Kapan Cuti Lagi ?

Bandara Sultan Hasanuddin

Cuti bagi semua yang berprofesi karyawan adalah sebuah kata yang dinantikan. Aktivitas kerja 5 (atau 6 ) hari seminggu yang terkadang membosankan dan bikin stress memang salah satunya disembuhkan oleh sesuatu yang bernama cuti. Tapi tahukah anda kalau ternyata untuk mendapatkan cuti terkadang tidak mudah karena adanya tantangan dari kantor ?

Saya ingat salah satu potongan kalimat yang ditulis Trinity dalam Naked Traveler, isinya kira-kira begini : ketika sudah mulai merasa jenuh, tidak mampu berpikir dengan baik, selalu uring-uringan dan tidak bersemangat maka itu adalah tanda sudah waktunya packing dan mengambil cuti. Hoho..benar sekali. Saat semua beban di kepala terasa berat akibat tekanan pekerjaan, maka tak ada pilihan lain selain ambil cuti, keluar dari rutinitas dan meregangkan syaraf yang tegang.

Tapi, ternyata tidak semua berpikiran sama. Di kantor saya ada seorang bapak yang dengan bangganya bilang : saya sudah bertahun-tahun tidak pernah ambil cuti. Oke, mungkin dia mau bilang kalau dia adalah karyawan yang loyal, yang memberikan lebih dari 100% dari kemampuannya dan tidak perlu berlibur karena seluruh waktunya hanya untuk kantor yang dia cintai.

Oke, I got the point. Menurut saya mereka yang bangga karena tidak pernah ambil cuti itu adalah orang-orang yang tidak sadar. Apalagi kalau alasannya adalah karena tidak tega meninggalkan pekerjaan. Terlalu berlebihan, membiarkan diri diperbudak oleh pekerjaan meski alasannya karena cinta pekerjaan atau mengejar karier.

Cuti adalah hak semua karyawan. Dalam ketentuan departemen tenaga kerja tertuang jelas tentang cuti itu. Beberapa perusahaan memang tidak serta merta mengadopsi semua aturan dari depnaker, ada yang mengurangi ketentuannya, ada juga yang malah menambahkan dengan ketentuan cuti lain yang tidak diatur dalam peraturan depnaker.

Di tempat saya bekerja, cuti tidak selamanya bisa diambil dengan mudah. Beda atasan beda gaya. Di salah satu divisi ada atasan yang begitu loyal memberikan ijin cuti kepada bawahannya selama pekerjaan sang bawahan memang sudah beres dan tidak ada hal urgent yang tertinggal. Tapi, di divisi yang lain ada atasan yang begitu pelit untuk sekadar membubuhkan tandatangan di form cuti bawahannya.

Alasan utamanya lebih karena si bawahan belum menyelesaikan semua pekerjaannya, atau si bawahan belum mencapai target. Oke, satu sisi ada benarnya juga. Tak elok juga bagi seorang karyawan untuk berleha-leha ketika kerjaannya belum beres. Pun ketika targetnya masih terbengkalai dan belum terpenuhi.

Tapi eh tapi, mari kita lihat dari sisi yang berbeda. Bagaimana kalau misalnya si karyawan tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya atau mencapai targetnya karena keburu stress dan tertekan atau jenuh dan bosan dengan rutinitas? Dan satu-satunya jalan terbaik untuk mengembalikan semangatnya adalah dengan memberinya sedikit kesenangan, waktu yang longgar dan kesempatan untuk keluar dari rutinitas.

Elok nian kalau misalnya mereka dibiarkan berlibur beberapa hari, jauh dari kantor dan urusan kantor. Biarkan mereka bersantai, keluar dari ketegangannya selama ini. Tapi setelah kembali ya jangan dicecar juga kali, jangan ditagih dengan kata-kata : hayo..!! kerjaanmu selesaikan, kan sudah dikasih cuti.

Karyawan yang berhati nurani saya yakin pasti akan berpikir juga untuk sekadar membalas budi atas kesempatan liburan yang sudah diberikan. Tanpa perlu ditagih mereka biasanya akan langsung membalasnya dengan pekerjaan yang beres dan target yang terpenuhi. Biasanya sih begitu.

Saya heran sama teman-teman yang tidak mau memperjuangkan cutinya dan membiarkannya hangus begitu saja. Alasannya beragam, mulai dari : ah, nanti pasti tidak dikasih ijin sama bos, nanti cuti mau kemana ? Males ah kalo cuti cuma di rumah saja. Males ah kalau cuti tidak ke mana-mana.

Mari berlibur

Hadduh..!! Kalau alasannya cuma itu rasanya koq ya tidak berdasar banget. Memangnya cuti harus ke mana-mana ya? Memangnya cuti harus berarti jalan-jalan? Bukankah cuti juga bisa dinikmati di rumah sendiri? Bermalas-malasan, nonton DVD, dengar musik, bertaman, memasak, beres-beres rumah, membaca, atau bermain bersama anak dan istri/suami. Rasanya pasti menyenangkan koq.

Okelah, jalan-jalan memang menyenangkan apalagi kalau sampai bisa ke luar kota dan luar negeri. Tapi apa iyya harus jalan-jalan jauh? Berapa objek wisata di sekitar anda yang belum pernah anda kunjungi atau sudah berbilang tahun tak pernah anda kunjungi lagi? Itu salah satu target liburan yang menyenangkan bukan? Dan tentunya tidak perlu keluar ongkos banyak untuk ke sana.

Dan oh ya, menurut saya bagi sebagian besar orang Indonesia, liburan memang belum masuk dalam salah satu perencanaan jangka panjang maupun pendek utamanya untuk kelas menengah ke bawah. Padahal liburan penting sekali, sebagai sarana untuk menyeimbangkan hidup. Daripada stress dengan pekerjaan dan rutinitas sehari-hari. Liburan juga tak perlu mahal bukan? Yang penting esensinya, bisa keluar dari rutinitas dan menemukan sebuah oase yang menyejukkan.

Oke, saya sudah cerita panjang lebar tanpa ada juntrungannya. Sekarang saya mau menatap kalender dulu, mencari waktu yang tepat untuk cuti dua bulan mendatang ketika anak SD libur. Tujuannya? Semarang tentu saja. Bagaimana dengan anda? kapan cuti lagi?