Cerita Tentang Bandara
Beberapa hari yang lalu sebuah pikiran melintas di kepala. Saya baru sadar kalau ternyata dalam kurun waktu setahun belakangan ini bila dihitung mulai dari Januari 2009 sampai April 2010 ini saya ternyata sudah lumayan sering mengunjungi bandara dan tentu saja menunggangi burung besi. Total sudah 6 kali bolak-balik, 4 kali di antaranya adalah jalur antara Bandara Hasanuddin – Juanda, 1 kali jalur bandara Hasanuddin – Ngurah Rai dan satunya lagi Hasanuddin – Adi Sutjipto. Bagi sebagian orang jumlah 6 kali bolak-balik ini masih sangat sedikit, tapi bagi saya ini adalah rekor tersendiri dalam 1 tahun karena kalau normal biasanya saya butuh setahun lebih sebelum menginjak bandara dan menunggangi burung besi.
Karena seringnya jalur perjalanan saya hanya antara Sultan Hasanuddin dan Juanda maka otomatis saya jadi sering membandingkan kedua bandara itu. Kedua bandara itu memang termasuk bandara terbesar di Indonesia, meski kalau dari segi ukuran maka bandara Sultan Hasanuddin rasanya lebih besar daripada Juanda. Dari segi arsitekturpun begitu, bandara Sultan Hasanuddin merupakan gabungan antara desain modern dan tradisional sehingga membuatnya terkesan megah. Berbeda dengan desain bandara Juanda yang rasanya tidak jauh berbeda dengan bandara Soekarno Hatta-Cengkareng.
Meski memang dari segi kemegahan tapi Juanda ternyata menang dari segi kebersihan KM/WC dibandingkan Sultan Hasanuddin, utamanya KM/WC yang berada di luar terminal keberangkatan/kedatangan. Saya sudah berkali-kali menggunakan WC/KM-nya untuk urusan buang hajat ataupun mandi pagi, dan rata-rata kamar mandinya bersih, kering dan wangi. Sementara itu di bandara Sultan Hasanuddin,utamanya di luar terminal kedatangan dan keberangkatan, KM/WC-nya agak bau dan lantainya tergenang, apalagi (katanya) di WC wanita. Pak Bondan Winarnopun pernah cerita pengalaman yang sama.
Nah, kalau mushollah bagaimana ? kalau soal ini bolehlah bandara Sultan Hasanuddin menang. Mushollah di SH utamanya yang ada di lantai 2 dekat terminal keberangkatan (memangnya ada mushollah lain ?) ukurannya besar, bersih dan dingin. Di Juanda saya menemukan 2 mushollah, ada di luar di lantai 1 antara terminal keberangkatan dan terminal kedatangan serta 1 lagi di lantai 2 dekat terminal keberangkatan. Keduanya kecil, meski lumayan bersih.
Kemudian, sebagai seorang perokok maka salah satu ruangan yang saya hapal di bandara adalah smoking room-nya. Bandara Juanda agak “manusiawi” pada para perokok, mereka menempatkan smoking room di lantai 2 di tempat yang gampang dijangkau. Salah satunya berada di pojok dekat tangga, bentuknya terbuka dan hanya disekat dengan partisi setengah kaca setinggi kurang lebih 160cm. Di tengahnya ada pengisap asap yang juga merangkap asbak besar. Satu lagi smoking roomnya berada di tengah-tengah antara terminal keberangkatan. Ruangan yang ini benar-benar berbentuk ruangan dengan sekat kaca yang tinggi, saya kurang tahu isi dalamnya karena memang belum pernah mengisap rokok di dalam.
Di bandara SH setahu saya hanya ada 1 smoking room di lantai 2, tempatnya di pojok dekat terminal 1 keberangkatan. Sebuah ruangan yang disekat kaca berukuran kurang lebih 1,5 M x 4 M terletak di ujung gang dan menghadap langsung ke jendela samping. Kalau nongkrong untuk merokok siang-siang di sana ditanggung badan akan berkeringat karena matap;='https://de( jadigat karena matap;='eds-block-catego7ro Hatsrena mn. po M terletak di e( jadigat karena matap;='edropdowelletak di e( jadenya7uanya agak baFkebers kpo M ter
Difravel
<(Bli-ikagaimana ? kalau soal ini bolehlah bandara Sultan Hasanutu>pps://daenggassing.com/2019/11/'> November Novk di dalam.
pk3.7utu Ne> <8demaa0/daengga(tiona'6ei>op32 em/2019/1p,lrber6uanda dala00kadn2<(Bli-a0/dndi So706/iraeman9(Bl/wp-content/pala. catan 8aa daluka dan s-blogging">Tips Blogging (24)