Bersyukur
Standar bahagia orang beda-beda ~ ATPBAU, Emak dua anak.
Orang Indonesia mungkin jadi orang yang paling beruntung di dunia. Tidak percaya? Coba lihat mereka yang terkena musibah, meski sudah kehilangan harta, kehilangan kesehatan, tapi selalu saja ada alasan untuk bilang; untung tidak ini, untung tidak itu. Bahkan ketika ada yang meninggal pun, orang masih bisa bilang; untung anaknya tidak ini, untung istrinya tidak itu, bla bla bla.
See? Betapa kita orang Indonesia memang sangat beruntung, selalu ada keuntungan bahkan di balik kesusahan. Orang Indonesia selalu bisa bersyukur, berterima kasih untuk apapun yang didapatkan. Meski itu kesusahan sekalipun.
Mungkin itu juga yang membuat negeri ini bisa terus bertahan melewati beragam masalah. Tahun 1965/1966 krisis ekonomi dan politik sungguh luar biasa, tapi bangsa ini masih bisa bersyukur dan memungut beragam keberuntungan bahkan dari situasi yang sangat buruk. Hasilnya? Indonesia bertahan dong, bahkan makin maju di dekade-dekade berikutnya.
Lalu tahun 1998 Indonesia kembali menghadapi cobaan. Krisis moneter parah menghampiri, tapi orang Indonesia masih bisa bertahan dong. Rahasianya satu; tetap bersyukur. Hingga akhirnya cobaan itu terlewati dan Indonesia memasuki babak baru, demokrasi bebas yang dari luar seperti berbeda dengan demokrasi terpimpin.
Dari semua masalah yang menghampiri Indonesia, semuanya bisa dilewati dengan satu rahaia; bersyukur. Sungguh negeri yang diberkati keberuntungan.
*****
Bersyukur itu memang memberi energi tambahan, minimal membuat hati lebih ringan. Bayangkan kalau semua kemalangan itu ditelan bulat-bulat, lalu diratapi dan ditambahi dengan kalimat; ah, seandainya bla bla bla, atau ‘ah, seharusnya bla bla bla’ . Hidup pasti terasa lebih berat, kan? Iya kan?
Saya pernah seperti itu. Ketika mendapatkan kesialan, yang melintas adalah penyesalan. Kenapa tidak begitu? Ah, seandainya saja begini, seharusnya tadi ini, dan sebagainya dan seterusnya. Hasilnya, ya tidak ada keadaan yang jadi lebih baik. Justru sebaliknya, hati jadi tidak tenteram dan perasaan menyesal terus membayangi.
Jangankan ketika menerima kesusahan, ketika mendapatkan kesenangan pun kadang rasa tidak bersyukur itu muncul. Misalnya, kalau ikut lomba terus “hanya” berhasil duduk di peringkat ketiga atau malah pemenang hiburan. Tanpa sadar biasanya saya malah menggerutu tidak karuan, apalagi setelah melihat tulisan-tulisan pemenang. Tanpa sadar biasanya ada suara dalam kepala yang bilang; ah masak sih tulisan seperti itu bisa jadi juara? Ini pasti ada yang tidak benar, jurinya bermasalah nih dan seterusnya dan selanjutnya.
Awalnya terasa menyenangkan, berasa sangat kritis dan keren. Keren karena bisa mengkritisi sesuatu, hal yang tidak banyak dilakukan orang. Tapi lama-lama saya mulai merasa, ini kayaknya tidak benar deh. Saya terlalu fokus pada kekurangan dan lupa bersyukur. Sudah untung saya dapat juara meski bukan juara satu atau juara dua. Kalaupun tidak menang, sudah untung saya dapat pengalaman ikut lomba. Minimal dapat pengalaman lagi untuk menghadapi lomba berikutnya.
Jadi akhirnya saya dapat hidayah, dapat pencerahan spiritual.
Saya mengubah kebiasaan ketika ada pengumuman lomba yang tidak menempatkan saya sebagai pemenang. Kalau dulu saya selau sibuk mencari tahu siapa pemenang pertamanya, sekarang beda. Saya membiarkan saja, tidak mau tergoda mencari tahu bagaimana tulisan para pemenang. Saya berusaha supaya tidak terjebak dan tersuruk pada kebiasaan menyakiti hati sendiri dengan menyuburkan rasa iri.
Cara ini mangkus. Saya jadi lebih ringan menghadapi kenyataan kalau saya tidak menang. Saya berusaha mensyukuri apa yang saya dapat meski itu hanya hadiah hiburan atau malah tidak ada hadiah sama sekali.
Menjadi orang yang pandai bersyukur ternyata sangat menyehatkan hati. Tidak ada lagi rasa sakit ketika kita tidak atau belum berhasil meraih puncak. Tidak ada lagi kebiasaan bersungut-sungut ketika gagal meraih puncak, pokoknya semua dibawa senang saja. Kata kuncinya; rejeki saya cuma segini, ya sudahlah.
Dari perjalanan hidup yang panjang saya bisa menyadari kalau bersyukur itu sungguh membantu membuat hati lebih sehat, hidup lebih ringan dan rejeki lebih lancar. Tapi kata teman saya; standar bahagia orang itu beda-beda. Jadi mungkin saja ada yang justru merasa bahagia ketika sulit mensyukuri apa yang dia dapat, mungkin dengan cara itu dia justru bisa mendorong kemampuannya lebih tinggi dan lebih jauh hingga benar-benar mencapai kepuasan maksimal.
Yah begitulah, tiap orang memang beda. Buat saya, yang penting bersyukur saja atas apa yang didapat, asal tidak lupa berusaha sekuat tenaga tentunya. Bukan asal pasrah begitu saja. Iya toh? [dG]
Barusan dapat tulisannya Kakanda Daeng Gassing yang lebih menjurus ke perenungan. Hehehe…..mari bersyukur. ^^