Menengok Bangkok


Cerita Pertama Jalan-Jalan ke Bangkok bulan Februari kemarin


Halo blog! Lama benar tidak mengunjungimu ya. Jangankan merawat, mengunjungi pun sudah lama. Maafkan saya yang mulai seperti tidak peduli lagi padamu. Semoga kamu tidak ngambek ya.

Saya mau bercerita sedikit tentang pengalaman ke Bangkok untuk pertama kalinya. Tepatnya di akhir bulan Februari kemarin, menjelang puasa. Ceritanya saya dapat undangan ke Bangkok menghadiri sebuah konferensi, dan karena termasuk dekat jadi sekalian aja Mamie ikut. Biar bisa jalan-jalan dengan lebih murah, minimal tiket PP saya dan akomodasi selama beberapa hari sudah ditanggung. Jadi cuss! Berangkatlah kami ke Bangkok.

Kami berangkat sebelum konferensi dimulai, jadi masih ada waktu untuk jalan-jalan dulu, menengok kota Bangkok sebelum saya nanti mulai menghadiri konferensi. Saya yang mengatur semuanya, dari hotel yang akan ditempati sebelum konferensi – yang tentu saja tidak ditanggung oleh panitia konferensi – sampai itinerary atau tempat yang akan didatangi selama di Bangkok.

Hari Jumat kami berangkat. Dari Makassar terbang ke Bali dulu, transit lebih kurang 3 jam sebelum terbang langsung ke Bangkok, tepatnya ke bandara Don Mueang.

Pesawat kami sudah siap

Lancar Jaya

Penerbangan dengan Batik Airlines dari Denpasar ke Don Mueang lancar jaya. Tidak ada hambatan berarti sampai akhirnya sekitar jam 6 sore waktu setempat kami mendarat di bandara Don Mueang.

Sebelum berangkat, panitia konferensi memberikan informasi kalau kami harus mengisi salah satu form imigrasi setelah mendarat. Formnya bisa diambil di terminal kedatangan sebelum masuk ke imigrasi. Tapi setelah kami cari-cari, form yang dimaksud koq tidak ada ya? Jadi sudahlah, kami ikut antre saja di barisan imigrasi.

Disambut mesin pel

Barisan imigrasi lumayan panjang. Beragam orang yang antre di sana. Dari kulit putih, kulit hitam, kulit kuning, sampai tentu saja kulit cokelat orang Melayu. Tidak sedikit dari mereka yang orang Indonesia. Sejak dari pesawat kami sudah ketemu dengan rombongan orang Indonesia yang tampaknya akan melakukan semacam company retreat. Mereka sama seperti kami, berangkat dari Makassar.

Saya sudah menyiapkan semua dokumen yang mungkin dibutuhkan. Dari undangan, resevasi hotel, sampai tiket pulang. Standar pemeriksaan di imigrasi kan? Tapi ternyata kenyataannya berbeda. Ketika tiba giliran saya di imigrasi, tidak ada satupun pertanyaan yang diajukan si petugas yang adalah seorang perempuan. Tidak ada pertanyaan; apa tujuan Anda ke sini? Berapa lama? Tinggal di mana? Ada tiket pulang? Tidak ada sama sekali. Si petugas hanya mengecek paspor saya, membolak-baliknya, lalu menekan stempel di sana dan berucap: welcome to Bangkok. Sudah, itu saja.

Jauh lebih mudah daripada masuk Malaysia dan Singapura pokoknya. Di dua tempat itu, selalu ada pertanyaan mau nginap di mana? Dan petugas juga meminta melihat tiket pulang kita. Orang Thailand sesantai itu ternyata.

Ini sih Jakarta!

Lepas dari imigrasi, kami mengambil bagasi yang ternyata sudah dikumpulkan di dekat belt. Hanya ada sedikit bagasi yang tertinggal, saking lamanya kita antre di imigrasi. Selepas mengambil bagasi, hal pertama yang saya lakukan adalah mengambil uang tunai di ATM. Soal jaringan internet tidak perlu pusing, toh kami sudah langganan paket internet roaming dari operator yang kami pakai.

