A Writer Wannabe
Banyak blogger yang menganggap dirinya sebagai writer wannabe, mereka yang ingin dianggap sebagai penulis dan memulainya sebagai blogger. Saya mengenal beberapa di antara mereka, dan saya menganggap mereka memang pantas untuk jadi penulis, naik satu level dari sekadar sebagai “blogger biasa”
Blogger adalah penulis juga. Saya sudah sering mendengar kalimat itu. Mereka yang memutuskan untuk punya blog dan kemudian mengisinya dengan beragam catatan, entah yang bersifat pribadi, sebuah karya sastra, sebuah laporan jurnalistik, sebuah esai atau bahkan hanya berupa kumpulan foto rasanya punya kasta yang sama dengan para penulis yang membingkai buah pikiran mereka dalam bentuk buku.
Blog jadi media baru untuk berekspresi, media baru untuk membagi isi kepala meski memang cakupannya masih belum seluas cakupan yang bisa ditembus oleh penulis konvensional yang membagi pikiran mereka lewat buku, koran atau majalah.
Tapi, sampai kapan ? Penggunan internet makin bertambah. Layanan internet makin luas merengkuh setiap inci dunia ini. Perlahan tapi pasti blog dan tentu saja para bloggernya akan mendapat tempat yang luas dan sama besarnya dengan para penulis konvensional itu.
Benarkah blogger adalah writers juga ? Mungkin memang benar, mungkin juga salah. Tergantung dari sudut mana anda memandangnya. Perdebatan itu akan selalu ada karena toh meski di dunia maya para blogger dianggap sebagai penulis tapi tidak semua blogger dapat previlege dianggap sebagai penulis di dunia nyata. Bloggers masih mahluk antah berantah yang kadang dengan rasa tidak percaya diri menuliskan bio sebagai : writers wannabe. Pengen dianggap sebagai penulis.
Ah sudahlah, mari kita sudahi perdebatan itu karena memang tidak perlu untuk diperdebatkan.
Saya mau cerita tentang seorang blogger yang dalam bionya juga menyebut dirinya sebagai writer wannabe, pengen dianggap sebagai penulis. Saya kenal dia sejak tahun 2000, dulu saya tidak tahu kalau dia senang dan bisa menulis meski berlembar-lembar suratnya sebenarnya sudah menggambarkan kalau dia bisa menulis. Dia bisa merangkai kata-kata menjadi deretan kalimat yang terstruktur dan nyaman dibaca.
Saya mengenalnya sebagai seorang wanita yang rajin membaca, wanita yang suka melahap buku apa saja. Ketika statusnya berubah menjadi seorang istri dan kemudian bertambah menjadi seorang ibu, dia lebih konsen membaca beragam catatan tentang ibu dan istri. Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia, dua nama penulis perempuan yang saya tahu sangat dikaguminya.
Saya tak pernah melihatnya menulis, dia juga tak hendak menjadi blogger. Tugas sebagai seorang ibu sepertinya membatasi gerak jemarinya, membatasinya untuk menuangkan isi kepalanya dalam deretan huruf yang menjadi kata dan kemudian menjadi kalimat. Bertahun-tahun saya tak pernah melihatnya menulis meski saya tahu dia masih sangat rajin membaca.
Jalan hidup manusia memang tidak bisa ditebak. Sebuah berkah menghampirinya ketika dia harus terbang jauh ke seberang benua meski saya tahu berat baginya meninggalkan keluarga kecilnya, dua malaikat kecilnya yang sedang tumbuh. Tapi semua pasti membawa kebaikan selama dimulai dengan niat yang tulus, itu keyakinannya.
Di tanah yang jauh itu dia menemukan kembali hobi lamanya dan bahkan menemukan sebuah kelebihan lain, kelebihan yang selama ini mungkin lebih banyak tersimpan jauh dalam dirinya dan tak pernah mendapatkan jalan yang lapang untuk naik ke permukaan.
