Dari Cafe ke Cafe

Cafe Blogger, Cafe tempat Anging Mammiri dulu biasa berkumpul

Cafe adalah salah satu elemen penting dalam perjalanan komunitas Blogger Makassar, jadi tempat berkumpul dan merumuskan banyak hal

Cafe aslinya adalah bahasa Perancis yang merujuk kepada kopi atau coffee. Di beberapa negara cafe diartikan sebagai tempat yang menjadikan kopi sebagai sajian utamanya di samping makanan kecil lainnya seperti kue tart, roti, pie dan lain-lain. Di Amerika Serikat, cafe dianggap sebagai restoran non formil karena rata-rata memang tidak menyuguhkan makanan berat. Orang Amerika lebih akrab dengan istilah coffehouse.

Pada periode tahun 90’an cafe merebak di hampir semua kota besar di Indonesia. Di Jakarta, para artis berbondong-bondong mendirikan cafe tenda. Di tempat lain, para pengusaha entah yang benar-benar pecinta kuliner ataupun hanya sekadar melihat peluang bisnis juga berebutan membuka cafe. Nongkrong di cafe jadi gaya hidup, salah satu pemicunya adalah serial Friends yang begitu populer di tahun 90an dengan salah satu scene utamanya nongrong di cafe.

Saya lupa kapan pertama kali menginjakkan kaki ke tempat yang bernama cafe , tapi selama ini saya lebih banyak menginjak cafe yang jauh berbeda dengan cafe yang ada di Perancis, Eropa atau Amerika sana. Kebanyakan adalah cafe sederhana, asal cafe kata orang. Mungkin lebih mirip warung kopi. Yang jelas cafe jadi salah satu tempat favorit untuk berkumpul dan nongkrong berjam-jam dengan teman-teman dekat.

Cafe juga jadi salah satu bagian penting dalam perjalanan komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri.org. Dalam usianya yang masuk tahun kelima, cafe adalah tempat yang paling sering menjadi meeting point, tempat berkumpul atau sekadar nongkrong. Cafe memang bukan tempat pertama terbentuknya komunitas blogger terbesar di kota Makassar ini, tapi ternyata dalam perjalanannya ada beberapa cafe yang menjadi bagian penting dalam perjalanan komunitas ini.

Pada periode 2008-2010 di bilangan Jalan Perintis Kemerdekaan ada sebuah cafe cukup besar bernama cafe Blogger. Cafe ini punya seorang blogpreneur yang juga memiliki sekolah blog. Di sebuah ruko selebar 12 m inilah sebuah cafe didirikan. Beberapa anggota inti Anging Mammiri kebetulan bekerja di kantor di lantai 2 cafe ini.

Di cafe inilah dulu Anging Mammiri sering menggelar kopdar, pertemuan internal dan bahkan meeting serius. Di cafe ini juga untuk pertamakalinya saya memimpin rapat dalam posisi sebagai ketua komunitas, dan tahun 2009 dengan kemurahan hati sang pemilik akhirnya kami bisa menggelar acara puncak perayaan ulang tahun Anging Mammiri di cafe ini.

Sayangnya karena pada tahun 2010 akhirnya cafe ini harus ditutup menyusul perubahan kebijakan dari sang pemilik sehingga kami kemudian harus mencari tempat baru untuk berkumpul. Entah siapa yang pertama menemukannya sampai akhirnya kemudian kami sering berlabuh di IGO cafe and Bakery, letaknya di Jl. Pelita Raya tidak jauh dari sebuah jalan besar Jl. A.Pangerang Petta Rani.

Di cafe inilah kami kemudian banyak berkumpul, nongkrong dan menggelar acara resmi Anging Mammiri. Di bangunan berlantai dua inilah hampir semua acara bulanan Anging Mammiri bernama Tudang Sipulung digelar. Semua acara dipusatkan di lantai dua.

Suasana guyub dan akrab di peringatan ultah AM

Cafe yang sejatinya adalah rumah tinggal yang disulap ini memang berlantai dua. Lantai satu berisi beberapa meja dan kursi, termasuk di teras belakang yang menghadap langsung ke taman. Lantai duanya terdiri atas beberapa ruangan. Satu ruangan besar yang difungsikan sebagai cafe, sebuah ruang meeting dengan kapasitas sampai 20 orang, sebuah kantor dan bagian belakang yang menjadi dapur pembuatan roti.

Di bagian yang disulap menjadi cafe itulah acara-acara Anging Mammiri banyak digelar. Kami senang menggelar acara di sana karena ruangan itu tanpa kursi alias lesehan sehingga rasanya lebih nyaman dan bebas. Kami bisa ngobrol santai sambil tiduran, selonjoran dan bahkan pernah sampai benar-benar tertidur.

Untuk makanan, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari IGO kecuali rotinya yang memang buatan sendiri. Saat perut terasa kenyang, roti itulah yang sering jadi teman ngobrol. Bila memang sedang lapar, maka sasaran kami adalah beberapa menu berat seperti ayam lalapan, mie ayam pangsit atau bakso. Sebenarnya bagi kami makanan atau minuman tidak terlalu penting bagaimana rasanya karena ketika berkumpul, maka kebahagiaan berkumpul itulah yang jadi fokus utama.

Di awal-awal kami berkumpul di sana, terkadang kami suka merasa tidak enak. Gara-garanya karena keasyikan berkumpul sampai-sampai kami tidak sadar kalau waktu tutup cafe sudah lama lewat. Suara pintu harmonika yang ditutup sebagai tanda cafe mau tutup kadang tidak kami acuhkan dan rupanya para pelayan cafe IGO juga segan untuk mengusir kami.

Setelah sekian lama berkumpul di sana dan menjadikan IGO sebagai sekertariat tidak resmi Anging Mammiri maka akhirnya muncul rasa saling mengerti. Mereka mengerti kalau kami tidak puas dengan kopdar 2-3 jam dan kami juga mengerti kalau mereka butuh istirahat meski ada sebagian juga yang tinggal di cafe itu.

Begitulah, cafe IGO selama kurun waktu setahun ini menjadi bagian penting dalam perjalanan Anging Mammiri. Kami beruntung bisa menemukan bangunan berlantai dua dengan cat dominan warna pink itu. Cafe sederhana yang menjadi tempat paling favorit bagi kami untuk berkumpul.

Bagaimana dengan anda ? punya cafe favorit ?