E-Learning, Sekarang Atau Terlambat Sama Sekali

Ilustrasi
Ilustrasi

Semakin hari teknologi semakin berkembang, tak elok rasanya hanya duduk di tepi rel dan menganga melihat cepatnya perkembangan teknologi tanpa tergoda untuk ikut mencoba.

Seorang kawan pernah bercerita, suatu hari dia meminta alamat email seorang anggota dewan. Tentu untuk kelancaran urusan mereka berdua. Di luar dugaan, si bapak anggota dewan menjawab, “Maaf dek, email saya kemarin dibawa anak saya ke Jakarta.” Kawan saya mengernyitkan dahi, rupanya dalam pikiran si bapak, email itu sama dengan laptop.

Cerita di atas bisa saja benar, bisa saja hanya karangan. Tapi akuilah, kisah bapak-bapak pejabat dengan perangkat komputer paling mutakhir yang tidak dibekali dengan kemampuan mengoperasikannya adalah hal yang jamak di negeri ini. Saya pernah melihat sendiri bagaimana sebuah komputer iMac di sebuah instansi pemerintah yang dibiarkan menganggur karena tidak ada seorangpun karyawan yang bisa mengoperasikannya.

Perkembangan teknologi selepas pergantian milenium memang sangat pesat. Apa yang 15? tahun lalu mungkin hanya jadi angan-angan orang perlahan benar-benar jadi kenyataan dalam waktu yang singkat. Perkembangan teknologi yang sangat pesat kadang tidak bisa diimbangi oleh banyak orang. Geger budaya, mungkin itu kata yang tepat. Banyak orang yang bergegas mengikuti arah perkembangan teknologi tapi tergopoh-gopoh untuk benar-benar bisa menguasainya. Tidak heran kita jadi terbiasa melihat orang-orang di kota menenteng perangkat teknologi terbaru tapi sesungguhnya tidak sadar keajaiban apa saja yang bisa dilakukan perangkat modernnya itu.

Internet sebagai salah satu anak kandung perkembangan teknologi juga makin banyak diminati, data dari Kominfo yang dirilis tanggal 7 November 2013 menyebutkan kalau jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka 63 juta orang, atau lebih dari 1/5 jumlah penduduk. Angka yang tidak sedikit karena itu berarti lebih dari 3 kali jumlah penduduk Malaysia. Sebagian besar pengguna internet itu adalah kalangan muda atau mereka yang masih duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi. Tapi pertanyaan adalah, seberapa banyak dari pengguna itu yang benar-benar menggunakan internet untuk mempermudah proses belajar mereka?

E Learning dan Tantangannya.

Dari sekian banyak kegunaan internet buat pendidikan, ada 1 hal yang sekarang lagi marak dibincangkan. Namanya e-learning, singkatnya e-learning adalah sebuah proses belajar mengajar yang menggunakan internet dan perangkat elektronik sebagai mediumnya. Proses tatap muka secara konvensional sudah bukan satu-satunya pilihan lagi karena interaksi murid-guru atau murid-murid bisa dilakukan dengan bantuan perangkat elektronik dan sambungan internet.

Di berbagai laman sudah bisa kita temukan beragam jenis e-learning, dari yang sederhana berbentuk blog hingga yang agak rumit karena sudah berbentuk aplikasi khusus. Beberapa di antaranya juga menggunakan interaksi yang lebih sederhana, berbasil surat elektronik atau menggunakan media sosial yang sudah ada seperti Facebook untuk saling tersambung dan belajar bersama.

Sebagai sebuah inovasi baru, e-learning memang tidak memerlukan sebuah pakem yang mengikat. Hal terpenting hanyalah tujuan yang sama, soal cara mencapai tujuan tentu tergantung kreativitas dan kesepakatan pihak-pihak yang terkait. Guru, dosen atau siswa dan mahasiswa yang mampu tentu bisa membuat aplikasi tertentu untuk e-learning, sementara mereka yang belum punya modal besar berupa kemampuan teknis bisa saja memanfaatkan perangkat lunak yang lebih sederhana dan mudah dipahami.

Pelatihan blog dari Anging Mammiri

Tantangan terbesarnya ada pada pengguna dan infrastrukturnya. Dalam banyak kesempatan saya masih sering menemukan guru-guru yang gagap teknologi, masih terkaget-kaget dan kemudian bingung ketika dihadapkan pada teknologi yang makin maju. Di sisi lain murid-murid mereka sudah sangat akrab dengan internet meski kadang belum paham rambu-rambunya dan belum sadar fungsinya yang sangat besar untuk mereka sendiri. Dua pihak yang jadi pengguna dan pegiat e-learning ini seperti berjalan di dua track yang berbeda, satu track yang cepat tanpa rambu satunya lagi track yang lambat dan terengah-engah.

Tantangan lain adalah infrastruktur. Bukan sekali dua kali saya dan teman-teman dari komunitas Anging Mammiri menemukan fakta kalau koneksi internet adalah hambatan terbesar dalam menggelar beragam latihan blog. Bahkan untuk membuat blog sederhanapun kami harus bersabar dan mengurut dada ketika kecepatan internet seperti siput yang merayap.

