Pulau Mansiman, Gerbang Peradaban Baru Papua
5 Februari 1855 dua misionaris dari Jerman menjadi orang asing pertama yang mendarat di tanah Papua. Dengan penuh ketabahan mereka menjadikan pulau Mansinam sebagai gerbang bagi orang Papua mengenal peradaban baru.
Alfred Russel Wallace adalah seorang ilmuwan yang namanya sering disejajarkan dengan Charles Darwin. Wallace banyak melakukan penelitian ilmiah di kawasan Nusantara, termasuk di Papua. Ketika tiba di pulau Mansinam 10 April 1858 Wallacer terkejut karena menemukan dua orang Eropa lainnya yang sudah lebih dulu datang.
Dua orang yang ditemui Wallace itu adalah misionaris asal Jerman, Johann G Geissler dan Carl W Ottow. Ottow dan Geissler mendarat di Mansinam, Teluk Doreri Manokwari pada tanggal 5 Februari 1855 setelah pelayaran panjang dari Batavia ke Ternate. Mereka datang untuk menyebarkan ajaran injil kepada masyarakat Papua yang kala itu masih dianggap sangat terbelakang dan primitif.
Di Jayapura ada bukit MacArthur, bukit penuh sejarah perang dunia kedua
Ketika mendaratkan kakinya pagi hari jam 6 di tanggal 5 Februari, kedua misionaris itu berlutut dan mengucapkan doa in gottes namen bettraten wir das land atau bermakna: dengan nama Tuhan kami menginjak tanah ini. Sejak itu mereka kemudian dengan gigihnya menetap di pulau Mansinam di bawah bayang-bayang kecurigaan warga lokal yang masih belum terbiasa menerima kedatangan orang luar.
Alfred Wallace sendiri mengagumi ketabahan kedua misionaris itu, tapi dengan jujur Wallace menuliskan keraguannya akan keberhasilan Ottow dan Geissler di buku catatannya. Dalam catatan Wallace yang diberi judul: Malay Archipelago dia menulis kira-kira seperti ini;
sangat meragukan apakah mungkin mereka bisa mengajarkan kemampuan membaca buku kepada orang-orang yang masih hidup dalam peradaban yang sangat rendah itu?
Keraguan Wallace tidak terbukti. Ottow dan Geissler ternyata berhasil mengajarkan banyak hal kepada penduduk asli pulau Mansinam yang berasal dari suku Numfoor. Ottow dan Geissler tidak hanya menyebarkan agama Kristen tapi juga mengajari penduduk lokal beragam keterampilan, kemampuan menulis dan membaca, pemahaman kesehatan serta peningkatan ekonomi rakyat.
Hingga kini tanggal 5 Februari setiap tahunnya diperingati warga Papua sebagai hari yang akan dikenang dengan penuh rasa hormat kepada dua misionaris Jerman itu. Kedatangan Ottow dan Geissler diperingati sebagai titik awal pijakan orang Papua mulai mengenal peradaban modern.
*****
Pulau Mansinam terletak di Teluk Doreri, Manokwari Papua Barat. Pulau seluas 410,97 Ha ini dapat dicapai dari Pantai Pasir Putih dengan perahu bermesin selama kurang lebih 10 menit. Dari kejauhan sebuah patung besar berwarna putih sudah terlihat di antara rerimbunan pepohonan. Makin mendekat makin terlihatlah sebuah tugu peringatan yang dari jauh sudah terlihat bersih dan terawat.
Di tepi pantai pulau Mansinam pohon kelapa menjulang tinggi, hamparan pasir putih yang lembut dijilati ombak dari laut yang jernih dan merupakan campuran warna hijau dan biru. Angin laut berhembus, terasa menyejukkan. Di salah satu sudut Mansimam ada sebuah dermaga besar tempat kapal biasa merapat.
Suasana pulau Mansimam terasa sangat damai. Rumah-rumah penduduk berdinding kayu berdiri berjejer di tepi jalan yang dibeton. Di bagian depan pulau yang menghadap ke kota Manokwari, tugu peringatan berdiri tegak. Tugu ini dibangun dalam sebuah kawasan dengan luas sekira 50 x 100 m.
Dua malaikat mengapit salib besarDi sudut bagian dalam ada bangunan tak berdinding yang dibuat bertingkat. Dinding bagian belakang dipenuhi diorama yang menggambarkan proses kedatangan Ottow dan Gaessler ke pulau Mansinam. Dua buah patung malaikat mengapit sebuah salib besar. Berdiri di belakang salib dan malaikat itu kita bisa langsung melihat laut yang berwarna hijau dan kebiruan dengan kota Manokwari sebagai latarnya.
