Naik Pesawat Itu…

Awan
Awan
Pemandangan dari atas pesawat

Satu lagi yang kadang membuat kesal. Biasanya petugas sudah memberitahu kepada penumpang kalau penumpang dengan nomor kursi 1-19 naik lewat tangga depan dan nomor 20 ke atas naik lewat pintu belakang

JT078 yang saya tumpangi akhirnya mendarat dengan sedikit hentakan di bandara Sultan Hasanuddin. Cuaca Makassar agak basah sepertinya sehingga pesawat harus dihentakkan di landasan supaya tidak tergelincir. Setidaknya itu yang pernah saya dengar. Awak pesawat memberi ucapan selamat datang di Makassar sambil mewanti-wanti agar telepon genggam jangan diaktifkan dulu sampai penumpang berada di dalam terminal.

Tapi apa yang terjadi? Pesawat masih berjalan menuju terminal tapi suara nada dering sudah terdengar dari beberapa penumpang.

” Iyya, saya baru mendarat ini. Tunggu, masih di pesawat.” Kata seorang penumpang. Duh! Padahal jelas-jelas diumumkan kalau telepon selular belum boleh dinyalakan sebelum pesawat berhenti dengan sempurna karena sinyalnya bisa mengganggu komunikasi antara pilot dan pengawas penerbangan.

Ada hal lain yang juga selalu bikin saya geli ketika pesawat mendarat. Biasanya begitu roda pesawat menyentuh tanah meski tanda sabuk pengaman belum dimatikan, beberapa penumpang sudah sibuk berdiri dan membuka bagasi di atas untuk mengambil barang bawaan mereka. Karena satu yang memulai, akhirnya yang lain juga ikut-ikutan. Pesawat belum berhenti dengan sempurna, para penumpang sudah berdiri di lorong dan dengan tidak sabar ingin cepat-cepat meninggalkan pesawat. Suatu saat saya pernah bertukar pandangan dengan seorang pramugari, saya tahu dia kesal tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Akhinya kami hanya bertukar senyum dan dia menggeleng melihat kelakuan beberapa penumpang.

Itu sekelumit cerita lucu yang sering sekali saya jumpai dalam setiap penerbangan domestik. Tahun ini kurang lebih 10 kali sudah saya bolak-balik dari Makassar ke beberapa kota di Indonesia, dan kisah-kisah seperti itu makin sering saya jumpai.

Biasanya berawal dari antrian check in. Di depan konter check in para penumpang biasanya lupa bagaimana caranya antri. Mereka bergerombol tanpa mau berbaris dengan rapih. Garis kuning yang merupakan batas antrian jadi tidak ada gunanya. Beberapa kali saya terpaksa harus membentak bapak-bapak atau ibu-ibu yang biasanya dengan cueknya langsung menerobos antrian.

Kalau tampilan mereka (maaf) sederhana saya bisa memberi tahu dengan sopan karena mungkin mereka memang tidak mengerti tentang antri. Tapi kalau tampilan mereka necis saya tidak segan untuk bersuara agak keras. Percuma mereka berpenampilan necis kalau untuk urusan antri saja mereka tidak bisa.

Biasanya urusan antri akan berlanjut ketika penumpang sudah dipersilakan naik ke pesawat. Sekali lagi banyak penumpang yang lupa bagaimana caranya antri. Mereka berdesakan di pintu dan mencoba menjadi orang pertama yang naik ke pesawat seolah-olah pesawat akan meninggalkan mereka kalau mereka terlambat beberapa menit.

Satu lagi yang kadang membuat kesal. Biasanya petugas sudah memberitahu kepada penumpang kalau penumpang dengan nomor kursi 1-19 naik lewat tangga depan dan nomor 20 ke atas naik lewat pintu belakang. Tapi, kadang banyak yang entah tidak mengerti atau memang cuek saja. Nomor kursinya di atas 20 tapi naiknya lewat tangga depan, akhirnya terjadi kemacetan karena mereka bertabrakan dengan penumpang yang naik dari tangga belakang. Kalau sudah begitu jelas alur penumpang akan terhambat karena lorong di atas pesawat memang tidak seberapa lebarnya.

Suatu waktu saya pernah mengalami kejadian yang cukup menggelikan. Ada satu rombongan dari Makassar hendak ke Jakarta, mereka mungkin terlambat tiba di konter check in hingga akhirnya nomor kursi mereka berserakan dan tidak berdekatan.? Di atas pesawat mereka bernisitiatif duduk berdekatan dan bermaksud menukar nomor kursi dengan penumpang lainnya. Inisiatif ini malah bikin suasana jadi kacau karena banyak penumpang yang kebingungan kursi mereka diduduki orang lain. Saking kacaunya sampai pramugari kemudian tampak kesal dan sedikit membentak meminta anggota rombongan itu duduk di kursi sesuai tiket mereka.

Bagaimana dengan penggunaan pesawat telepon selular? Meski petugas sudah mewanti-wanti untuk mematikan telepon selular masih saja ada penumpang yang dengan santainya mengirim pesan lewat hape mereka. Entah ke siapa dan isinya apa. Sebagian malah masih ada yang sibuk menelepon mengabarkan kalau mereka sudah ada di pesawat dan sebentar lagi akan tinggal landas. Duh!

Dalam penerbangan semalam, di kursi seberang saya seorang bapak malah asyik makan di atas meja lipat di depannya tepat ketika pesawat sudah siap untuk tinggal landas. Padahal kan peraturannya meja harus dilipat sebagai bagian dari regulasi penerbangan. Saya cuma bisa menggeleng melihat kelakuan si bapak.

Begitulah, penerbangan domestik itu kadang memang menimbulkan hal-hal yang kalau kita pikir-pikir lumayan lucu tapi mengesalkan. Masih banyak penumpang domestik yang tidak sadar pentingnya mematuhi peraturan penerbangan. Naik pesawat itu ibarat menyerahkan hidup kita kepada pilot dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Resiko naik pesawat jauh lebih besar dari naik bus atau kendaraan darat lainnya. Tapi memang tidak semua orang sadar tentang itu.

Bagaimana dengan anda? Masih sering abai dengan peraturan penerbangan?

[dG]