SINDIRLAH DAKU KAU KUSINDIR (JUGA)

perang spanduk di kawasan Antang,

Dua mingu belakangan ini, berita apa yang paling menarik di seputar ibukota negara kita, Jakarta ?. kalau buat saya berita paling menarik itu tentunya adalah berita seputar Pilkada yang untuk pertama kalinya digelar secara langsung. Hmm…gejolak politik menjelang pemilihan-pemilihan seperti ini tentu sangat mengasyikkan untuk diamati. Masyarakat seakan-akan disuguhkan sebuah pertunjukan adu kekuatan, adu strategi dan adu-aduan lainnya demi mencapai maksud dan tujuan. Seperti biasa, yang paling laku untuk diobral adalah janji. Simak janji-janji para calon gubernur itu. Yang satu berjanji menjadikan Jakarta bebas banjir, lawannya berjanji tidak akan menggusur PKL. Yang satu berjanji menggratiskan biaya pendidikan sampai SMA, lawannya berjanji memberantas kemiskinan dan musuh utama Jakarta bernama kemacetan. Wow…sangat menyejukkan. terbayang di pelupuk mata para warga Jakarta, nantinya kota terbesar di Indonesia itu akan berubah menjadi kota yang teratur, rapi, bebas macet, bebas banjir, dan hebatnya..pendidikannya gratis. Hmmmm…serasa di negeri dongeng.

Kenapa Pilkada Jakarta ini menurut saya sangat menarik ?. pertama, Jakarta adalah ibukota negara, sehingga segala sesuatunya seakan-akan terpusat di kota berpenduduk sekitar 7 juta jiwa tersebut. Kedua, calon pemimpin kota itu ironisnya hanya ada dua pasang, tanpa ada pilihan lainnya. Seakan-akan warga Jakarta dipaksa untuk memilih “the best of the worst”. Kalau bukan A ya B, gak ada pilihan lain. Nah, kondisi minim pilihan ini membuat situasi persaingan makin sengit dan makin menarik untuk disimak.

Pasangan Adang-Dani yang mengusung tema “Ayo Benahi Jakarta” berusaha mencari simpati dengan menjual kondisi mereka yang “dikeroyok” lawannya. Sementara Fauzi-Pri yang mengusung tema “Jakarta untuk semua” mencari bantuan dengan memanfaatkan unsur kesukuan sebagai putra Betawi asli. Nah, tema-tema dan cara-cara mencari simpati itu kemudian berubah menjadi saling sindir, baik yang secara langsung maupun tidak langsung.

Saya sempat kaget mendengar narasi sebuah iklan di TV yang mendukung pasangan Adang-Dani. Salah seorang anak tokoh Betawi yang paling terkenal-Alm.Benyamin Sueb-berkata, “ Orang Betawi dari dulu sudah terkenal sebagai jagoan, jawara. Seorang Jawara sejati tidak akan main keroyokan”….busyeettt…!!!!, keliatan banget kan siapa yang disindir mereka ?. sementara itu di stasiun TV yang lain, keluarga si Doel yang diwakili si Nyak berkata, “ saya pilih Fauzi Bowo, karena udah orangnya pinter, agamanya kuat lagi..”, nah berhubung lawannya pak Fauzi cuman satu, berarti yang satunya dianggap nggak pinter dan agamanya nggak kuat. Parahnya lagi, beberapa saat kemudian, Mpok Minah mewakili keluarga besar Bajaj Bajuri melontarkan ucapan, “ saya pilih Adang karena beliau nggak sombong, jujur, dan sayang istri..”, wuihhhh…makin ramai dah..!!. kerena lawannya Adang cuman satu, berarti si lawan itu orangnya sombong, nggak jujur dan nggak sayang istri. Saya yang menyaksikan iklan-iklan ini jadi ketawa sendiri. Lucu melihat sekumpulan orang-orang yang katanya cerdas, katanya mau berjuang untuk rakyat,katanya mau membenahi Jakarta, kok malah main sindir-sindiran kayak cewek anak SMA yang mau berantem tapi takut mulai duluan, gak percaya ?, coba liat sinetron-sinetron ABG produksi India-India itu di layar TV, sama koq…..

