Sotoji ; Genre Baru Di Dunia Soto

Kemasan Sotoji

Soto sudah jadi salah satu makanan khas Indonesia. Ragamnya cukup banyak, dari soto Betawi, soto Sulung, soto Kudus, soto Lamongan hingga soto Banjar. Nah, sekarang malah ada dalam bentuk instan dengan varian rasa yang berbeda, Sotoji atau Soto Jamur Instan.

Bingkisan itu akhirnya datang juga. Tiga kardus berisi masing-masing 20 bungkus Sotoji yang memang kami pesan untuk komunitas blogger Makassar. Sebenarnya tidak sebanyak itu, tapi sungguh mereka berbaik hati mengirimkan sampai 3 kardus.

Saya memang tidak langsung menikmatinya, butuh waktu beberapa hari sebelum dua bungkus Sotoji saya nikmati. Yah, dua bungkus langsung dalam satu kesempatan. Satu bungkus mungkin tidak cukup untuk momen makan malam, jadi dua bungkus saya kira cukuplah untuk mengganjal perut.

Saya akan coba membuat review untuk produk Sotoji ini, sebuah produk yang memang masih tergolong IRT ( Industri Rumah Tangga ) tapi rasanya sudah cukup untuk disejajarkan dengan hasil industri yang lebih mapan.

Kemasan Sotoji

Tampilan adalah hal pertama yang saya nilai, tentu saja karena tampilanlah yang pertama kali melekat di kepala lewat indera penglihatan.

Dari segi kemasan, Sotoji sepertinya mengikuti pakem yang sudah ada dan digunakan banyak produsen makanan kemasan sejenis. Hampir tidak ada perbedaan mendasar mulai dari nama produk, foto produk, tagline dan nama perusahaan serta informasi lainnya. Sepintas memang tidak ada yang terlalu berbeda kecuali tentu saja tuilsan Sotoji yang agak besar di sebelah kiri atas kemasan.

Tulisan Sotoji yang berlatar putih memang bisa langsung menarik perhatian dan memberi tahu orang kalau itu adalah produk yang berbeda dengan produk yang sudah ada. Hanya saja saya punya sedikit kritikan, tulisan Sotoji terlalu datar dan hanya menggunakan huruf serupa huruf-huruf pada komik dengan warna hijau tua.

Saya membayangkan kalau saja mereka mau sedikit lebih provokatif dengan membuat semacam logo atau tulisan Sotoji yang lebih meriah dengan menggunakan warna yang lebih mencolok maka tentu hasilnya akan lebih menarik.

Saya mencoba membuat logo dan tulisan Sotoji dengan menggunakan model yang tidak umum. Alasannya tentu saja agar lebih eye catching dan gampang diingat. Selain itu saya coba menggunakan warna merah di logo tersebut dengan asumsi warna merah lebih terang dan menarik perhatian. Warna dasar tentu saja warna hijau yang entah kenapa sudah terlanjur lekat dengan makanan instan dengan rasa soto.

Bayangan saya tentang kemasan Sotoji

Bagian belakang kemasan yang sekarang sudah informatif. Ada cara penyajian, informasi nilai gizi dan komposisi. Tentu saja ada informasi produsen serta tanggal kadaluarsa. Mungkin karena masih termasuk industri rumah tangga maka informasi suara konsumen masih berupa alamat email dan belum ada line telepon.

Pada bagian penyajian ada yang agak aneh menurut saya. Di sana tertera tulisan : Soto jamur tiram lezat siap dihidangkan dan dinikmati bersama keluarga anda sebagai lauk pelengkap nasi. Hidangan Sotoji dengan sohun dan jamur tiram buat saya agak aneh bila disandingkan dengan nasi, tentu akan lebih pas bila dimakan sendiri tanpa melibatkan nasi. Tapi memang sih, sebagian besar orang Indonesia masih menggandengkan makanan instan seperti ini dengan nasi sebagai makanan pokok.

Tapi kita tinggalkan soal kemasan luar Sotoji ini karena saya yakin mereka tentu sudah melakukan riset mendalam sebelum menelurkan desain seperti sekarang. Mari kita lanjut ke tampilan fisik lainnya.

Ketika bungkus besar dibuka dengan segera aroma jamur tiram menyeruak. Sotoji terdiri dari tiga bagian, sohun, jamur tiram dalam kemasan dan tentu saja bumbu penyedap yang terbungkus dalam dua bungkusan terpisah.

