Mop Papua; Cara Cerdas Menertawakan Kehidupan

Dari sekian banyak kebiasaan orang Papua, mop adalah salah satu yang paling saya suka. Kemampuan menertawakan diri sendiri, menertawakan kepedihan dan kesulitan hidup adalah hal yang luar biasa.


SUATU HARI YAKLEP BERURUSAN DENGAN POLISI. Bagaimana tidak, dia baru saja menabrakkan mobilnya ke sebuah kerumunan acara kawinan yang menyebabkan beberapa orang luka berat. Yaklep digelandang ke kantor polisi dan diinterogasi seorang polisi.

“Heh! Kamu kenapa bisa sampai nabrak acara kawinan begitu?” Tanya si bapak polisi dengan nada yang membentak.

Dengan sedikit gemetar, Yaklep menjawab, “Begini bapa e. sa kan ada bawa mobil  toh? Pas di jalan turun tuh sa pu rem tra makan. Mobil de laju sudah,” Yaklep menerangkan kalau mobil yang dia bawa ternyata remnya blong tepat di jalan menurun.

Yaklep melanjutkan, “Ah, sa panik bapa. Di depan tuh ada dua anak muda duduk, di kanan ada pengantin. Kalau bapa jadi saya, bapa pilih tabrak mana?” Yaklep balas bertanya kepada si bapak polisi.

Bapak polisi mengernyitkan dahi sejenak sebelum menjawab,” Ya saya akan pilih nabrak anak muda dua itu. Paling tidak korbannya lebih sedikit,”

“Itu sudah!” Yaklep dengan cepat memotong. “Sa juga ada pikir begitu bapa. Sa ada mo tabrak dong dua, tapi dong dua lari ke pengantin. Sa kejar saja,”

*****

POTONGAN CERITA DI ATAS adalah salah satu mop Papua yang paling sering saya ceritakan. Saya mendapatkannya dari sebuah status seorang kawan di Facebook. Mungkin tidak semua dari kalian yang membacanya bisa menemukan lucunya di mana, atau cerita itu tidak cukup mengulik saraf lucu kalian. Tapi yakinlan, ketika cerita di atas diceritakan langsung oleh orang Papua, lengkap dengan logat dan mimik atau malah gerak tubuh mereka, maka suasananya akan sangat berbeda. Lucunya dapat, kata orang.

Orang Papua punya tradisi yang namanya mop atau lelucon semacam komedi tunggal. Dalam sebuah keramaian, salah seorang dari mereka akan berdiri dan jadi pusat keramaian. Dari bibirnya akan meluncur cerita lucu yang mengundang gelak tawa mereka yang hadir. Bisa dikatakan mop Papua adalah stand up comedy khas orang Papua.

Orang Papua sudah mengenal mop jauh sebelum stand up comedy jadi mainstream seperti sekarang. Saya belum menemukan catatan sejarah sejak kapan mop Papua mulai digunakan, tapi dari beberapa artikel yang saya temukan semua sepakat bahwa tradisi itu dibawa orang Belanda yang pernah lama memerintah di tanah Papua.

Ciri khas sebuah mop itu biasanya ada pada inti ceritanya yang kadang seperti menertawakan diri sendiri atau menertawakan getir kehidupan. Kadang ada juga mop yang seperti menyindir suku lain, tapi dibawakan dengan cara humoris yang tidak kasar apalagi provokatif. Seperti mop di bawah ini misalnya;

Suatu hari Yaklep ada pulang dari sekolah dengan perut lapar. Dengan santai dia membuka tudung saji di meja dan menemukan sepiring nasi dan satu piring ikan. Hanya itu, tidak ada yang lain lagi. Dengan kesal Yaklep berteriak, “Mace! Ini makan cuma ini kah? Trada ayamkah? Tempekah? Sambalkah? Sa malas!”


Dengan tidak kalah sengitnya, sang mama berteriak dari dapur, “Yaklep! Sudah ko makan saja! Ko pikir kita di Jawa Timur kah? Tong ini di Biak timur!”

Bagi saya cerita itu adalah sindiran keras yang menampakkan kenyataan kalau kehidupan di Biak belum sama sejahteranya dengan kehidupan di Jawa sana.

Kemampuan orang Papua menertawakan kondisi dan kegetiran mereka buat saya adalah sebuah kelapangan hati yang luar biasa. Mereka bisa mencari cara yang tepat untuk sejenak melupakan kekesalan, sakit hati atau bahkan perihnya hidup lewat komedi.

*****

HARI KETIGA SEBUAH PELATIHAN DI PANIAI. Seorang peserta pelatihan berdiri dan mulai membawakan mopnya. Gayanya betul-betul lucu meski ceritanya sebenarnya daur ulang dan buat saya tidak terlalu lucu. Tapi logat, mimik dan gerak tubuhnya sungguh berhasil memancing saya untuk tertawa. Itulah kekuatan sebuah mop! Logat, mimik dan gerak tubuh. Cerita tidak selalu lucu, tapi tiga eleman lain itu bisa dengan cepat membuat kita geli atau bahkan tergelak. Apalagi sebagian besar orang Papua itu memang ekspresif, mereka bisa tertawa terbahak-bahak bila mendengar mop. Dan kalian pasti tahu kalau tawa itu menular dengan cepat, bukan?


Seorang peserta pelatihan sedang melakukan mop

Memang tidak semua suku di Papua punya kemampuan untuk melakukan mop. Mereka yang tinggal di pesisir seperti orang Biak, Sorong dan Serui lebih ekspresif dan rajin sekali melakukan mop. Berbeda dengan orang pegunungan yang relatif lebih kalem dan malu-malu.

Baca Juga: Mengenal Sepintas Karakter Orang Paniai

Mop itu bisa dibawakan kapan saja. Entah di sebuah kerumunan kecil di sebuah pos kamling, sampai sebuah acara formil dan bahkan dalam di dalam gereja dalam sebuah ibadah.

Mop adalah ice breaking yang paling tepat dalam sebuah forum yang mulai membosankan dan membuat mengantuk. Cerita yang lucu akan membuat peserta tertawa terbahak-bahak dan siap bersemangat kembali memulai pelatihan. Sekali waktu saya juga pernah berada dalam sebuah rapat yang ditutup dengan mop. Sebagai penutup, mop sangat berhasil memancing tawa dan membuat semua peserta kembali rileks.

Sebagai penutup tulisan, saya kasih satu mop lagi. Semoga kalian yang kurang akrab dengan logat Papua masih bisa memahaminya.

Ada pace tiga. Dong ini teman dari kecil tapi pas lulus SMA dong tiga pulang ke dong kampung masing-masing. Beberapa taun kemudian dong baku dapat jadi mulai cerita tentang pengalaman di dong pu kampung ka ini.

Pace1 : Kawan kalo di sa pu kampung itu kalo dong pergi jerat babi itu gampang saja. 5 menit masuk hutan, 5 menit pasang jerat 5, trus pulang lalu bale lagi ke hutan pasti jerat su tapaku babi satu.

Pace2 : Ahhhhh… Kalo di sa pu kampung tuh ke hutan 5 menit, pasang jerat 5 trus duduk tunggu disitu 5 menit saja pasti jerat itu su tapaku babi satu ekor.

Pace3 : Booooo sobatttt… itu kam orang lambat… kalau tong di kampung tuh, kitong ada duduk pasang jerat saja babi de su datang tanya kaka sudah ka?

Bagaimana? Bisa mendapati lucunya di mana? Sekali lagi, mop di atas akan jauh lebih lucu bisa dibawakan langsung oleh orang Papua. Percayalah! [dG]