Museum Rempah Nusantara
Kapan terakhir kali Anda mengunjungi museum?
Akuilah, museum bukan salah satu objek wisata yang menarik bagi sebagian besar orang Indonesia. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah kita orang Indonesia, tapi salah pemerintah juga yang jarang ? atau bahkan tidak pernah – memberi perhatian lebih pada museum. Tidak seperti cara mereka memberi perhatian pada mall atau bangunan modern lainnya. Rata-rata museum di Indonesia berada dalam kondisi mengenaskan dan tentu saja membuat warga malas untuk datang ke museum.
Namun bagi negara-negara maju museum justru jadi salah satu bagian penting. Alasannya karena museum menyimpan catatan sejarah panjang sebuah peradaban. Mereka bisa mengenali sejarah mereka sendiri dan melekatkan budaya mereka sendiri lewat sebuah museum. Sebagai perbandingan, London yang luasnya hampir dua kali kota Jakarta punya 240 museum yang semua ditata dengan rapi dan modern.
Museum sebenarnya bisa sangat menarik bila ditata dengan modern, rapi dan dikelola secara profesional. Ada banyak sejarah yang bisa dipaparkan di museum, utamanya museum dengan tema tertentu. Dari sekian banyak kekayaan Nusantara, rempah seharusnya sudah mulai dilirik untuk dimasukkan dalam sebuah museum yang bisa bercerita banyak tentang mahakarya Indonesia ini.
Dalam setiap biji rempah tersimpan cerita panjang yang penuh dengan kisah romantisme dan kepedihan. Ratusan tahun lalu orang-orang Eropa melintasi lautan dan menantang bahaya untuk mengangkangi kekayaan Nusantara ini. Lalu kenapa kita tidak menghormatinya sebagai bagian dari sejarah kita? Kenapa kita tidak hendak membangun sebuah museum yang bercerita banyak tentang rempah, rute rempah, gejolak perjuangan karena rempah serta tentu saja kegunaan dari rempah itu sendiri?
Rempah sama pentingnya dengan batik yang sudah beruntung punya museum di banyak tempat di Nusantara. Rempah masuk dalam darah sebagian besar orang Indonesia, lewat makanan, lewat minuman, lewat obat-obatan dan bahkan lewat aroma di tubuh kita. Saatnya kita menghormatinya dengan sebuah tempat yang layak dan menyenangkan.
Museum rempah di Hamburg (fotoreporter.de)Hamburg sudah punya museum rempah, Londonpun menyediakan satu bagian dari museum nasionalnya khusus untuk rempah. Padahal negara mereka bukan penghasil rempah. Di Indonesia memang sudah ada rencana membuat museum rempah di Maluku, tapi kenapa kita tidak membuat satu museum besar untuk menampung semua cerita rempah dari sekujur Nusantara?
Tur Museum Rempah Nusantara.
Saya membayangkan sebuah bangunan besar di atas tanah yang luas yang jadi pusat informasi rempah Nusantara. Bangunan ini tak harus didesain seperti bangunan tua, malah seharusnya bisa didesain dengan tampilan yang modern dan menarik. Tampilan modern dan desain menarik ini tentu bisa mengenyahkan gambaran tentang museum yang lusuh, kumal dan menyeramkan karena berbentuk bangunan tua seperti yang banyak terjadi di Indonesia.
Di bagian depan atau lobby pengunjung akan disambut dengan sebuah layar besar yang menampilkan cerita tentang sejarah panjang rempah sejak jaman purba dan sebelum Masehi. Di dinding kita bisa menampilkan informasi tentang rempah, mulai dari jenis rempah, peninggalan purbakala yang berkaitan dengan rempah dari seluruh dunia dan peran rempah Nusantara kala itu. Tentu saja tidak boleh terlupakan tentang mitos-mitos yang sengaja didengungkan orang Arab untuk menutupi asal muasal rempah dari negara tropis itu.
Ilustrasi lobby Museum Rempah NusantaraSatu lagi, jangan sampai terlewatkan informasi tentang betapa berharganya rempah di abad 15 ketika harga sekarung buah pala waktu itu sama dengan harga sewa sebuah apartemen di London sekaligus dengan biaya perawatannya selama 2 tahun. Saya yakin seluruh informasi itu bila ditata dengan rapi akan sangat menarik minat para pengunjung.
