Legenda Pisang Ijo

Pada jaman dahulu kala, di pulau Sulawesi hiduplah seorang raja yang sangat berkuasa. Sang raja selain dikenal berkuasa juga terkenal sangat kejam dan sadis. Dia memimpin kerajaannya dengan tangan besi dan darah dingin. Tak ada seorangpun yang berani melawan perintahnya, bila berani maka hukuman cambuk atau pancung balasannya.

Raja ini punya satu kebiasaan, dia rupanya senang sekali menyantap pisang. Setiap hari, saat bangun tidur sang raja akan mencari buah pisang sebagai makanan yang pertama kali dia santap. Sebagai seorang raja dia tentu saja punya tukang masak pribadi, di antara tukang masaknya itu ada seorang lelaki tampan yang bernama Ijo. Lelaki ini adalah tukang masak andalan kerajaan, sebenarnya dia sangat tidak suka melayani sang raja yang kejam dan bengis, namun dia tak berani untuk melawan.

Suatu hari si Ijo sedang terkena musibah. Entah kenapa, hari itu masakannya tiba-tiba menjadi sangat tidak enak dan memuakkan. Walhasil, raja yang memang terkenal gampang naik pitam akhirnya memutuskan si Ijo diseret ke tempat pemancungan. Hanya gara-gara sepele sebenarnya, tapi itulah tabiat jelek sang raja.

Ijo berusaha menyelamatkan nyawanya, dia memutar otak dan mencari jalan agar bisa bebas dari hukuman sang raja. Karena tahu kalau sang raja sangat menggemari pisang, Ijo menawarkan kepada raja sebuah resep masakan berbahan dsar pisang yang menurutnya akan mampu membuat sang raja luluh. Penasaran, sang raja memberi waktu setengah hari bagi untuk membuat makanan yang dimaksud.

Ijo yang sebenarnya tidak punya ide menjadi bingung, dengan segenap perasaan dan pengharapan dia berhasil membuat sebuah hidangan dari pisang yang dibungkus kulit tipis dari tepung serupa kulit dadar dengan tambahan saus berbentuk fla yang rasanya manis.

Dengan hati berdebar, Ijo menyodorkan makanan baru buatannya dengan harapan sang raja menyukainya. Debaran jantung Ijo serentak berganti dengan lonjakan penuh kegembiraan ketika di luar dugaan sang raja sangat menyukai makanan hasil kreasinya. Saking sukanya, sang raja kemudian memutuskan bahwa makanan baru itu dinamakan PISANG IJO dan menjadi makanan resmi kerajaan. Ijo pun selamat dari maut.

Hal yang paling menggembirakan bagi Ijo dan seluruh rakyat kerajaan adalah kenyataan bahwa setelah itu sang raja berubah menjadi raja yang lemah lembut, rupanya PISANG IJO yang dibuat dengan penuh perasaan dan harapan itu mampu memikat hati sang raja, kelembutan saus PISANG IJO turut melembutkan hati sang raja yang sebelumnya keras dan membatu. Semenjak itu, kerajaan hidup dalam ketenangan dan kemakmuran. PISANG IJO pun kemudian menjadi makanan khas kerajaan tersebut dan bertahan hingga kini.

Cerita di atas adalah legenda bo’ong-bo’ongan tentang PISANG IJO. Asli boong, karena itu semata-mata adalah rekaan saya saja, beberapa menit sebelum saya menuliskan cerita ini. Sori untuk para pembaca sekalian..

Sejujurnya, saya tidak pernah tahu asal muasal cerita tentang PISANG IJO ini. Yang saya tahu adalah bahwa PISANG IJO ini adalah salah satu makanan khas Sulawesi Selatan yang juga identik dengan bulan puasa. Kalau menilik namanya, saya kok curiga makanan ini datangnya justru dari Jawa, analisa sederhana saya adalah bahwa tidak mungkin sebuah makanan khas SulSel (Bugis-Makassar) diberi nama PISANG IJO karena dalam bahasa Makassar pisang disebut UNTI dan IJO (hijau) adalah Moncombulo. Jadi kalau memang makanan ini khas Makassar, harusnya namanya jadi UNTI MONCOMBULO, sama seperti kue Nagasari yang berubah menjadi ROKO’-ROKO’ UNTI (Bungkus-bungkus pisang-karena bahan dasarnya pisang dan ujung-ujungnya dibungkus daun pisang).

Atau seperti Pallubutung yang sepertinya memang makanan khas sini dan terciptanya sudah lama. Lagian gaul amat orang dulu mengganti nama Hijau dengan Ijo..?. Sampai saat ini saya belum pernah menemukan catatan tertulis tentang PISANG IJO, terutama tentang kapan makanan ini mulai ditemukan, oleh siapa, dan cara distribusi resepnya bagaimana. Mungkin ada yang tahu…?

