Yang Menawan Dari Wamena

Wamena tidak hanya menawarkan kengerian dari konflik horisontal yang kadang terjadi. Wamena punya banyak hal yang menawan yang bisa membuat kita terpesona pada keindahan alamnya.


Salah satu sisi di luar Wamena

DI TULISAN SEBELUMNYA saya sudah memperkenalkan sedikit tentang Wamena, ibukota kabupaten Jayawijaya yang juga sering disebut sebagai jantungnya Papua. The heart of Papua. Sayangnya, tulisan saya yang menyoroti masalah sosial di Wamena itu rupanya oleh sebagian orang malah dianggap alarm agar tidak mendatangi Wamena. Bagi mereka, bayangan yang terbentuk dari tulisan itu adalah kota Wamena yang berbahaya, yang menyeramkan dan tidak sepantasnya didekati apalagi didatangi.

Saya harus minta maaf soal itu. Rupanya cerita saya diterjemahkan berbeda oleh beberapa orang lain. Padahal tidak seperti itu. Meski Wamena punya masalah dengan konflik sosial atau masalah sosial lain yang kadang memang berujung pada pertikaian, tapi itu hanya situasional. Tidak terjadi setiap saat. Di luar kejadian-kejadian itu, Wamena tetaplah sebuah kota yang cantik. Tetaplah sebuah daerah yang sangat pantas dikunjungi, utamanya bagi kamu yang suka keindahan alam dan budaya.

Terletak di ketinggian antara 1.600 sampai 1.800 mdpl, Wamena menawarkan keindahan alam yang menawan. Pun, suhu di kota ini sejuk dan di beberapa waktu cenderung sangat dingin. Berada di lembah Baliem yang seperti mangkuk itu, Wamena terlihat dikelilingi benteng pegunungan sejauh mata memandang. Lembah Baliem juga jadi tempat bertemunya banyak suku pegunungan Papua dengan budayanya masing-masing.

Hotel Jerman.

Salah satu tempat yang layak untuk dikunjungi dan masih berada di sekitar Wamena adalah Hotel Jerman. Sebenarnya itu hanya sebutan orang lokal saja untuk sebuah hotel yang dibangun atas kerjasama dua orang, satu orang Indonesia berdarah Bali dan satu lagi adalah orang berkebangsaan Jerman. Pria Jerman bernama Dr. Weiglein ini adalah peneliti yang sudah menjelajahi beberapa tempat di Papua sejak 1980an. Bekerjasama dengan seorang pengusaha asal Bali, mereka lalu mendirikan Baliem Valley Resort di daerah kampung Sekan, sekira 20 km sebelah timur kota Wamena.


baliem valley resort
Pintu masuk Baliem Valley Resort

Tempat ini oleh warga sekitar kemudian lebih dikenal sebagai Hotel Jerman, merujuk kepada kewarganegaraan salah satu pemiliknya. Terletak di ketinggian 1.900 mdpl, Baliem Valley Resort atau Hotel Jerman ini memang sangat pas menjadi tempat menikmati keindahan alam lembah Baliem.

Ada belasan kamar di sini yang masing-masingnya berbentuk villa. Terpisah satu sama lain. Disain villa-villa ini mengikuti disain honai, rumah khas orang suku Dani. Villa-villa ini terletak di tebing dan menghadap ke barat, tepat ke lembah Baliem dan kota Wamena di kejauhan.

Kalau kalian ingin tahu bagaimana bagian dalam honai, kalian bisa baca kisahnya di sini.

Di bagian depan terdapat sebuah restoran yang ditata seperti sebuah museum. Ada banyak benda kerajinan khas Papua di sini, utamanya benda-benda ukiran dan pahatan dari Asmat. Sang pemilik yang orang Jerman sepertinya pernah lama tinggal di Asmat. Terbukti dari sekian banyak patung dan ukiran yang dibawanya langsung dari Asmat. Beberapa patung sudah berusia lebih dari 100 tahun. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana repotnya membawa semua patung dan ukiran itu keluar dari Asmat dan membawanya ke Wamena.


Bagian restoran yang seperti museum

Perjalanan ke Baliem Valley Resort ini sebenarnya adalah perjalanan yang menyenangkan meski tidak semua jalan mulus. Keluar dari kampung, kita akan bertemu jalan tanah bebatuan yang lumayan membuat mobil berguncang. Tapi itu bukan masalah, semua terbayarkan oleh keindahan alam Papua yang tersaji sepanjang jalan.