Dari lobi pengunjung akan diarahkan ke ruangan pertama. Ruangan ini bisa ditata dengan tema Maluku, negeri di Nusantara yang kala itu jadi salah satu ibu kota rempah dunia. Maluku punya dua rempah endemik, cengkeh (syzygium aromaticum) dan pala (myristica fragrans). Kedua tanaman rempah itu mendorong orang Portugis untuk datang ke Maluku selepas merebut Malaka. Selanjutnya disusul oleh orang Spanyol dan Belanda.
Kisah-kisah ini dituturkan dalam bentuk grafis dan foto pendukung yang disusun rapi di dinding. Seluruh ruangan ditata dengan menggunakan ukiran khas Maluku serta foto-foto Maluku jaman dulu dan sekarang. Pengunjung pasti akan serasa dibawa ke tanah Maluku dan membayangkan masa ketika orang-orang Eropa itu datang pertama kalinya. Kalau perlu disisipkan panduan berupa suara atau tayangan film pendek yang bercerita tentang rempah Maluku dan orang Eropa pertama yang datang ke sana.
Dari ruangan pertama pengunjung digiring untuk masuk ke ruangan berikutnya. Ruangan ini ditata lebih umum, tidak lagi khas Maluku. Di ruangan ini pengunjung akan disuguhi cerita tentang kerajaan-kerajaan Nusantara yang dulu saling berperang dengan campur tangan orang Eropa yang mengincar monopoli rempah di Nusantara. Di ruangan ini bisa diselipkan cerita tentang kerajaan Gowa-Tallo yang sempat berjaya sebagai pelabuhan internasional yang ramai karena posisinya yang tepat di jalur rempah serta peraturan kerajaan yang sangat mendukung para pedagang dari luar itu.
Pengunjung diharap bisa mengetahui sendiri kenyataan kalau Nusantara dulu benar-benar menjadi bagian penting dalam jalur rempah dunia, persis seperti negara-negara Asia Tengah yang berada dalam jalur sutera.
Perang Makassar 12 Juni 1660 ketika VOC ingin menguasai jalur rempah (sumber: travelindonesia.com)Dari ruangan kedua pengunjung digiring untuk masuk ke ruangan ketiga, ruangan yang bercerita tentang masa ketika rempah sudah mulai memasuki masa kemunduran dan tak lagi semahal sebelumnya. Di ruangan ini bisa diceritakan tentang bagaimana orang-orang Belanda yang tadinya bertekad kuat untuk menutup-nutupi keberadaan biji rempah itu akhirnya kecolongan juga. 6 April 1770 seorang Perancis bernama Pierre Poivre dibantu juru tulisanya M. Provost berhasil menyelundupkan biji cengkeh dan pala. Biji itu kemudian berhasil dikembangbiakkan di koloni Perancis di Zanzibar, Madagaskar dan Martinique.
Ketika biji-biji rempah berhasil dibawa keluar dari Maluku dan disebarkan ke tempat lain di Nusantara dan bahkan di belahan dunia lain maka perlahan produksi rempah makin melimpah dan dengan sendirinya harga rempah mulai turun. Kisah ini tentu termasuk dalam bagian kisah panjang sejarah dunia dan sejarah kolonisasi yang terjadi selama berabad-abad.
Penutup Tur Museum Rempah.
Dari ruangan terakhir, pengunjung akan digiring masuk ke ruangan berikutnya. Ada apa di ruangan ini? Nah bayangan saya ruangan ini akan berisi informasi menyeluruh tentang rempah-rempah yang ada di Nusantara ketika bibit rempah sudah bukan lagi milik Maluku sepenuhnya. Di ruangan ini juga akan ditampilkan informasi semacam trivia tentang suku-suku di Nusantara yang sudah hidup bersama rempah selama ratusan tahun. Ada ritual budaya yang menggunakan rempah sebagai bagiannya seperti yang dilakukan oleh suku Batak Simalungun, ada beragam jamu dari Jawa yang menggunakan rempah sebagai bahan dasarnya dan tentu saja ada cerita beragam makanan yang Nusantara yang tak lepas dari rempah.
