Pepaki Bunduka

Capek setelah perang yang panjang

Kalimat judul di atas adalah bahasa Makassar. Artinya kurang lebih : perang sudah dekat. Idiom ini biasanya digunakan untuk menggambarkan sebuah acara yang waktunya semakin dekat atau semakin mepet. Lebih spesifiknya lagi, idiom ini digunakan untuk menggambarkan sebuah situasi yang mepet sehingga sebuah persiapan perang dilakukan dengan tergesa-gesa dengan pertimbangan waktu yang semakin sempit.

Idiom di atas ada hubungannya dengan kebiasaan saya, menumpuk pekerjaan dan menyelesaikannya menjelang deadline. Ini mungkin sebuah kekurangan saya, di luar kekurangan-kekurangan lain tentunya. Entah kenapa, menyelesaikan suatu pekerjaan menjelang batas akhirnya rasanya lebih nikmat daripada menyelesaikannya dari awal dengan strategi yang terencana, karena biasanya menjelang batas waktunya habis, semua kemampuan rasanya tiba-tiba ?keluar begitu saja.

Saya ambil contoh ketika mengikuti lomba menulis. Biasanya saya lebih suka mengirim tulisan menjelang akhir batas waktu pengumpulan, walaupun misalnya rentang waktunya lumayan panjang.

Setahu saya, bayangan ideal untuk sebuah pekerjaan adalah melalui tahap perencanaan dan pengerjaan secara bertahap agar pekerjaan tidak lantas menumpuk dan dikerjakan tergesa-gesa di akhir batas waktu. Jadi misalkan ikut lomba menulis, kita bisa membuat tulisan di awal rentang waktu pelaksanaan lomba dan masih punya waktu untuk melakukan revisi dan memperbaiki kekurangan sebelum mengirimnya ke panitia.

Idealnya seperti itu. Tapi buat saya berbeda.

Mengerjakan sebuah pekerjaan di awal rentang waktu menjelang akhir biasanya membuat ide saya malah stuck, rasanya sama sekali tidak ada tantangan sehingga hasilnyapun kadang akan jadi sangat biasa-biasa saja.

Hal berbeda akan terasa apabila misalnya saya bersantai-santai di awal sambil mencari ide untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Ketika batas waktu sudah dekat saya baru akan memulai mengerjakannya, lebih seru lagi kalau misalnya batas waktunya adalah besok sehingga saya terpaksa harus begadang. Proses begadang yang ditemani beberapa alat pendukung itu biasanya akan sangat mampu menstimulasi otak untuk mengeluarkan beragam ide dan akhirnya bisa menyelesaikan pekerjaan.

Di kantor, saya bukan satu-satunya orang yang punya cara seperti itu. Setidaknya beberapa teman-teman saya yang juga punya sikap yang sama. Dulu,sewaktu masih bergabung di divisi teknik tim kami memang sering menggunakan istilah “pepaki bunduka”, yah perang sudah dekat. Saya ingat betul, beberapa kali kami harus begadang untuk menyelesaikan pekerjaan karena waktunya yang sudah mepet padahal kalau mau dirunut pekerjaan itu sebenarnya bisa kami selesaikan dengan santai sejak beberapa hari sebelumnya.

Saya jadi ingat sebuah slogan dari seorang motivator yang pernah saya dengar. Dia selalu menyebut-nyebut kata : The Power of Kepepet. Secara garis besarnya dia menggambarkan bahwa manusia itu akan mengeluarkan seluruh kemampuannya ketika berada dalam situasi yang kepepet, kemampuan yang dalam waktu normal mungkin cuma digunakan beberapa persen dari yang seharusnya. Namun ketika berada dalam situasi kepepet tiba-tiba saja seluruh kemampuan tersebut keluar dengan sendirinya. Nah, inilah yang saya rasakan. Ketika waktu sudah mepet, seluruh kemampuan rasanya keluar begitu saja. Terpompa hingga batas maksimum bahkan kadang melewati.

Tapi, namanya sebuah filosofi nyeleneh, pasti ada saja kekurangannya. Filosofi yang saya anut itu jelas bertentangan dengan norma yang wajar. Meski hasilnya luar biasa namun terkadang ada saja kekurangannya yang nampak dan karena waktunya mepet jadi tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaikinya.

Kekurangan lain tentu saja pada pola hidup yang berantakan gara-gara kurang tidur dan kurang istirahat sehingga besar kemungkinan akan mengganggu kesehatan. Makanya, filosofi ini sangat tidak dianjurkan untuk anda yang terbiasa hidup teratur.

Bagaimana ? anda punya tanggapan sendiri ? Berbagi yuk