Masalah kecepatan internet yang lambat tidak kami temukan di tempat yang jauh dari kota besar, tapi di sini, di kota yang katanya sudah jadi kota metropolitan. Bayangkan, dalam kota seperti Makassar saja koneksi kadang jadi hambatan, bagaimana dengan daerah yang jauh dari kota?

Butuh Banyak Tangan Yang Bekerja Bersamaan.

Tidak ada masalah yang tidak bisa terpecahkan, apalagi kalau semua pihak mau bekerjasama. Untuk masalah pengguna, memang tidak mudah karena bagaimanapun lebih mudah mengatur mesin daripada mengatur manusia. Tapi lihat sisi baiknya, manusia punya kreativitas dan naluri, tidak seperti mesin. Kita hanya perlu mencari celah yang tepat untuk menggali kreativitas dari manusia, atau dalam kasus ini guru dan murid calon pengguna e-learning.

Saya dan teman-teman dari komunitas blogger Makassar sudah berkali-kali menyempatkan diri menyebar virus positif dari blogging ke beberapa sekolah. Tapi kadang memang tidak mudah karena sebagian besar gelaran pelatihan itu hanya mampu mengundang rasa penasaran dari sebagian siswa atau guru. Masih banyak dari mereka yang tidak paham betul fungsi dari blog sebagai bagian sederhana dari e-learning. Lagipula masuk ke sekolah juga tidak mudah karena harus menyesuaikan dengan jadwal pelajaran murid-murid serta tentu saja ragam formalitas yang kadang cukup rumit.

Padahal kalau semua pihak mau bekerjasama, menurut saya bukan hal sulit untuk meminta bantuan komunitas blogger atau komunitas IT lainnya dalam proses menjamakkan e-learning. Komunitas tentu punya visi untuk menyebarkan sisi positif dari komunitas mereka. Kerjasama antara komunitas dan sekolah atau kampus bisa jadi sesuatu yang saling menguntungkan kedua pihak. Hanya perlu kesabaran untuk mencari celah dan waktu yang tepat.

Bagaimana dengan infrastruktur berupa layanan internet? Kominfo sudah punya program sendiri untuk membuat semakin banyak warga Indonesia menikmati layanan internet. Faktanya di lapangan, program ini kadang terkesan mubazir karena kurangnya sumber daya manusia yang paham pengoperasian dan paham cara memanfaatkannya. Layanan internet kecamatan banyak yang menganggur dan sama sekali tidak bisa terpakai.

Persembahan XL Memajukan Negeri

Kita memang tidak bisa bergantung sepenuhnya pada pemerintah. Penyedia layanan atau operator juga harus ikut ambil bagian. XL Axiata sudah memulainya sejak bertahun-tahun yang lalu. Salah satu jenis layanan XL Axiata adalah Xl Edusolutions yang menggabungkan XL Sitosfer ( Sistem Informasi Sekolah Terpadu ) dengan pengadaan wi-fi gratis di sekolah dan kampus. Untuk XL Sitosfer, pihak XL menyajikan layanan terpadu dengan platform internet dan SMS bagi para siswa/mahasiswa dan orang tua untuk dapat mengakses informasi tentang sekolah atau kampus mereka.

Selain itu XL Axiata juga sudah memasang sekisar 500 wi-fi gratis pada sekolah dan kampus di seluruh Indonesia. Jumlahnya memang masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah seluruh sekolah atau kampus di Indonesia, tapi lihat sisi baiknya. Setidaknya XL Axiata sudah memulai satu langkah untuk menghadirkan infrastruktur yang bisa mendukung penerapan e-learning di Indonesia. Mereka tentu tidak berhenti di 500 sekolah dan kampus itu saja, dan tentu operator lain akan terdorong untuk mengikuti langkah XL Axiata. Semua kan demi Indonesia yang lebih baik.

Sekarang Atau Terlambat Sama Sekali.

Teknologi seperti kereta yang berjalan dengan cepat, mengantarkan manusia dari satu titik ke titik lainnya dengan sangat cepat. Tanpa keinginan dan kreativitas untuk menggali keuntungannya, kita hanya akan jadi penonton yang ternganga menyaksikan kecepatan perkembangan teknologi. Apa enaknya jadi penonton sementara bangsa lain tertawa riang menikmati kecepatan perkembangan teknologi?

E-learning jadi sesuatu yang sangat mendesak untuk diterapkan. Negeri yang terpencar di antara ribuan pulau ini tentu sulit bila terus mengandalkan sistim pendidikan konvensional dengan tatap muka. Teknologi internet jadi pilihan paling masuk akal untuk mempercepat proses belajar mengajar, proses interaksi antara siswa dan murid, atau mahasiswa dan dosen. Masalah selalu ada, tapi kalau secara perlahan semua pihak yang terkait sadar dan berpegang pada visi yang sama maka e-learning bukan mimpi lagi.

Semakin hari teknologi semakin berkembang, tak elok rasanya hanya duduk di tepi rel dan menganga melihat cepatnya perkembangan teknologi tanpa tergoda untuk ikut mencoba. Ketika bangsa-bangsa lain sudah makin fasih dengan istilah e-learning, kita masih terbata-bata mengejanya. Bukan cuma guru dan murid yang harus dilibatkan, tapi semua pihak. E-learning butuh kerjasama banyak pihak karena kalau kita tidak memulai sekarang maka kita akan sama sekali terlambat. [dG]