Di ruangan ini pengunjung pasti akan disadarkan betapa rempah sudah benar-benar menyertai perjalanan panjang negeri ini, rempah yang menarik orang-orang Eropa yang datang ke sini dan rempah pula yang memupuk semangat kolonialisme mereka hingga berujung pada pergerakan dan penyatuan negeri-negeri di Nusantara dalam satu bangsa bernama Indonesia. Rempah adalah cikal bakal negeri ini, dan itu yang harus diketahui oleh orang Indonesia.
Di ruangan inipun pengunjung pasti akan paham betapa rempah sudah jadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari hidup orang Indonesia. Dari makanan, minuman, obat-obatan hingga pewangi.
Lalu sebagai penutup dari tur museum, ada kios yang menyediakan beragam suvenir dengan tema rempah. Ada gantungan kunci bergambar rempah, ada kaos yang didesain dengan gambar rempah yang menarik, ada tote bag dengan desain tentang rempah, ada hiasan dinding dari rempah yang dikeringkan serta tentu saja ada beragam rempah yang sudah dikemas dengan bentuk menarik. Rempah itu bisa dari bumbu makanan siap saji atau makanan kecil dari rempah seperti manisan pala atau kacang goreng dengan rempah. Kios ini bisa saja menjadi bagian penting dari usaha kecil menengah (UKM) yang menggunakan rempah sebagai bahan dasarnya.
Ragam merchandise bertema rempah (desain: iPul G) Cemilan dan minuman dari rempah (dari berbagai sumber)Oh iyya, satu lagi yang hampir terlupakan. Museum ini harus dilengkapi dengan kantin yang terbuka untuk umum. Kantin ini tentu saja harus bertema rempah dengan ragam makanan dan minuman Nusantara yang kaya rempah. Bukan hanya pengunjung museum yang boleh datang dan mencicipi makanan/minuman di sana tapi orang lain yang tak hendak menikmati museum juga boleh datang kapan saja.
Sesekali museum akan mengadakan kerjasama dengan pemerintah provinsi di Indonesia, khususnya provinsi yang terkenal dengan rempah-rempahnya. Pihak provinsi bisa?menggelar parade budaya rempah, bisa kuliner dengan ragam rempah, jamu dengan rempah yang kaya atau bahkan ritual adat yang dekat dengan rempah. Acara ini tentu menarik karena bisa menggabungkan antara budaya dan kuliner. Di acara gelar budaya rempah ini juga pemerintah provinsi bisa menyelipkan brosur wisata rempah untuk para pengunjung yang mungkin tertarik melihat langsung dan menikmati langsung bagaimana menanam atau memetik rempah langsung dari pohonnya.
Buat pemerintah provinsi, museum ini bisa jadi etalase mereka menjual potensi wisata daerah. Semakin banyak dan semakin sering pemerntah daerah yang menggelar acara di Museum Rempah Nusantara maka tentu akan nafas museum ini akan semakin panjang.
Semakin banyak acara yang digelar di museum rempah maka saya yakin akan semakin panjang nafas museum ini. Beragam komunitaspun akan sangat tertarik untuk datang dan mempromosikan Museum Rempah Nusantara, mereka bisa saja datang dari komunitas pecinta sejarah, pecinta budaya dan tentu saja pecinta kuliner.
Website Museum Rempah Nusantara.
Oke, kita sudah punya museum rempah yang menampung cerita panjang tentang rempah Nusantara dan ragam kekayaannya, sekarang bagaimana membuat museum ini bisa menarik perhatian orang? Atau bagaimana mempopulerkan museum ini agar orang tahu dan kemudian tertarik untuk datang?
Selain beragam event budaya dan kuliner yang digelar di museum, website tentang museum ini tentu tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Museum rempah Nusantara harus punya website yang bisa bercerita banyak tentang museum ini dan tentu saja berfungsi sebagai alat marketing yang mumpuni.