Harusnya para pemilih udah bisa melakukan analisa kasar terhadap calon-calon pemimpin ini. Belum apa-apa koq ya sudah main sindir-sindiran begitu, bagaimana mau jadi pengayom dan contoh bagi rakyat nantinya (saya menulis kalimat ini sambil memancungkan bibir bawah saya). Kalau bertarung secara elegan saja mereka nggak bisa, bagaimana mengatur pemerintahan dan rakyat secara elegan (sekali lagi bibir bawah saya lebih mancung dari bibir atas). Tapi yah sudahlah, masyarakat kita sepertiya sudah kebal dan super kebal sama hal-hal seperti ini. Tekanan ekonomi dan berbagai krisis yang datang silih berganti rupanya menyebabkan sebagian besar dari kita kehilangan logika, sehingga janji-janji manis kemudian serasa desiran angin semilir di sore hari (atau mungkin seperti Anging Mammiri,kata orang Makassar). Mungkin mereka juga tahu kalau nantinya janji-janji itu hanya akan sekedar menjadi janji tanpa kita tahu kapan terealisasi, yang penting hari ini dapat baju kaos, bisa nonton artis-artis dangdut menggoyangkan bokongnya secara gratis…yah, lumayan bisa membuat mereka lupa akan harga-harga yang melambung tinggi, lupa akan minyak tanah yang makin langka dan sederet masalah lainnya yang jika dituliskan bisa lebih panjang dari daftar belanjaan si konglomerat di pasar swalayan.

Nah, sekarang bagaimana dengan SulSel ?. tanah kelahiran dan kampung halaman saya ini juga sebentar lagi akan menggelar pemilihan kepala daerah secara langsung. Penetapan calon memang belum resmi, tapi setidaknya saat ini sudah ada 3 pasang calon yang siap bertarung, secara jujur maupun tidak jujur. Perang janji yang diwarnai perang spanduk sudah jauh-jauh hari berlangsung. Jadinya sekarang ini Makassar bertambah satu julukan lagi, selain kota sejuta ruko, sekarang jadi kota sejuta spanduk. Yang paling gamblang adalah pertarungan antara ASMARA dan SAYANG, sementara calon yang satunya terlihat lebih kalem, kata orang sih karena kekurangan modal. Sepintas memang ini hanya menjadi pertarungan antara ASMARA dan SAYANG, eiitttsss tapi tunggu dulu. Siapa yang meyangka Yunani bisa jadi juara piala Eropa tahun 2004 ?, atau siapa yang berani menjamin Iraq menjuarai piala Asia 2007 ?, mereka berdua adalah kuda hitam yang meruntuhkan kejayaan tim-tim mapan. Jadi, seperti sepakbola apapun bisa terjadi di Pilkada ini. Calon yang kalem dan cenderung “pendiam” bisa saja justru naik menjadi juara.

Bagaimana soal sindir menyindir ?, hmmm…sejauh ini sih kalau menurut saya belum parah. Kenapa belum parah ?, karena sejauh spanduk yang saya baca, baru sedikit sindiran yang terpajang. Ada spanduk salah satu calon yang isinya begini, “ kita butuh pemimpin yang sehat, energik dan berpengalaman”, atau yang begini, “ hormati yang tua, pilih yang muda”. Warga SulSel pasti sudah tahu untuk siapa sindiran itu ditujukan. Nah, sementara si lawan berat pernah membuat spanduk bertuliskan, “pilih pemimpin yang bebas narkoba”-walaupun sekarang saya sudah tidak pernah melihat spanduk itu lagi-jelas ucapan ini merujuk ke salah satu calon yang –kabarnya-pernah tersandung kasus narkoba (dan ini sudah jadi rahasia umum, walaupun salah satu tim sukses beliau pernah bilang kalau ini bisa-bisanya si lawan saja). Well, perang sindiran mungkin belum terlalu kencang berhubung karena jarak waktu Pilkada yang masih agak lama, juga mungkin karena calon peserta Pilkada yang lebih dari dua pasang sehingga mereka menggunakan strategi perang yang berbeda dengan peserta Pilkada DKI.

Apapun itu, saya hanya berpesan (halah..!!!, sok tua banget) kepada para calon pemilih. Sebelum menusukkan paku ke foto salah seorang calon pimpinan daerah, mungkin kita bisa merenung dulu, tanya ke hati nurani, sudah benarkah pilihan kita ?, atau kalau masih bingung, Golput aja yuk..!!!!

Ah, ini mungkin ajakan yang tidak benar, jadi jangan ditiru kecuali bila dari sononya anda memang berprinsip begitu. Tapi setidaknya itulah pilihan saya sampai saat ini, namun tidak tertutup kemungkinan akan berubah menjelang hari H (tergantung janji siapa yang bisa menggoyangkan saya,hehehe..). Tapi ngomong-ngomong koq saya belum didata sebagai pemilih tetap ya..?, tauk ahh…daripada pusing mending ikutan Pilkandy atau Pilkading aja…(anak Blogger Makassar pasti setuju..!!!).

Salam….