Antara Makassar-Rotterdam

” I?m at Schipol now,… ”

Demikian salah satu bunyi sms singkat yang saya terima sekitar pukul 13.30 hari Senin (5/10) kemarin. Alhamdulillah, berarti dia sudah selamat tiba di bangsa yang pernah selama ratusan tahun menjejakkan kakinya di negeri kita. Sejak malam sebelumnya, saya sudah dilanda beragam perasaan menyusul sebuah percakapan singkat yang mengabarkan kalau dia sudah ada di terminal keberangkatan Internasional Soekarno ? Hatta.

Lebih dari setahun yang lalu sebuah pesan singkat juga serasa mengubah jalan hidupnya dan jalan hidup kami. Berita itu mengabarkan kalau dia terpilih sebagai salah seorang yang berhak mendapatkan beasiswa yang salah satunya mengharuskan dia menghabiskan waktu setahun di negeri Belanda.

Waktu itu saya tahu kalau beragam pikiran berkelebat di kepalanya. Anak-anak pasti menjadi pemikiran utamanya. Tidak mudah bagi seorang ibu meninggalkan anak-anaknya untuk hidup di negeri seberang, meski itu Eropa sekalipun. Saya hanya bisa menguatkannya waktu itu, memberinya semangat kalau dia pasti bisa. Saya hanya bisa berusaha meyakinkan dia kalau saya bisa berdiri di antara barisan supporternya yang selalu memberinya semangat untuk terus maju merebut impian masa mudanya yang sudah terpendam selama bertahun-tahun.

Satu setengah tahun yang lalu, kondisi kami sedang berada dalam titik nadir. Ada hal yang sempat menggoyahkan kebersamaan kami dan berita itu datang justru di saat kami sedang berusaha kembali memungut kepingan-kepingan kebersamaan kami. Allah memang selalu bekerja dengan cara misterius, dan saat itu saya yakin kalau Allah kembali bekerja untuk menyatukan kami.

Perpisahan ternyata membuat saya belajar banyak hal untuk memperbaiki apa-apa yang sudah saya rusak sebelumnya. Susah memang, karena seperti orang yang belajar selalu saja ada ujian dan cobaan. Namun sekali lagi, perpisahan membuat saya belajar lebih kuat untuk memperbaiki kesalahan dan belajar dari kekeliruan. Alhamdulillah, waktu juga yang akhirnya membuktikan kalau segalanya menjadi lebih baik. Justru setelah setahun lebih kami berpisah.

Ketika tulisan ini saya buat dia sudah ada di benua yang berbeda. Entah apa yang dilakukannya dan entah apa yang dipikirkannya, tapi entah kenapa saya yakin kalau dia memikirkan anak-anaknya, memikirkan keluarga yang menantinya di tanah air. Sejuta pikiran mungkin sedang berkelebat di kepalanya, apalagi di negeri asing yang selama ini hanya dikenalnya dari layar kaca dan lembar-lembar bacaan.

Ketika tulisan ini saya buat, memang ada jarak yang membentang antara Makassar-Rotterdam. Tapi, ketika tulisan ini saya buat ?ada doa yang memperpendek jarak itu. Doa yang berisi harapan semoga perpisahan ini adalah jalan terbaik untuk masa depan keluarga kami. Semoga perpisahan ini sebenar-benarnya adalah sebuah ujian untuk keutuhan kami, sebuah ujian yang Insya Allah bisa kami lewati.

Antara Makassar-Rotterdam saya tahu kalau ada sesuatu yang sama-sama kami rindukan. Saat-saat kami berempat berkumpul bersama, tertawa bersama dan berbagia bersama. Semoga.