini adalah manusia langka di Indonesia, dan biasanya memang mereka kesal sama para ngareter.

Saya jadi ingat cerita tentang Bung Hatta sang proklamator. Beliau adalah sosok yang sangat disiplin waktu. Ketika dibuang di Banda Neira, para pekerja kebun pala sampai menjadikan Bung Hatta sebagai jam hidup. Bung Hatta memang punya kebiasaan jalan-jalan keliling pulau di sore hari dan biasanya dia akan melintas di kebun pala tepat jam 5 sore. Jadi ketika Hatta lewat para pekerja akan serentak berhenti bekerja karena jam kerja memang sudah habis. Begitu terus setiap hari selama Bung Hatta di pembuangan.

Asisten pribadi beliau yang sudah mengabdi selama puluhan tahun juga cerita bagaimana aktifitas bung Hatta itu dikerjakan dalam waktu yang sama setiap harinya. Sangat disiplin deh pokoknya. Salah satunya mungkin karena didikan Eropa yang lekat pada si Bung yang memang banyak menghabiskan hidupnya belajar di Eropa.

Tapi, ada berapa orang yang seperti Bung Hatta ? Sedikit sekali kayaknya. Sisanya adalah kita yang punya tenggang rasa yang tinggi sehingga menganggap kalau jam karet itu adalah hal yang biasa. Indonesia banget.

Bagaimana dengan saya ? Ah, saya malu mengakuinya tapi di antara teman-teman saya termasuk penganut paham kalau bisa ngaret kenapa harus tepat. Iyya, bahkan untuk urusan ngantor yang ada hukuman jelas soal keterlambatan saja saya masih suka tidak peduli. Eh, tapi setidaknya saya bukan raja ngaret lho, masih ada lagi yang lebih parah dari saya.

Bagaimana dengan anda ? suka ngaret juga nggak ?