Wat Pho, Pratunam, dan Chao Phraya
Lanjutan cerita jalan-jalan singkat di Bangkok
Hari kedua di Bangkok dimulai dengan mengunjungi Wat Pho, salah satu kuil Budha terbesar di ibu kota Thailand itu. Letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami menginap, hanya sekira 6 km-an. Kami ke sana menggunakan moda transportasi kereta komuter. Dari hotel kami menuju ke stasiun terdekat yaitu Ratchaprarob Station. Hanya perlu jalan kaki sekitar 200an meter.

Berbeda dengan di Indonesia, kereta komunter di Bangkok tiketnya berupa koin kecil yang bisa dibeli di mesin otomatis serupa ATM. Meski sebagian besar tulisan di stasiun berupa aksara Thai, tapi tetap ada juga dalam bahasa Inggris sehingga tidak terlalu sulit untuk tahu arah. Tentu saja Google Maps juga sangat membantu.
Dari Ratchaprapob kami turun di Makkasa Station dan berganti satu kereta lagi. Sekali lagi semua berjalan lancar dan tidak ada hambatan. Kereta pun tidak terlalu ramai sehingga tidak perlu berdesak-desakan. Dibandingkan dengan kereta komuter di Jepang, kondisinya hampir sama. Bersih dan cukup nyaman. Kondisi kereta komuter di Indonesia – di luar jam pergi-pulang kerja – pun sama koq.
Kuil Budha Terbesar
Kami tiba di Wat Pho sekitar jam 10 pagi. Suasana sudah ramai, banyak sekali turis dengan beragam bahasa memenuhi kompleks kuil yang dibangun dari tahun 1688-1703 ini. Dari bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Hindi, Mandarin, sampai entah bahasa apalagi. Sebagian besar datang bersama rombongan, sebagian lagi datang sendiri.

Kompleks kuil ini memang sangat besar, sekitar 80.000 meter persegi. Isinya dari tempat ibadah, peristirahatan, sampai tempat belajar. Ornamen-ornamen khas Thai mengisi semua bangunan di dalam kuil ini.
Daya tarik terbesar dari kuil ini adalah patung Budha tidur atau reclining Budha. Pose patung Budha tidur ini banyak di banyak kuil di Thailand. Menggambarkan Budha yang sedang bersantai dengan pose setengah tidur. Pengunjung memenuhi bagian kuil yang di dalamnya berisi patung Budha tidur itu. Orang-orang sampai harus antre untuk mendapatkan posisi foto yang pas.

Saking luasnya kompleks kuil itu, kami tidak memasuki satu persatu bangunannya. Udara yang panas dan padatnya pengunjung membuat kami memilih bersantai di salah satu kedai kopi di dalam kompleks. Memesan minuman dingin dan duduk-duduk di bawah pohon. Bangkok yang panas dan lembab benar-benar menguras tenaga.
Kami masih melanjutkan perjalanan dengan mendatangi beberapa bangunan lagi di dalam kompleks kuil sebelum memutuskan untuk menyelesaikan kunjungan ke Wat Pho. Jam sudah menunjukkan pukul 13:00 lewat waktu Bangkok. Saatnya mencari makan.
Di belakang kompleks Wat Pho berjejer restoran dan toko suvenir. Tinggal pilih. Kami masuk ke salah satu restoran yang masih lowong. Saya memesan nasi goreng nanas khas Thailand yang rasanya maknyus! Makanan Thailand menurut saya masih sangat cocok di lidah orang Indonesia. Perpaduan rasa asam, gurih, dan pedas. Harganya pun tidak terlalu mahal.
Pratunam Market
Kami kembali ke hotel dan beristirahat. Begitulah cara kami menikmati jalan-jalan. Santai, tidak ngoyo. Datang ke satu tempat, kalau sudah capek ya pulang dan istirahat. Makanya kami tidak cocok berlibur dengan model tur yang memaksakan mendatangi beberapa tempat dalam satu hari. Pasti capeknya luar biasa dan jadi tidak menikmati.
Malam harinya kami memutuskan untuk mendatangi pasar yang paling terkenal di Bangkok, utamanya di penyedia jastip, Pratunam Market. Pasar berisi dagangan barang-barang murah meriah yang letaknya tidak jauh dari tempat kami menginap. Hanya walking distance saja.
Suasananya memang luar biasa ramai. Apalagi karena itu malam Minggu. Jalanan penuh dengan dagangan dan pembeli atau orang yang sekadar melihat-lihat seperti kami. Dagangannya pun beragam. Dari cemilan, buah-buahan, makanan, sepatu, sandal, pakaian, asesoris. Banyak pokoknya.
Di sinilah kami jadi sering mendengarkan orang bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Turis Indonesia rupanya menjadikan daerah ini sebagai salah satu tujuan. Bukan hanya percakapan dalam bahasa Indonesia, tapi juga orang-orang yang live dengan bahasa Indonesia.
Rata-rata perempuan. Mereka duduk di depan dagangan yang digelar di atas aspal, memasang ring light dan handphone dengan aplikasi TikTok yang menyala. Dan mulailah mereka live menawarkan barang yang dijajakan di sana untuk mereka yang tertarik menitip.
“Ini barangnya bagus banget ibu-ibu, murah juga. Silakan kalau berminat ya,”
Dan itu ada beberapa orang yang melakukannya. Nampaknya mereka sudah sangat terbiasa, bahkan mungkin sudah bekerja sama dengan penjual barang itu. Makanya mereka bisa dengan santai membuka lapak jualan live.
Buat saya sendiri, barang yang dijakan tidak terlalu menarik karena sebagian besar adalah barang tiruan dari China. Mereknya merek mahal, tapi kualitasnya ya tentu saja tiruan. Buat yang senang barang murah tapi tiruan, tempat ini memang surganya sih. Tidak heran banyak yang sampai rela menggunakan jasa titipan.
Kami tidak berlama-lama di Pratunam Market. Tidak ada yang terlalu menarik selain keramaian dan barang-barang tiruan itu. Sekitar pukul 9 malam kami sudah kembali ke hotel setelah mencicipi kebab dan durian. Duriannya sendiri tidak terlalu berkesan, masih lebih enak durian di Indonesia. Entahlah, mungkin kami yang salah pilih vendor.

