Corong Promosi Wisata
Dua minggu yang lalu tiba-tiba sebuah pertanyaan muncul di kepala saya. Pertanyaan tentang kenapa pemerintah daerah masih kurang yang berpikir untuk menggaet blogger sebagai salah satu corong promosi wisata daerah ?
Pertanyaan itu melintas begitu saja sebagai buah pemikiran dari diskusi kelautan yang digelar ISLA Unhas dua minggu yang lalu. Di sesi terakhir banyak mengangkat kegalauan peserta dan pembicara soal potensi wisata SulSel yang bukan saja belum digarap serius tapi juga belum dipromosikan dengan baik.
Dalam kalender wisata SulSel ada dua kegiatan besar yang selama tiga tahun belakangan ini berlangsung secara beruntun. Ada Taka Bonerate Island Expedition yang mengangkat potensi wisata laut Kabupaten Selayar dan ada Lovely December yang mengangkat potensi wisata eksotis Tana Toraja. Dua kegiatan ini sudah rutin digelar dalam 3 tahun terakhir.
Sayangnya, meski sudah masuk tahun ketiga tapi tetap saja kedua acara tersebut belum terdengar menggaung jauh ke tingkat nasional dan bisa dipastikan efeknya pada pariwisata SulSel masih belum terasa. Saat berkunjung ke Taka Bonerate November silam, jelas sekali terasa kalau acara ini sama sekali tidak menggaung. Tidak ada informasi akurat tentang acara ini, tidak ada promosi yang menggebu yang kira-kira bisa memancing rasa ingin tahu orang untuk datang. Mencari informasi di internetpun rasanya sia-sia. Benar-benar tidak mencerminkan sebuah promosi wisata yang digarap serius.
Lovely December setali tiga uang. Sepi dari promosi dan terkesan dibiarkan begitu saja. Padahal kedua agenda promosi wisata itu juga menyediakan dana miliaran rupiah sebagai bahan bakarnya. Jumlah yang rasanya tidak sebanding dengan penyelenggaraan acara.
Ketika berada di Taka Bonerate, terlihat jelas kalau acara TIE lebih kepada acara seremonial tanpa visi promosi wisata yang jelas. Undangan yang datang kebanyakan adalah para pejabat beserta jajarannya, mereka yang mungkin memang datang sekadar sebagai tamu, bukan sebagai corong untuk mempromosikan wisata daerah tersebut dengan lebih luas.
Dari situ saya kemudian berpikir, kenapa mereka tidak mengajak para blogger atau penggiat social media untuk menjadi bagian dari promosi wisata ya ?
Blogger dan penggiat social media adalah pilihan paling tepat untuk diminta ikut membantu promosi wisata daerah asalnya. Mereka pasti sudah punya jaringan sendiri dan sudah eksis di dunia maya. Melibatkan mereka adalah sebuah keniscayaan di jaman di mana internet dan segala tetek-bengeknya sudah begitu jauh mempengaruhi kehidupan masyarakat. Para blogger dan penggiat social media itu bisa jadi alat bantu promosi yang tepat, cepat dan tentu saja murah.
Kenapa murah ? Bayangkan saja berapa banyak biaya yang ditekan bila blogger dan penggiat social media dilibatkan dalam sebuah agenda promosi wisata. Biayanya tentu tidak sebesar bila mengundang pejabat dan jajarannya yang tentunya membutuhkan pelayanan kelas satu. Blogger dan penggiat social media pada umumnya adalah orang-orang yang santai dan tidak manja. Mereka pasti akan menerima layanan apa saja yang diberikan, yang penting bisa diajak liburan gratis meski memang ada beberapa yang sudah berlabel seleb yang mungkin menuntut pelayanan lebih.
Undanglah mereka, libatkan mereka dan mintalah mereka mengabarkan kepada dunia tentang potensi wisata di daerah asal mereka. Meski tidak bisa memetik hasilnya secara instant tapi saya yakin impact-nya akan terasa. Minimal potensi wisata daerah akan lebih terekspos di dunia maya dan sisi baik lainnya adalah berita di dunia maya lebih gampang diakses dan terarsip dalam waktu lama.
