Geliat Industri Kreatif Makassar

Suasana Tudang Sipulung bulan Februari

Tudang Sipulung adalah acara bulanan yang digelar oleh Anging Mammiri, komunitas blogger Makassar. Setelah sukses menggelar Tudang Sipulung dengan tema “Scholarsip” di bulan Januari, bulan Februari ini Anging Mammiri memilih tema “Industri Kreatif di Makassar”. Berikut adalah laporan acaranya.

Dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini industri kreatif di Makassar makin menggeliat. Utamanya yang berhubungan dengan desain grafis, musik, sastra dan film. Salah satu yang paling gampang ditangkap adalah munculnya beberapa gerai fashion dengan brand lokal. Beberapa di antaranya malah menggabungkan beberapa industri sekaligus, bukan hanya fashion tapi ada juga musik di dalamnya. Salah satu yang paling sukses adalah gerai dengan merek CHAMBERS.

Hari sabtu (26/2) kemarin, salah seorang punggawa CHAMBERS berkenan menjadi pembicara dalam acara Tudang Sipulung yang digelar komunitas blogger Makassar, Anging Mammiri.

Upi, wakil dari Chambers bercerita kalau Chambers yang berdiri sejak 2003 ini sesungguhnya hanya dimulai dari sebuah komunitas. Dukungan dari berbagai pihak membuat mereka berani menjajaki peluang di bisnis clothing. Awalnya hanya sebagai distro yang mengambil beragam merek dan hasil produksi dan melepasnya ke pasar di Makassar. Setahun kemudian mereka bahkan mulai berani memproduksi merek sendiri dengan label Chambers.

Sejak tahun 2005 Chambers kemudian melebarkan sayap, dengan bendera Chambers Entertainment mereka kemudian berusaha menjajal kemampuan di bidang event organizer, media dan bahkan music produser. Secara umum bisnis yang baru mereka rengkuh itu sebenarnya masih punya hubungan erat dengan bisnis sebelumnya yaitu clothing.

Ketika ditanya soal tips mereka bertahan selama kurang lebih 7 tahun di tengah serbuan dan persaingan clothing shop dan distro di Makassar, Upi menjelaskan kalau senjata utama mereka adalah kualitas di samping tentu saja koneksi yang kuat dengan pusat fashion di Indonesia, Bandung dan Jakarta.

Chambers mengklaim kalau mereka selalu menjaga dengan baik mutu dan kualitas dari produk mereka. Soal style dan desain mereka memang terus memantau perkembangan dari dua kota yang disebut di atas. Bukan rahasia lagi memang mengingat kedua kota tersebut masih menjadi barometer utama dalam pergerakan dunia fashion di Indonesia. Semua trend model dimulai dari kedua kota itu.

Peserta termuda Tudang Sipulung bulan Februari

Menurut Upi, karakter anak muda Makassar termasuk unik. Rasa gengsi yang tinggi membuat mereka memang harus terus berusaha mengimbangi dinamisasi dan pergerakan mode yang terus berubah. Tertinggal sedikit saja, produk mereka tidak akan dilirik. Ini juga yang menjadi pertimbangan ketika mereka tidak berani untuk fokus mengembangkan ikon lokal untuk dibawa dalam desain produk mereka. Tapi, sepertinya ini menjadi tantangan baru, bagaimana mengawinkan desain modern dengan ikon lokal sehingga terjadi sinergi yang unik dan mungkin mampu menggeser selera sebagian besar anak muda Makassar yang masih berkiblat ke Bandung dan Jakarta.

Bagi Chambers, satu senjata utama lainnya adalah kreatifitas dalam menata interior toko. Mereka mengklaim kalau interior mereka memang berbeda dengan rata-rata interior distro dan clothing shop di Makassar. Ini penting-menurut Upi-karena biasanya para pelanggan akan lebih nyaman berada dan kemudian berbelanja di dalam sebuah toko yang tampil dengan interior yang nyaman.

Dalam 10 tahun belakangan ini perkembangan industri kreatif di Makassar pada khususnya memang begitu pesat. Para pelaku industri muncul satu demi satu dengan kemampuannya masing-masing. Hanya saja tantangan terbesar memang ada pada akses sehingga geliat tersebut memang kurang tertangkap secara nasional. Padahal menurut catatan Chambers, Makassar termasuk kota ketiga setelah Jakarta dan Bandung dalam urusan pasar industri clothing/distro.

Salah satu tantangan terbesar bagi pelaku bisnis clothing di Makassar adalah pada bahan baku. Semua masih terpusat di Jakarta dan Bandung sehingga produksipun mau tidak mau tetap dilakukan di kedua kota ini. Walhasil, harga jualpun terpaksa lebih tinggi. Bayangkan bila ada produsen tekstil yang mau menancapkan investasi di kota Makassar, pasti geliat produsen lokal dan pelaku indsutri kreatif di bidang clothing ini akan berkembang pesat.

Pasar Makassar dan hampir semua kota-kota di pulau Sulawesi memang sedikit unik dan berbeda dengan pasar di Jawa. Ini sebenarnya menjadi sebuah tantangan menarik untuk para pelaku industri kreatif di Makassar. Pasar remaja yang jadi sasaran utama tidak akan pernah habis, yang paling penting adalah bagaimana para pelaku bisnis kreatif tersebut bisa mengikuti perkembangan trend yang kadang kala berubah dengan cepat.

Menarik mengikuti geliat para pekerja kreatif Makassar. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.