Kemah A La Orang Kaya

Suasana kemah anak orang kaya

Anda pernah berkemah ? Kalau anda pernah ikut kegiatan pramuka bisa dipastikan anda pernah ikut acara berkemah. Tapi, tahukan anda kalau gaya anak sekarang berkemah rupanya berbeda jauh dengan gaya anak-anak jaman dulu ? Berikut adalah sedikit catatan yang saya tuliskan setelah melihat langsung sebuah proses perkemahan anak-anak sekarang yang notabene orang tuanya adalah orang-orang berada.

Suatu malam saya dan teman-teman ikut di mobil seorang bapak teman kantor. Ketika lewat depan sebuah rumah makan cepat saji mobil berbelok ke arah parkiran. Kami menunggu di parkiran ketika si bapak masuk ke dalam restoran dan kemudian keluar dengan tentengan berisi beberapa kotak makanan cepat saji.

” Anak saya lagi berkemah di sekolahnya, tadi dia pesan dibelikan makanan.” Begitu kata si bapak ketika mobil berjalan kembali.

Gila, pikir saya. Berkemah dan minta dibelikan makanan cepat saji produksi Amerika itu ? Luar biasa. Dengan segera saya membandingkannya dengan perkemahan pramuka masa SD dua puluh tahun lalu. Jangankan makanan cepat saji produk import itu, makanan yang disantap saja rasanya hanyalah makanan a la kadarnya bahkan cenderung instant.

Beberapa waktu kemudian saya kebetulan melintas dalam lingkungan sebuah sekolah elite yang tidak jauh dari kantor. Dalam sekolah itu kebetulan sedang ada acara perkemahan. Beberapa tenda besar berwarna cokelat berserakan di sebuah lapangan. Anak-anak berseragam pramuka nampak berbaris rapih.

Ada pemandangan berbeda dari acara perkemahan yang saya bayangkan. Di sekitar arena perkemahan berkumpul ibu-ibu dengan dandanan yang mentereng, rapih dan kelihatan mahal. Sebagian dari mereka membawa kotak makanan dan rantang.

Dari kerumunan ibu-ibu ada juga sebagian wanita muda dengan penampilan yang agak berbeda. Lebih bersahaja dengan dandanan yang seadanya dan raut muka yang lebih “biasa”. Merekalah para pembantu dari ibu-ibu yang lebih rapih dan mahal itu. Di tangan mereka juga ada tas, kotak makanan dan benda-benda lain yang tak tahu apa fungsinya.

Ternyata, ibu-ibu yang membawa pembantunya itu sengaja datang ke lokasi perkemahan untuk mengawasi anak-anak mereka yang sedang berkemah. Beberapa dari mereka bahkan membawa makanan khusus untuk anak mereka. Selain makanan ternyata ada juga yang bahkan sampai membawa botol air mineral besar. Airnya bukan untuk minum, tapi untuk apa coba ? untuk dipakai mandi !!

Kemah yang mencolok

Sekolah yang saya maksud itu memang berada dalam lingkungan perumahan yang termasuk perumahan elite di kota Makassar. Tak heran kalau ibu-ibu yang menyambangi anak-anaknya itu memang berpenampilan sangat menarik. Anak-anak yang berkemah juga jelas berasal dari keluarga yang tidak susah.

Lupakan kenangan memasak di atas tungku yang sengaja dibuat ketika berkemah. Lupakan juga kenangan mengumpulkan ranting dan membuat perapian untuk memasak air dan makanan. Anak-anak itu memasak makanannya dengan menggunakan kompor gas. Yah, kompor gas ! Ibu mereka terlalu khawatir pada kesehatan anak-anaknya dan kemudian membekali mereka dengan kompor gas lengkap dengan tabung gasnya. Sepertinya ibu-ibu itu juga kuatir kulit halus anak-anaknya akan lecet kalau sampai bersusah payah membuat tungku atau mandi pakai air yang tidak dijamin kebersihannya.

Saya tiba-tiba berpikir, apa jadinya anak-anak itu kalau sedari kecil mereka tidak dibiasakan untuk mandiri, jauh dari orang tua dan berusaha sendiri. Apa jadinya anak-anak itu kalau sedari kecil mereka sudah terbiasa disuapi, dilayani, dimanja dan dibiasakan hidup dalam kenyamanan. Setahu saya berkemah itu tujuannya adalah menanamkan kemandirian dalam diri anak sedari kecil supaya mereka tumbuh menjadi pribadi bermental baja yang tahan terhadap goncangan sekeras apapun di masa dewasanya nanti.

Rasanya sebagian generasi kita semakin hari memang semakin manja. Terlalu lama hidup dalam zona nyaman sehingga kadang terlalu takut untuk memulai sesuatu yang berisiko. Para pelaut tangguh tidak lahir dari laut yang tenang, sebaliknya mereka lahir dari laut yang bergelombang. Para generasi petarungpun sepertinya tidak akan lahir dari perkemahan yang penuh fasilitas itu.

Atau, saya yang salah ?

Entahlah. Tapi sore itu lamunan saya kembali pada sebuah masa di mana sebuah perkemahan terletak jauh dari rumah penduduk dengan fasilitas seadanya. Anda harus berkeringat banyak sebelum bisa menikmati sepiring makan siang. Anda harus berjalan jauh untuk bertemu aliran sungai dan membasuh badan seadanya.

Ah, jaman memang sudah berubah. Tapi sungguh, saya miris melihat suasana perkemahan a la orang kaya itu. Atau..mungkin saya saja yang terlalu cemburu pada kenyamanan mereka.