Ada satu yang menurut saya agak kurang dari bungkus bumbu penyedap Sotoji ini, tidak ada bagian khusus untuk menyobek sehingga kita harus menggunakan bantuan entah gunting, pisau atau bahkan gigi. Agak sedikit merepotkan tentu saja. Semoga ini bisa menjadi masukan untuk kemasan berikutnya.

Rasa dan Penyajian

Tadinya saya tidak tahu apa itu jamur tiram, bahkan mendengar namanya saja masih baru. Dengan bantuan Google saya tahu bahwa ini adalah jenis jamur yang memang banyak dibudidayakan. Disebut jamur tiram karena bentuknya yang mirip tiram ( kerang ). Saya bukan penggemar jamur, bahkan saya lupa kapan terakhir mencicipi makanan dengan bahan dasar jamur, oleh karena itu Sotoji lumayan membuat saya penasaran.

Seperti yang saya bilang, begitu bungkus Sotoji dibuka aroma jamur tiram akan langsung menyeruak. Aromanya khas dan lumayan mengundang selera. Jamur tiram ini dikemas dalam bentuk serupa cacahan daging ayam. Yah, sepintas memang bentuknya seperti daging ayam yang dicacah dan biasanya disajikan untuk bubur ayam. Teksturnya agak kasar dan agak keras dengan warna cokelat tua.

Bagian penting lainnya adalah sohun atau mie halus yang terbuat dari pati. Sohun ini berbeda dengan bihun meski kadang orang menyamakannya. Saya tidak tahu alasan Sotoji menggunakan sohun daripada Mie, tapi saya pikir ini pilihan tepat untuk membuat perbedaan besar dengan produk makanan instan yang sudah lebih dulu ada. Lagipula buat saya pribadi, sohun lebih enak karena teksturnya yang lebih lembut.

Nah karena sifat jamur yang kenyal dan keras berbeda jauh dengan sohun yang lembut maka saya tidak memasukkannya dalam panci dengan waktu yang bersamaan. Saya membiarkan jamur dimasak terlebih dahulu sebelum memasukkan sohun di akhir periode memasak. Ini tentu saja supaya jamur jadi lebih empuk untuk dinikmati.

Saya pernah melakukan dua cara berbeda untuk menikmati Sotoji. Satu dengan mencampur bumbunya ke dalam panci dan dimasak bersamaan dengan sohun dan jamur, satu lagi menaburkan bumbunya di mangkuk dan tidak mengikutkannya dalam proses memasak. Kesimpulannya, bila bumbu ikut dimasak bersama sohun dan jamur rasanya akan lebih mengena karena meresap ke dalam sohun dan jamur. Tapi tentu saja jumlah airnya tidak boleh kebanyakan bila tidak ingin rasanya jadi hambar.

Saya menyajikan Sotoji bersama telur rebus, bukan telur yang diceplok dan dimasukkan ke dalam air mendidih. Ini saya lakukan untuk menghindari rasa eneg karena telur yang bercampur dengan sohun dan jamur. Tentang rasa eneg ini, saya harus akui kalau Sotoji memang mantap. Berbeda dengan makanan instan rasa soto yang sudah lebih dulu ada, Sotoji sama sekali tidak eneg. Beberapa produk soto instan biasanya menyertakan koya sebagai penambah rasa soto yang pada beberapa produk justru membuat eneg.

Nah, setelah beres saya tambahkan beberapa elemen seperti tomat, sedikit daun sup dan tentu saja yang tidak boleh dilupakan adalah irisan cabai merah dan jeruk nipis dan voila !! Sotoji lezat siap disantap. Saya tidak mencampur kecap atau sambel botol lagi, takut rasa aslinya akan hilang.

Mari kita santap

Sotoji saya sebut sebagai genre baru untuk sebuah soto karena sebenarnya menurut saya rasa sotonya tidak terlalu terasa kalau memang kita asosiasikan dengan soto yang sudah banyak beredar. Meski begitu, sebagai pilihan makanan baru maka saya harus akui kalau Sotoji berhasil. Pemilihan jamur tiram sebagai pelengkap adalah sebuah terobosan yang saya pikir berhasil. Berhasil karena kemudian memberi rasa yang berbeda untuk sebuah produk instan.

Saat ini Sotoji memang belum dipasarkan secara luas, tapi bagi anda yang berminat bisa langsung memesan ke website mereka : http://sotoji.com . Saya bisa yakinkan anda bahwa menikmati Sotoji akan membawa sebuah sensasi baru makanan instan dengan rasa yang berbeda. Sesuai dengan tagline mereka : Soto jamur lezat, tinggi kandungan serat dan protein nabati.

 

[dG]