D bagian depan patung malaikat dan salib besar itu terhampar taman yang terawat. Bunga-bunga perdu dijajar rapi di tepi jalan setapak yang ditutup beton. Dua patung besar berdiri dekat pagar, patung itu adalah patung Ottow dan Geissler yang berdiri menghadap ke daratan Manokwari. Di depan, dekat pagar ada sebuah prasasti yang menorehkan doa Ottow dan Geissler ketika mereka pertama kali mendarat di Mansinam.
*****
Beranjak dari tugu peringatan kedatangan Ottow dan Geissler itu ?kita akan menemukan sebuah bangunan permanen yang dijadikan sebagai museum pekabaran injil. Sayangnya karena kami datang sore hari dan museum itu sudah tertutup. Di sebelah museum ada gereja tua yang konon sudah berumur lebih dari 100 tahun.
Gereja itu adalah peninggalan Ottow dan Geissler yang sampai sekarang masih dipertahankan, hanya atapnya saja yang diperbaiki. Sayang juga karena pintu gereja terkunci rapat sehingga kami tidak bisa masuk melihat interiornya.
Di sekitar gereja ada beberapa lapangan yang ditutup atap dan berlantai beton. Setiap tanggal 5 Februari lapangan-lapangan yang tertutup atap itu dijadikan tempat pelaksanaan ibadah dan penghormatan kepada Ottow dan Geissler. Konon peserta yang datang bukan hanya dari Manokwari tapi hampir dari seluruh tempat di Papua dan tempat-tempat lain di Indonesia.
Di bagian belakang gereja ada sumur tua yang masih tetap terawat dan dapat dipergunakan dengan baik. Di antara gereja dan museum ada makam tua, makam ini berisi jasad para prajurit atau pelaut asing yang terdampar di Mansimam atau yang meninggal karena sakit.
Dari gereja tua itu kami beranjak ke bagian belakang pulau Mansinam, meniti jalanan dari beton yang menanjak ke atas bukit. Di beberapa tempat ada papan petunjuk arah evakuasi tsunami yang berujung pada sebuah bangunan besar yang eksteriornya mirip gereja. Bangunan ini dijadikan pusat evakuasi kalau-kalau bencana tsunami menyerang.
Kami terus menyusuri jalan menanjak menuju ke atas bukit. Tujuan kami tentu saja patung Jesus Kristus yang memang berada di puncak bukit. Patung setinggi 30 meter itu dibangun sejak tahun 2013 dan diresmikan presiden SBY bulan Agustus tahun 2014. Patung Jesus Kristus ini berdiri di atas dudukan setinggi 15 meter dengan empat pilar yang diberi ukiran khas Papua. Tinggi patung ini sendiri 14.5 meter.
Pembangunan patung Jesus Kristus ini dilengkapi oleh pembangunan infrastruktur lainnya seperti jalan lingkar dan taman-taman sepanjang jalan menuju patung Jesus. Sebagian besar pekerjaan ini nampak sudah rampung, hanya beberapa pekerjaan kecil saja yang masih terus dilakukan termasuk pembuatan beberapa taman lingkar dan median sepanjang jalan. Semua pekerjaan itu dilakukan berdasarkan PP No. 40 tahun 2013 dengan menggunakan dana direktif presiden.
*****
Setiba di lokasi patung Jesus Kristus ini kami langsung disambut pemandangan menakjubkan. Di kejauhan di antara pepohonan samar-samar terlihat kota Manokwari dan pegunungan Arfak sebagai latarnya. Lautan biru memisahkan pulau Mansinam dengan daratan kota Manokwari. Angin sejuk menerpa wajah, membasuh keringat yang mengucur setelah perjalanan jauh yang diselingi tanjakan curam.
Di sekitar patung taman-taman tertata rapi, termasuk beberapa gazebo beton yang bisa digunakan sebagai tempat beristirahat dan menikmati senja. Di atas sana langit biru terlihat sangat kontras dengan arak-arakan awan putih. Benar-benar suasana sore yang menyenangkan.
Sore itu saya dan dua orang teman duduk beberapa jenak di sekitar patung Jesus Kristus yang megah itu. Sejenak saya meresapi angin lembut yang membuai sambil melemparkan pandangan ke sekeliling. Dalam hati saya mengagumi ketabahan Ottow dan Geissler yang tidak langsung menyerah ketika pertama kali datang ke tanah Papua lebih dari seratus tahun yang lalu. Karena kegigihan merekalah orang-orang di Papua kemudian bisa mengenal peradaban modern.
Baca juga bagaimana indahnya Manokwari, Papua Barat di sini
Tidak salah kalau Mansinam saya sebut sebagai gerbang peradaban baru Papua. [dG]
Semoga saat sekarang akan semakin maju peradabannya.
mansinam merupakan salah satu situs rohani di papua
terima kasih atas sharenya..salam sukses sllalu