Menyusuri Sungai
Hari berikutnya kami memilih untuk menyusuri sungai Chao Phraya. Sungai yang membelah kota Bangkok dari utara ke selatan. Ada banyak pilihan menyusuri sungai tersebut, tapi yang paling umum dan murah adalah dengan menaiki bus turis yang memang dibuka untuk umum. Kita bisa beli tiket satuan, turun di satu tempat tujuan saja, atau membeli tiket terusan untuk satu hari. Tiket terusan ini berlaku satu hari dan kita bebas turun-naik di destinasi yang kita mau. Ada beberapa destinasi yang dilalui bus itu termasuk beberapa kuil seperti Wat Arun dan Wat Phra, Central Palace, mal Icon Siam, dan wahana bermain Asiatuqe The Riverfront.
Kami naik dari Phra Artit. Awalnya kami hampi saja mengambil paket tur privat yang mengantarkan sampai ke pasar terapung. Tapi kami memilih untuk mengambil bus turis saja, tidak perlu sampai ke pasar terapung. Harga tiketnya THB 150.00, sekitar Rp.75.000,- untuk all day pass. Kami bisa turun dan naik berkali-kali dalam satu hari.
Sepanjang jalan kami bisa menikmati sungai di Bangkok yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sungai di Kalimantan dan Sumatera. Lebar dan airnya warna cokelat, di sisi sungai ada kehidupan masyarakat seperti rumah, sekolah, dan banyak lagi. Bedanya, sungai di Bangkok bersih, tidak terlihat ada sampah mengapung. Secara umum, Bangkok memang bersih menurut saya. Bahkan trotoarnya yang lebar dan nyaman itu pun bersih.
Kami ikut sampai ujung dan ketika kapal berputar lagi barulah kami memilih turun di Wat Arun, kuil Budha lain yang juga cukup besar dan terletak di tepi sungai. Sama seperti Wat Pho, Wat Arun juga ramai dikunjungi turis. Sebagian besar terpusat di kuil terbesar di tengah kompleks. Sebagian dari mereka menyewa pakaian tradisional dan berpose di sana. Ada banyak tukang foto lokal yang menawarkan jasa foto dengan kamera profesional. Kami hanya melihat-lihat, naik ke atas kuil dan turun lagi karena kepanasan.



Kami lumayan lama di Wat Arun, memasuki beberapa kuil dan museum yang ada di kompleks itu sebelum memutuskan untuk cabut. Pemberhentian berikutnya adalah terminal Central Palace. Turun di sana kami memilih untuk makan dulu, mampir di salah satu restoran yang ramai dan menikmati sup tom yam yang enak. Memanglah makanan Thailand ini cocok di lidah saya. Apalagi nasinya, enak dan wangi euy.
Sehabis makan kami sebenarnya berniat masuk ke Central Palace, tapi koq rasanya sudah malas ya? Perut sudah kenyang, kaki sudah capek, dan cuaca masih panas. Apalagi ketika melihat betapa luasnya Central Palace itu. Jadi kami putuskan untuk pulang saja, mungkin di lain waktulah kita akan berkunjung ke sana.
Jadilah kami kembali ke hotel tempat kami menginap dan bersiap untuk pindah hotel ke hotel yang sudah disiapkan oleh panitia konferensi. Hotel yang lebih nyaman karena bintang lima, namanya Pullman King Power. Tidak jauh dari tempat kami menginap sebelumnya. Besoknya konferensi akan dimulai, dan saya akan lebih fokus ke sana. Jadi bisa dibilang jalan-jalan di Bangkoknya sudah selesai. Sisanya hanya jalan-jalan ke beberapa mal yang ada di Bangkok.
*****
Tiga hari konferensi dan kami bersiap untuk pulang. Kami berangkat dari Don Mueang lagi, tapi kali ini jalurnya berbeda. Bukan lagi ke Denpasar lalu ke Makassar, tapi ke Kuala Lumpur dan dari sana langsung terbang kembali ke Makassar lewat penerbangan direct Kuala Lumpur-Makassar. Lima malam di Bangkok cukup menyenangkan, walaupun tidak sampai membuat ingin benar-benar kembali seperti ketika mengunjungi Jepang. Buat jalan-jalan singkat okelah, tapi untuk sengaja ke sana sepertinya nanti saja. Masih mau mencoba tujuan lain, hehehe. [dG]