Masalah mungkin akan timbul bila pihak pengundang menaruh ekspektasi terlewat besar yang hanya berorientasi pada promosi dan menutup diri pada kritikan. Blogger dan penggiat social media yang diundangnya diberi batasan dalam menuliskan catatan perjalanannya. Tidak boleh menuliskan hal-hal yang kurang apalagi yang buruk dari acara tersebut.
Ini tentu bertentangan dengan spirit kebebasan berekspresi yang dianut para blogger dan penggiat social media.
Jadi intinya memang ada pada niat pemerintah daerah. Bila memang mereka mau dan punya niat tulus untuk mempromosikan wisata daerah mereka maka tidak ada alasan untuk tidak melibatkan blogger atau penggiat social media dalam rangkaian acara promosi wisata. Tapi, karena niatnya untuk promosi wisata, mereka juga tidak boleh menutup mata atas kekurangan dan kritikan yang masuk. Toh, kalau semua disikapi dengan wajar maka daerah juga yang akan kena imbas positifnya.
Mudah-mudahan di 2012 ini pemerintah daerah Sulawesi Selatan makin terbuka matanya untuk memanfaatkan kemajuan teknologi serta mereka yang terlibat di dalamnya. Kami siap untuk liburan gratis lagi.
Setuju Daeng Ipul, namun kesulitan juga untuk menunggu umpan. tahun ini kami lamngsung jemput bola dengan cara komunikasi langsung dgn dinas pariwisata maluku dalam rangka menyampaikan ide seperti yang daeng ipul maksud.. mohon dukungannya.. 🙂
aminnn..semoga sukses Sem..
dan semoga saya diundang ke Ambon juga =))
yap, mungkin teman AM bs beraudiensi dgn pemkot daeng buat share & educate soal blog & alat2 sosmed lainnya sbg corong promo 🙂
karena budaya kerjanya masih berbeda. apalagi dengan blogger kulturnya sering tabrakan. itu mungkin yg bikin mrk kagok kerja bareng blogger 🙂
setuju banget daeng, apalagi blogger daerah pastinya mengetahui potensi daerahnya masing-masing dengan detail-detail akomodasi wisatanya. sehingga pasti info yang diberikan dapat sangat memabantu wisatawan yang pengen mengetahui detail tempat wisata yang akan dikunjungi. alangkah bagusnya kalau ada portal pariwisata dimana pengunjungnya dapat berperan aktif mengisi konten-konten pariwisata kita, bisa menjadi promosi luar biasa tuh
setuju… harus pemda/pemkot/pemprov menggandeng blogger 😀
dan satu lagi
jika pemerintah daerah mau serius, sebenarnya bandara merupakan tempat promosi yang lumayan efektif. Tengoklah turis yang hanya tahu tentang raja ampat/wakatobi, sebagian besar transit di Bandara Sultah Hasanuddin. Mereka tidak tahu atau miskin informasi tentang Takabonerate dan destinasi wisata lainnya di Sulsel. Ketika transit di Hasanuddin, otomatis mereka akan turun dan melapor transit/transfer pesawat. Di tempat inilah seharusnya ditampilkan informasi2 dan potensi2 wisata Sulsel agar wisatawan2 yang cuma numpang lewat bisa tahu kalau di Sulsel banyak destinasi wisata yang menarik. Memang ada gambar semacam baliho besar yang jadi background, namun sayang gambar destinas wisata kurang besar dan lebih didominasi oleh wajah Gubernur kita.
seharusnya memang pemerintah daerah lebih memanfaatkan perkembangan Teknologi Informafi, yahh minimal undang kami2lah untuk jalan2 gratis.. hehe.
salam Traveler…
Betul juga sih perenungan dan pertanyaan daeng Ipul mengenai keengaanan itu, tapi aku pribadi tanpa diminta pun (ketika waktu memungkinkan) akan selalu promosikan pariwisata Indonesia 🙂