Di tanah yang jauh dan dingin di akhir tahun itu dia mulai menulis, dia mulai rajin mengisi beberapa laman blog yang diberinya tagline : piece of my life. Sementara itu jauh di ujung sini saya terkagum-kagum pada rangkaian kata yang dirajutnya. Hampir 11 tahun sudah saya mengenalnya, tapi membaca tulisannya saya seperti mengenal seorang wanita yang lain, seorang wanita yang ternyata bisa dan bahkan sangat bisa merangkai kata dan kalimat.
Saya suka caranya merangkai kata, saya suka deretan tulisannya. Entah yang fiksi ataupun yang non fiksi. Ketika menulis fiksi, dia membiarkan imajinasinya berlarian ke sana ke mari sampai terkadang membuat saya tak bisa menebak akhir dari ceritanya. Ketika menulis non fiksi dia menulisnya dengan jujur, membuat saya ikut merasakan apa yang dirasakannya melalui media tulisan yang lahir dari jemarinya.
Dua bulan ini kemampuannya mendapat pengakuan dari orang lain. Satu tulisannya dimuat di majalah ibukota, dua tulisan non fiksinya lolos dalam proyek buku keroyokan. Kemarin, satu lagi tulisannya lolos proyek buku keroyokan. Kali ini tulisan fiksi.
Hari ini dia masih menganggap dirinya sebagai writer wannabe, saya tahu itu hanya bentuk kerendahan hatinya karena saya rasa dia sudah cukup pantas untuk dianggap sebagai seorang penulis, seorang writer. Suatu hari nanti saya yakin akan lebih banyak orang yang akan mengakuinya. Dan tahukah anda siapa dia ? dia istri saya, dan dia punya blog.
Honey, you are a writer..not just a writer wannabe.
Wah … dari kalimat2 awal sy sdh mulai menebak siapa orangnya … ternyata tebakan saya benar … so sweet .. memotivasi dari jauh … tetap begitu yah 🙂
Iyaa..makasihhhh 🙂
oh memang, terkadang kita seakan tidak percaya orang yang sehari-harinya kita liat ‘begitu-begitu aja’, berubah menjadi sosok begitu luar biasa ketika kita membaca tulisannya.
nice sharing 😀
makasih Opa..:)
penulis blog dan penulis buku sama saja
dua-duanya sama2 penulis
medianya yg beda
yup..yup..setuju mas Rusa..
ini soal media saja, meski memang dalam perlakuan di ranah nyata masih ada beberapa orang yg membedakan antara writer dan blogger
mungkin karena blogger belum sepernuhnya mendapat tempat di masyarakat.
Salah satu komen SPAM yg nyindir banget di Kandang Rusa *esmosi*
wah keren, luar biasa, saya biasa baca blognya istri ta kalimatnya indah, mengiri dot com…. *sayang ngak bisa koment, koneksinya ngak bisa buka kolom blogspot 🙁 *
penulis yang rendah hati, salut 🙂
hehehe, beliau merasa masih belum ada apa2nya koq..
Pengen nulis aja, jadi blogger atau jadi penulis itu kan terserah pembaca, hehehehe
setujuhh..:D
Bikin partai yuk, Daeng.. 🙂
partai ganda campuran ? hahahaha
iya daeng, salut deh sama ofie, gw kenal bbrapa penulis yg meski jalinan katanya bagus tapi logika ceritanya ancur hahaha, tapi ofi udah sejalan sama asma nadia dan sekelasnya, rangkaian kata plus logika ceritanya mantab, bravolah pokoknya!
hihihihi..makasih, jadi malu..
#lho ? koq saya ?
hihihihi
I don’t wannabe a writer, I just wannabe a blogger. 🙂
i want to be both..:D
Saya sudah baca tulisan Ofie 🙂
dan…
ada komentar ? hihihihi
kok diklik linknya ga ada?
he..? masak sih..?
kenapa ya..?
waduh 2 pasangan penulis, kata-kata itu banyak, rangkaian kata efeknya beda-beda :D, handalnya sebuah penulis karena membuat pembaca merasakan apa yang ditulisanya seperti hal yang nyata yang ia alami,