Rumah-rumah kayu berdiri di tanah lapang yang luas, dengan warna hijau yang mendominasi. Karena kami datang di bulan April menjelang Mei, maka kami bertemu rumput ekor musang. Saya tidak tahu bahasa ilmiahnya, tapi oleh warga rumput dengan ujung berwarna kemerahan itu diberi nama rumput ekor musang. Konon, kehadiran rumput itu adalah pertanda kalau bulan Mei sudah dekat.


Rumah kayu di tanah lapang yang luas
Rumput ekor musang

Warna merahnya yang bertemu dengan warga hijau rerumputan memang sungguh menawan. Sejauh mata memandang, warna merah dari ujung rumput itu bergoyang ditiup angin. Seperti menari dengan lembut. Ketika kami pulang, matahari sore yang teduh menyiram ujung rerumputan. Benar-benar memberi suasana yang romantis dan syahdu.

Sesekali kami bertemu warga yang berkumpul di tepi jalan. Senyum mereka merekah dan salam sapa merebak. Benar-benar sebuah perjalanan yang mengesankan. Tidak terasa menyiksa meski jalan yang kami lewati separuhnya membuat kami tidak tenang di atas mobil.

Menjual Paket Wisata.

Kembali ke Hotel Jerman. Hotel ini tidak hanya menawarkan penginapan semata, tapi juga berbagai paket wisata yang bisa dinikmati khususnya oleh para tamu-tamu asing. Ada paket wisata ke beberapa daerah di sekitar Lembah Baliem hingga tawaran paket wisata melihat rumah pohon suku Koroway di Asmat. Harganya juga beragam dan sepertinya memang agak susah dijangkau oleh sobat misqueen. Maklum, semua dalam mata uang Dollar Amerika.

Bicara soal Koroway, saya sudah pernah sampai ke sana meski belum ke rumah pohon. Kisahnya bisa dibaca di sini.

Harga kamarnya pun begitu. Dijual dalam mata uang Dollar Amerika yang bila dirupiahkan harganya sekitar Rp.1,5jt per malam. Tidak terlalu mahal sebenarnya bila membandingkannya dengan semua fasilitas dan kenyamanan yang kita terima.



Buat sobat misqueen seperti saya yang belum mampu menjangkau harga kamar tidurnya, berkunjung ke Baliem Valley Resort dan bersantai sejenak di restorannya sepertinya sudah cukup. Kami bisa melihat berbagai koleksi pribadi berbentuk ukiran, pahatan maupun foto tentang Papua. Kemudian yang paling menawan adalah pemandangan dari teras restoran. Di situ kita bisa melepaskan pandangan melihat Lembah Baliem yang hijau, bertemu dengan gumpalan awan putih tebal yang tersiram cahaya matahari. Di kejauhan kota Wamena terlihat kecil. Sesekali pesawat melintas keluar dan masuk kota Wamena, terbang di antara lembah. Udara sejuk memeluk tubuh, meski waktu kami datang rasanya belum perlu memakai jaket.

Menikmati pemandangan dari restoran

Katanya, waktu paling tepat untuk menikmati keindahan Lembah Baliem dari restoran hotel adalah di pagi hari. Di waktu itu, kabut masih menggantung lebih rendah dari hotel sehingga kesannya kita seperti berada di atas awan. Tapi, untuk menikmati pemandangan ini artinya waktu terbaik adalah dengan menginap di Baliem Valley Resort. Biar bisa bangun pagi dan langsung menikmati sensasi sarapan di atas awan.

Baliem Valley Resort atau Hotel Jerman ini hanya satu dari sekian banyak keindahan yang menawan dari Wamena. Di sekitar Wamena kita bisa menikmati budaya orang Dani dengan melihat mumi pemimpin perang mereka yang sudah berusia ratusan tahun. Atau bila ingin mencoba yang agak jauh, kita bisa ke Danah Habema atau yang sering disebut Danau Trikora. Ini salah satu danau tertinggi di Indonesia yang menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Atau mau melihat pasir putih di pegunungan? Wamena juga menawarkan keindahan itu.

*****

Wamena

JADI SEBENARNYA WAMENA BUKAN HANYA menawarkan kengerian dan suasana tegang seperti yang saya tuliskan di tulisan sebelumnya. Itu hanya bumbu-bumbu, karena sajian utama dari Wamena adalah keindahan alam dan budayanya. Ada banyak sekali yang bisa kita nikmati dari kota ini. Memang butuh biaya yang agak besar karena harga di Wamen relatif lebih tinggi dari harga di daerah pesisir Papua, apalagi di luar Papua. Tapi, harga itu akan terbayarkan dengan sensasi menikmati Wamena yang luar biasa.

Percayalah, ada banyak hal menawan dari Wamena. [dG]