Di website museum rempah Nusantara ada informasi tentang isi museum lengkap dengan foto dan videonya, informasi event, testimoni dan tentu saja informasi dasar tentang lokasi dan jam operasional. Website museum rempah nusantara bila dikelola dengan baik dengan tampilan yang menarik tentu akan membuat orang penasaran untuk berkunjung langsung dan bila berkunjung langsung ke museum rempah orang akan penasaran untuk berkunjung langsung ke tanah tempat rempah-rempah itu tumbuh. Bukankah ini satu cara yang apik untuk mempromosikan wisata Indonesia?
Desain antar muka website Museum Rempah Nusantara (design: iPul G)Website museum rempah Nusantara tentu saja tidak boleh berhenti sampai di situ, harus ada tim khusus yang menggunakan semua aspek media sosial untuk membuatnya lebih menarik dan lebih dikenal orang. Kalau perlu rekrut jagoan-jagoan IT Indonesia untuk membuat applikasi rempah di telepon pintar. Isinya bisa tentang sejarah rempah, cerita rempah atau komoditi yang berhubungan dengan rempah.
Rempah adalah bagian penting dalam sejarah negeri ini, gemah rempah Mahakarya Indonesia tidak boleh dibiarkan lenyap begitu saja. Penting bagi generasi mendatang untuk tahu betapa rempah adalah komoditi yang dulu begitu menentukan nasib negeri-negeri di Nusantara yang kelak bersatu menjadi Indonesia. Rempah Nusantara juga sudah terlanjur memengaruhi jalannya sejarah peradaban dunia, jadi tak ada alasan untuk tidak memberinya tempat yang pantas. Tempat di mana kita semua bisa mengenalnya, menyusuri jejak panjang sejarahnya, menghargai budaya yang melekat padanya dan menghargai gemah rempah mahakarya Indonesia. [dG]
daeng…..keren ini rencana museumnya….mo diajukan kemana proposalnya ??
akhir bulan ini aku mo ke Ambon (again) dan akan ke museum negeri ambon yang ada ruang cerita rempah.
btw mengenai museum kenapa sepi ? bukan salah pemerintah menurutku daeng….kembali ke budaya keluarga juga siy, apakah selama ini sudah mengenalkan museum ? saya cukup rajin mengajak keponakan saya ke museum, kebetulan di jakarta banyak museum yang menarik dan bagus, walaupun sepi juga siy, sehingga keponakan2 saya kalo diajak main ke museum pasti senang, walau lebih senang kalo diajak ke mol, karena dengan harapan di traktir makan sama ucinya…hehehehee
trus alasannya museumnya membosankan, salah siapa ? again siy menurutku bukan salah pemerintah….bukannya sok-sokan membela pemerintah siy, tapi kembali ke kita, apakah kita sudah memanfaatkan ruang publik yang disebut museum ini dengan maksimal. museum bukan sekedar tempat barang antik di pajang, tapi juga ruang publik untuk ngumpul dan berkreatifitas. di beberapa kota besar sudah banyak komunitas yang memanfaatkan museum, bahkan museum nasional sudah menggandeng teater koma untuk membuat pertunjukan ‘gratis’ setiap bulan untuk menayangkan mini teater dengan mengangkat cerita dari 1 koleksi museum nasional yang jumlahnya ribuan….
jadi kalo di tanya kapan terakhir saya ke museum, dengan bangga saya jawab bulan lalu, dan bulan ini sudah menjadwalkan, karena tiap bulan pasti akan ke museum yang ga akan ada habisnya dinikmati.
hayuk kita ke museum
anuh, ini sebenarnya tulisan buat lomba
tapi kalau bisa jadi kenyataan kayaknya keren ya?
Matur sembah nuwun Daeng Ipul.
Tulisan Daeng Ipul bagi saya pribadi merupakan suatu penguatan untuk mewujudkan mimpiku dalam mendirikan sebuah museum yang telah kurancang dan kupersiapkan sejak 4 tahun lalu, Semoga saja mimpiku terwujud, sehingga dapat melengkapi keberagaman museum di negeri tercinta ini….. seperti “Museum Rempah” yang pada saat ini telah berdiri di kawasan Benteng Orange Ternate, Maluku Utara yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Ternate.
Salam Hormat untuk Daeng Ipul