Keluar dari bagian bagasi kami tidak langsung keluar dari bandara. Hal pertama yang kami lakukan adalah nongkrong sebentar, beli makanan di 7eleven sebelum keluar dari bandara. Di sinilah untuk pertama kalinya saya merasakan enaknya makanan yang dijual di 7eleven Bangkok. Hampir sama dengan 7eleven di Jepang. Terasa sekali bumbunya, dan harganya pun tidak mahal.

Sambil Mamie makan, saya sempat pamit keluar sebentar mencari tempat merokok. Begitu keluar dari bangunan terminal, suasana Jakarta langsung terasa. Dari udaranya yang panas dan pengab sampai kendaraan yang ramai. Bedanya, di sana tidak ada suara klakson. Kata supir yang mengantar kami ke hotel, suara klakson itu tanda mengajak berantem, jadi orang-orang menghindari membunyikan klaksok kalau memang tidak berniat berkelahi.

Mirip Jakarta, kan?

Lepas semua urusan makan, kami bersiap meninggalkan bandara menuju Tango Vibrant Hotel yang sudah saya pesan. Hotel ini terletak di daerah Ratchaprarob, tidak terlalu jauh dari stasiun Ratchaprarob. Sepertinya wilayah ini agak di tengah kota, tidak jauh dari pusat keramaian. Belakangan saya tahu kalau hotel yang kami tempat itu tidak jauh dari Pratunam Market, pasar yang sering jadi tujuan para pelaku usaha jastip. Nanti saya ceritakan tentang pasar ini.

Dari bandara Don Mueang kami menumpang taksi dari aplikasi Grab. Teman-teman sudah memberikan informasi kalau sebaiknya memang pakai Grab saja kalau di Bangkok. Lebih mudah dan efektif. Itu yang kami lakukan selama di Bangkok, walaupun sempat juga menggunakan commuter line yang nyaman.

Keluar dari bandara langsung terasa suasana Bangkok yang sepertinya 11-12 dengan Jakarta. Dari cuacanya, kendaraannya, bangunannya. Mirip. Tidak heran karena Thailand dan Indonesia kan sama-sama di Asia Tenggara dengan perekonomian yang tidak berbeda jauh. Kata orang-orang, jalanan Bangkok juga macetnya luar biasa. Beruntung malam itu kami tidak bertemu macet sampai akhirnya tiba di hotel.

Vibrant Tango Hotel

Kami tiba di hotel sekitar pukul 9 malam waktu Bangkok. Nama hotelnya Vibrant Tango Hotel, terletak di Soi Ratchaprarob 8. Jalan kecil yang ramai. Sepanjang jalan ada banyak toko pakaian, tempat makan, dan tempat pijat. Pijat memang jadi salah satu hal yang paling mudah ditemui di Bangkok. Ruko-ruko kecil ditandai dengan mbak-mbak yang duduk di depannya. Sebagian besar dengan pakaian seragam. Dari luar sudah bisa kelihatan kalau ada kursi-kursi pijat untuk para tamu. Bangunan seperti in banyak sekali bertebaran di sepanjang jalan Soi Ratchaprarob dekat hotel kami.

Tiba di hotel kami disambut seorang resepsionis perempuan dengan bahasa Inggris yang unik. Sebagian bisa saya mengerti, sebagian lainnya saya kehilangan arah. Dialeknya unik, sehingga beberapa kata-katanya sulit saya mengerti.

Hotelnya lumayan kan?

Kami mendapat kamar di lantai 7 yang ternyata cukup nyaman. Kamarnya luas, bersih dan cukup nyaman. Setiba di kamar kami langsung bersih-bersih. Saya masih sempat turun dan ke 7eleven yang letaknya tidak jauh dari hotel. Beli minuman, cemilan, dan tentu saja Thai Tea yang terkenal itu. Selebihnya kami siap istirahat sampai menonton televisi yang sebagian besar adalah siaran televisi lokal dengan bahasa lokal. Tidak ada yang kami mengerti, tapi setidaknya dialeknya sangat menghibur.

Malam pertama di Bangkok sudah lumayan berkesan. Mari kita liat besok ada apa.