Jauh Sampai Ke Halmahera
Tulisan ini diikutkan dalam “Jailolo, I’m Coming!” Blog Contest yang diselenggarakan oleh Wego Indonesia dan Festival Teluk Jailolo
Vasco da Gama adalah pelopor Portugis menguasai benua Asia. Pekerjaan yang dia mulai ini kemudian diselesaikan dengan baik oleh penakluk Portugis terbesar, Alfonsu de Albuquerque yang dalam 6 tahun masa pemerintahannya sebagai gubernur (1509-1515) berhasil membuka laut-laut ke Timur Jauh bagi pedagang-pedagang Portugis. Alburqueque tidak tinggal diam. Penaklukan kota Goa jadi batu pijakan untuk makin melebarkan kekuasaan di benua Asia. Malaka harus jadi pijakan kedua dan pada tahun 1511 berlayarlah dia ke timur.
Singkatnya 10 Agustus 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis. Benteng dibangun di sekeliling kota, mereka yang tidak tunduk langsung dikirim ke alam baka. Albuerqueque menatap jauh ke timur dan Maluku menjadi tujuan selanjutnya. Kepulauan itu sudah lama masyhur sebagai penghasil rempah-rempah yang melegenda sampai ke Eropa. Godaannya sangat besar sehingga bukan cuma orang Portugis yang berani menantang maut jauh ke Halmahera, tapi juga bangsa kulit putih lainnya.
Episode ratusan tahun lalu itu adalah isyarat betapa pulau di timur Indonesia itu memang punya magnet kuat yang mampu membuat orang meninggalkan zona nyamannya dan mencari kenyamanan baru di Halmahera. Cengkeh, pala, uang, kekuasaan dan entah apalagi menjadi tujuan mereka berlayar jauh ke timur dan melintasi laut yang kadang tidak bersahabat, berdiri di tepian jurang nasib yang bisa mematikan mereka kapan saja.
Ratusan tahun kemudian, Halmahera mungkin sudah terlupakan oleh para penakluk berkulit putih itu. Kejayaan rempah-rempahnya hanya tertinggal di catatan sejarah di museum-museum atau di ragam literatur. Menyebut Halmaherapun hanya akan membuat kening mereka berkerut, negeri di mana itu? Bukan salah mereka, karena kitapun yang sebangsa masih banyak yang tak bisa menunjuk dengan tepat di mana itu Halmahera. Apalagi Jailolo.
Padahal di sana ada surga! Saya hanya menikmatinya lewat gambar, tapi sungguh gambar tentang surga bernama Jailolo itu meneteskan liur siapapun yang mengaku mencintai kekayaan alam. Bukan cuma alam, terbayang keramahan dan budaya warga setempat yang berkumpul dalam satu perpaduan sempurna yang begitu menggoda.
Ratusan tahun lalu orang kulit putih begitu tergoda untuk datang ke Halmahera demi mengejar rempah-rempah. Kenapa sekarang saya tidak boleh tergoda untuk datang ke sana menikmati alam dan budayanya? Tidak perlu banyak bicara, festival Jailolo adalah penggoda terbesar untuk siapapun yang mengaku mencintai alam. Tak ada alasan untuk menolaknya!
Sayangnya belum semua pihak bisa duduk bersama untuk menggoda orang lebih banyak datang ke Jailolo. Pemerintah belum bisa menggoda pihak swasta untuk menekan biaya ke Jailolo, agar orang lebih memilih ke sana daripada menyeberang ke negeri seberang. Onliner bisa jadi corong untuk promosi, membawa mereka ke sana dan meminta mereka bercerita tentang surga itu. Tapi tidak bisa berhenti di sini, pemerintahpun harus bisa menggoda investor untuk bersama-sama menggoda calon wisatawan.
Warga hanya bisa ikut mempromosikan, tapi kebijakan semua ada di pemerintah. Semua berkaitan, warga mempromosikan, pemerintah memudahkan. Sayang kalau surga seindah Jailolo itu tak ditengok dan dibiarkan begitu saja. Ratusan tahun lalu orang Portugis berlayar jauh ke Halmahera, kenapa sekarang kita tidak melakukan hal yang sama? Kalau dulu mereka mencari rempah, kejayaan dan kekuasaan biarlah sekarang kita berlayar jauh ke sana mencari kedamaian.
Jauh sampai ke Halmahera.