Yang jelas, saya sangat menikmati makanan ini. Secara garis besar bagi yang belum pernah melihatnya, saya hanya bisa menceritakan kalau makanan ini dibuat dengan bahan dasar pisang gepok atau pisang raja yang kemudian dibungkus lempengan tepung tipis serupa dadar yang telah diberi warna hijau (biasanya dari pewarna makanan atau lebih jadul lagi dari air perasan daun pandan). Sebagai pelengkap (atau sebenarnya penentu rasa) pisang yang sudah dibungkus ini diberi saus atau fla dari bahan..bahan apa ya..?, mungkin tepung dan gula kali ya..(hehehe..gimana sih..). ya pokoknya sausnya itu agak kental warna putih dengan rasa yang manis. Kalau menurut saya, penentu utama enak atau tidaknya PISANG IJO adalah sausnya ini, pisang yang dibungkus tepung biasanya rasanya seragam walaupun ada beberapa yang memang beul-betul enak karena pisangnya pisang pilihan dan tepung pembungkusnya punya resep khusus. Adduh sori ya, resepnya jadi gak detail gini, abis saya cuma penikmat danbukan pembuat…

Saat dihidangkan PISANG IJO biasanya diberi tambahan es yang sudah diserut, kemudian sausnya diberi sirup merah (biasanya beraroma pisang ambon) dan yang paling terkenal di Makassar adalah sirup DHT, sirup lokal yang sangat legendaris. Jadi ingat, adek dan tante saya yang di Jakarta pernah minta dikirimi sirup ini karena katanya kangen dengan aroma khasnya. Beberapa orang kemudian memberi tambahan susu pada PISANG IJO yang siap santap tersebut, susunya tentu saja susu kental manis, terbayang kan bagaimana rasa manisnya, kalau secara matematis mungkin bisa digambarkan rasa manisnya jadi manis pangkat 3, fla-nya sudah manis, plus sirup manis, plus susu kental manis. Jangan heran, kue-kue khas Bugis-Makassar tuh emang manis buangeeedddd….setidak-tidaknya menurut orang Jawa (saya sering mendengar komentar ini dari istri saya yang asli orang Jawa).

Entah kenapa si PISANG IJO ini menjadi favorit saya setiap kali berbuka puasa. Semenjak tidak tinggal dengan orang tua lagi dan bebas memilih menu berbuka puasa, nyaris setiap hari si pisang yang berwarna hijau ini tersaji di meja makan saya setiap kali berbuka puasa. Rasanya buka puasa tanpa PISANG IJO menjadi kurang lengkap. Walaupun begitu, saya belum pernah bikin sendiri. Semua PISANG IJO yang saya santap adalah asli buatan orang lain alias beli. Harganya beragam, dari yang kelas rumah makan seharga Rp. 10.000,-sebiji, Rp. 5.000,- sebiji sampai yang kelas pinggir jalan seharga Rp. 3.000,- sampai yang paling murah Rp. 1.000,- sebijinya. Kalau saya sih pilih yang harga Rp. 1.000,- sampai Rp. 3.000,- selain murah (alasan utama) bentuknya juga tidak terlalu besar.

Yang paling terkenal di Makassar adalah PISANG IJO buatan RM. BRAVO, harganya (kalau tidak salah) Rp. 10.000,- sebiji. Bentuknya emang gede banget, kira-kira sepanjang 20 cm, dengan fla yang asli muaniss banget. Emang enak sih, tapi kalau menurut saya ada juga koq PISANG IJO kelas pinggir jalan yang rasanya nggak kalah enak dengan harga yang pastinya jauh lebih murah. Di pertigaan antara Jl. DR. Leimena dan Abd. Dg. Sirua dekat jembatan ada koq yang harganya hanya Rp. 1500,- sebiji tapi rasanya enak banget. Sepulang dari kantor saya memang sering beli PISANG IJO dari penujual yang berbeda-beda, dan hasilnya…hampir sama semua koq. Cuma ada beberapa yang rasanya agak kurang sehingga saya kemudian nggak akan mampir ke sana lagi.

Ah…cerita soal PISANG IJO saya jadi ingat, di kulkas masih ada sebiji sisa buka tadi. Biasanya saya siapkan dua biji, sebiji buat buka dan sebiji lagi buat makan setelah sholat. Nah, pembaca..saya tinggal dulu ya..mau makan PISANG IJO dulu, favorit saya. Kalau anda..?, apa hidangan buka puasa favorit anda…?.