Berani Mati Demi Fashion

Kawat gigi ( sumber ; Google )

Kemarin, saya terhenyak membaca thread di milis Anging Mammiri tentang beredarnya kawat gigi abal-abal seharga Rp. 35 ribu. Fenomena apalagi ini ? Akankah jatuh korban berikutnya demi fashion ?

Sejak dulu, penampilan kadang menjadi sebuah kebutuhan dasar umat manusia. Levelnya merangsek hingga mendekati level kebutuhan primer setaraf dengan pangan dan papan. ?Penampilan makin lama semakin banyak pilihannya, bukan lagi sekadar pakaian yang melekat di badan tapi juga segala macam asesories yang menempel di sekujur tubuh.

Model rambut, anting, gelang, jam tangan, cincin, kalung, sepatu dan lain sebagainya. Bahkan lebih daripada itu, barang yang dulu dianggap tabu atau mengandung makna tertentu dan hanya digunakan orang tertentu belakangan sudah menjadi sebuah pilihan penampilan yang umum. Tattoo misalnya.

Setiap jaman menyimpan kenangan sendiri tentang trend sebuah penampilan yang jadi trendsetter atau rujukan banyak orang. Generasi 70an mungkin akrab dengan rambut gondrong, celana cut bray dan trend hidup hippies, generasi 80an dengan trend breakdance, generasi 90an dengan trend grunge dan generasi 2000an dengan trend yang semakin kompleks.

Mengubah-ubah model pakaian atau model rambut mungkin sedikit lebih gampang, toh benda-benda itu dengan gampangnya kita singkirkan ketika kita merasa modelnya sudah tidak sesuai jaman lagi. Beda halnya bila penampilan itu menyangkut? sebuah tanda yang melekat di badan, tatto atau pierching misalnya. Sekali membuat tattoo premanen maka akan susah untuk menghilangkannya. Begitu juga dengan pierching atau tindikan.

Ketika penampilan menjadi sebuah keharusan, maka beragam jalan ditempuh. Ketika dana tak mencukupi, maka jalan singkatpun dilalui. Mungkin itu yang jadi pameo yang melekat di kepala banyak orang yang begitu mendewakan penampilan tapi tak berkawan akrab dengan lembaran rupiah.

Beberapa tahun lalu banyak beredar kabar kematian beberapa orang wanita gara-gara suntik silikon di tempat yang tak wajar. Seharusnya suntik tersebut yang fungsinya untuk mempercantik bentuk dagu, pipi atau hidung dilakukan oleh ahlinya tapi karena harganya yang mahal maka ada juga beberapa orang yang kemudian lebih memilih mendatangi salon-salon tak bersertifikat untuk memperoleh suntikan silikon.

Hasilnya ? meski ada yang nyaris berhasil tapi beberapa juga malah mendapati wajah yang bukannya menjadi semakin cantik malah semakin hancur dengan bentuk yang tak karuan.? Bahkan, beberapa nyawa melayang karena prosedur yang menyalahi aturan kesehatan. Miris.

Nah, belakangan ini muncul sebuah fenomena baru di kota Makassar. Semakin banyak anak muda yang menggunakan kawat gigi untuk alasan fashion, bukan untuk alasan kesehatan.? Iqko menceritakan fenomena tersebut di postingannya, bercerita bagaimana anak-anak muda kelas menengah ke bawah memaksakan diri untuk tampil trendy dengan deretan kawat gigi meski dengan harga yang sangat jauh di bawah harga yang seharusnya.

Anda mungkin tahu bagaimana harga pemasangan sebuah kawat gigi bisa mencapai angka jutaan rupiah tergantung spesifikasi apabila dikerjakan oleh tenaga ahli, sementara anak-anak itu memasang kawat gigi seharga Rp. 35.000 saja. Yah, tiga puluh lima ribu rupiah !!

Sama seperti Iqko, saya juga mempertanyakan tentang tingkat kebersihan dan keamanan kawat gigi abal-abal itu. Bagaimana kalau karetnya berkarat ? Bagaimana kalau ternyata karet yang dipasang itu bukan karet yang aman untuk manusia ? Bagaimana kalau prosedurnya menggunakan alat-alat yang tidak steril dan bahkan hanya jadi penghantar kuman untuk masuk ke dalam tubuh kita ?

Saya takut suatu hari nanti akan ada berita tentang kematian anak-anak muda pengguna kawat gigi abal-abal itu karena terkena infeksi, atau setidaknya ada anak-anak muda yang harus kehilangan gigi mereka karena kawat gigi tak berkelas itu.

Sampai di mana peran pemerintah dalam menangani masalah ini ? Apa mereka akan tinggal diam saja sampai nanti jatuh korban ? Parahnya lagi karena untuk urusan kawat gigi abal-abal ini tentu saja korbannya kebanyakan anak muda yang memang masih belum paham betul resiko yang akan mereka tanggung untuk sebuah pilihan demi penampilan itu.

Sampai di sini saya merasa kasihan pada mereka, orang-orang yang berani mati demi fashion dan penampilan. Semoga saja tidak harus ada korban jiwa yang jatuh sia-sia.

Blogger Makassar lain yg bercerita tentang fenomena yang sama, cek di sini.